#Kota Kita Kovid Seri Kota Medan – Pandemi Bersemi, Ruang Terbuka Sepi?

Vassilisa Agata, 8 March 2021

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Aktivitas olahraga di atap rumah sakit
Sumber: Dokumentasi pribadi dr. Delyuzar, 2020

 

Merdeka Walk, pusat kuliner ruang terbuka menjadi destinasi rekomendasi selama beberapa tahun terakhir di Medan. Selama waktu itu pula, Komunitas Taman menyuarakan untuk menutup area tersebut. Pusat kuliner tersebut berada di area Lapangan Merdeka Medan, sebuah situs sejarah penting bagi masyarakat Medan. “Sekarang alam yang menutup area tersebut!” Miduk Hutabarat, aktivis Komunitas Taman, melihat pandemi sebagai momentum. Bukan saja untuk kembali memperjuangkan Lapangan Merdeka, tetapi juga mendefinisikan kembali fungsi ruang terbuka hijau di Medan.

“Pemerintah dan media memiliki framing masing-masing dalam melihat pandemi. Penting bagi kita untuk menyuarakan perspektif warga.” Untuk mewujudkannya, ia berkolaborasi dengan rekan-rekan dari beragam latar belakang. Dalam sebuah diskusi virtual, tujuh tokoh berbagi perspektif tentang potensi pengembangan ruang terbuka hijau kota Medan.

Apa sebenarnya yang dimaksud dengan ruang terbuka hijau perkotaan?

Dina Lumbantobing, Koordinator Women Crisis Center Sinceritas Pesada, mengawali perspektifnya dengan memaparkan peraturan kementrian terkait. Berdasarkan Permen 1/2007, Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) adalah kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Permen tersebut mensyaratkan setiap kota harus memiliki sedikitnya 20% RTHKP, sementara kenyataannya di Medan baru memiliki 7%. Selain permasalahan luas, pemerintah juga telah mengatur sembilan pemanfaatan RTHKP di Permen PU 05/PRT/M/2008 yang secara garis besar mencakup cerminan identitas kota, sarana aktivitas perekonomian, sosial, rekreasi, dan ekologis. Dalam peraturan tersebut tertuang RTHKP ditujukan sebagai sarana aktivitas sosial yang setara untuk semua golongan, dari anak-anak, remaja, dewasa, dan manula. Namun, Dina Lumbantobing mempertanyakan dari perspektif kaum marginal.

Seberapa banyak yang warga tahu tentang manfaat dan hak warga terhadap RTHKP tersebut? Apa tantangan yang dihadapi oleh publik dalam mengakses RTHKP?

Menjawab pertanyaan tersebut, Dina Lumbantobing memaparkan beberapa tantangan yang dihadapi oleh masyarakat. Pertama, kesenjangan akses. Area taman umumnya terletak di area privat, seperti perumahan, menengah ke atas, jauh dari pemukiman menengah ke bawah. Kedua, jalur transportasi yang tidak selalu mendukung untuk mengakses ruang hijau terbuka yang tersedia, terutama untuk keamanan pejalan kaki yang berada di area tersebut. Faktor berikutnya adalah kenyamanan dan kebersihan selama berada di ruang terbuka. Sampah yang terlihat di ruang-ruang terbuka hijau, tidak adanya toilet publik, hingga minimnya fasilitas yang mendorong orang menggunakan RTHKP. Akses bagi semua orang juga menjadi tantangan yang berulang muncul. Apakah jalan setapak bisa diakses oleh kaum difabel? Apakah penerangan kota membuat perempuan merasa aman berada di ruang terbuka hijau saat malam? Bagaimana dengan premanisme, orang dengan gangguan jiwa, yang terkadang ditemukan berkeliaran? Seringkali ruang terbuka hijau dikonstruksi untuk memenuhi estetika dan ekologis, tetapi tidak bisa digunakan oleh warga.

Meuthia Fadila, Ketua Asosiasi Pusat Studi Wanita/Gender dan Anak Indonesia (ASWGI), dan Yurisna Tanjung, Ketua Pusat Studi Gender & Anak (PSGA) UMSU, juga memaparkan pentingnya memikirkan RTHKP yang ramah anak. Ruang Bermain Ramah Anak (RBRA) tercakup dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. RBRA mengakomodasi kegiatan bermain anak, dari kandungan dalam kandungan hingga sebelum 18 tahun, yang aman, nyaman, terlindung dari kekerasan dan tindakan diskriminatif. RBRA didesain untuk menjadi ruang mengembangkan kecerdasan intelektual, sosial, motorik, dan bahasa. Dari observasi tim Meuthia Fadila dan Yurisna Tanjung, pemerintah kota Medan belum memenuhi kebutuhan ini.

Sebenarnya, desain dan fasilitas RBRA tidak rumit, malah diusahakan untuk murah dan sederhana, tetapi tetap sesuai dengan kebutuhan penggunanya, termasuk anak-anak difabel. Area tidak perlu luas tetapi minimal memiliki 5 jenis permainan yang kreatif dan inovatif menggunakan kearifan lokal. RBRA ini haruslah gratis untuk diakses semua pihak. Saat ini, kebutuhan untuk rekreasi anak masih tergantung sekali pada kemampuan ekonomi keluarga, karenanya peran pemerintah kota penting untuk menutupi kesenjangan antarkelas.

Di awal pandemi, tantangan akses terhadap RTHKP menjadi semakin jelas. Awalnya, pemerintah menutup taman kota, hutan kota, lapangan, dan RTHKP lain untuk menghindari terjadinya kerumunan. Namun penutupan ini kontraproduktif dengan anjuran pemerintah untuk memperbanyak olahraga demi meningkatkan imun tubuh.”Obat yang penting bagi kita: vitamin D dari sinar matahari. Nah, tapi bagaimana orang mau berolahraga, tapi tempatnya padat? Bagaimana kita yakin untuk berolahraga dengan aman dengan tidak pakai masker, kalau RTHKP kita tidak menjamin untuk bisa berjarak atau tidak berkerumun?” dr. Delyuzar dari Jaringan Kesehatan Masyarakat mendukung pemaparan yang diberikan Bu Dina Lumbantobing. Dengan jumlah pasien rumah sakit yang membludak karena COVID, juga masih ditambah pasien dari penyakit lainnya, dr. Delyuzar juga mencermati kebutuhan ruang terbuka hijau di dalam area rumah sakit.

“Kalau kita nonton sinetron, pasien diantarkan keluarganya ke taman-taman rumah sakit,” dr. Delyuzar mendeskripsikan cerminan realitas berbeda yang diangkat media. “Tapi ini sudah hampir tidak ada lagi di bangunan rumah sakit modern. Padahal, bangunan rumah sakit yang sesungguhnya harusnya ada taman.”

Observasi singkat Komunitas Taman terhadap RTHKP menunjukkan semakin sepinya taman dan lapangan kota yang biasanya dipadati oleh warga. Komunitas Taman melakukan observasi di lima area yakni Lapangan Merdeka, Lapangan Benteng, Taman Ahmad Yani, Stadion Teladan, dan Taman Beringin. Meskipun mobilitas masyarakat terbatas selama pandemi, tetapi data dari Google Mobility menunjukkan hal yang berbeda. Jono Sianipar dari Kawal Kovid Sumut memaparkan data mobilitas penduduk Sumatra Utara dari April hingga November 2020. Data tersebut mendata pergerakan pengguna Google secara anonim yang menyalakan pengaturan pelacakan lokasi.

Berkebalikan dengan observasi awal Komunitas Taman yang menemukan berkurangnya keramaian publik di ruang terbuka hijau, data ini  menunjukkan adanya akses yang signifikan ke area taman. Aktivitas belanja dan rekreasi juga berada di garis normal. Meskipun data ini tidak bisa mewakili perilaku masyarakat Medan, temuan ini bisa menjadi awal baru untuk meneliti perubahan kebutuhan masyarakat terhadap RTHKP. Berangkat dari potensi inilah, juga kesempatan untuk menciptakan skenario baru terhadap RTHKP, Miduk Hutabarat, aktivis Komunitas Taman, bekerja sama dengan Destanul Aulia, dari Medan City Merdeka merencanakan sebuah survei persepsi dan kebutuhan warga terhadap RTHKP.

Apa saja rekomendasi untuk skenario RTHKP setelah pandemi?

“Pandemi ini hanya sebagai pemicu. Pedoman kita bagi aktivis untuk mendorong kebijakan kota,” ungkap Miduk Hutabarat, “Seluruh warga mengakses ruang terbuka, bukan hanya untuk kesehatan saja, tetapi juga sarana bertemu dengan warga lain. Ini juga akan meningkatkan kualitas hidup kita sebagai makhluk sosial.”

Rekomendasi pertama diberikan oleh dr. Delyuzar yang menekankan pentingnya ruang terbuka hijau di bangunan rumah sakit. Ia berangkat dari eksistensi sanotarium. Dulu, saat TBC belum ditemukan obatnya, para pasien diisolasi keluar kota di daerah dataran tinggi seperti Brastagi, Bukittinggi, dan Lembang. Sanatorium lebih mirip seperti tempat peristirahatan, alih-alih rumah sakit yang kaku, dengan ruang terbuka hijau yang luas sebagai tempat pasien berjemur dan bersosialisasi. Konsep seperti inilah yang dibutuhkan di rumah sakit modern.

Di sebuah RS di Medan, digagas oleh aktivis LSM. Direktur RSnya mantan direktur BKBI. Dokter yang s2 dan s3nya hukum kesehatan. Di bagian atas RS tersebut ada ruang terbuka, pasien bisa melakukan kegiatan berjemur, ada instruktur olahraganya, ada pertemuan sosial. RS lain terkurung di kamar masing-masing. Hal ini sudah coba diterapkan di RS Santa Elisabeth Medan. Pasien COVID-19 bisa berjemur dan melakukan olahraga di atap rumah sakit yang disediakan sebagai ruang terbuka yang bisa diakses pasien.

Saat ini, rumah sakit umumnya tidak memiliki ruang khusus untuk menangani pasien COVID. Perlu ada zona yang memisahkan interaksi antarpasien dan kerabat pasien di dalam rumah sakit. Tingkat kematian petugas kesehatan juga masih tinggi, meski sudah mengenakan APD lengkap. Ruang terbuka hijau di lingkungan rumah sakit juga mendukung kesehatan pasien. Di sanalah, pasien bisa berjemur, berolahraga dan berjarak antarorang, serta tetap ada interaksi sosial.

Jono Sianipar memberikan rekomendasi berikutnya tentang RTHKP, khususnya setelah melihat interaksi di tengah pandemi. Pertama, RTHKP perlu diperluas dan dibangun merata. dengan menyeimbangkan fungsi sosial dan kesehatan masyarakat. Hal ini bisa diwujudkan dengan mendesain kerapatan vegetasi yang mempertimbangkan ruang gerak warga. Pembangunan terpusat perlu dihindari untuk memperpendek jarak perjalanan warga dalam mengakses RTHKP. Kedua, protokol kesehatan dan kelengkapan sanitasi penting disediakan demi keamanan dan kenyamanan warga. Protokol kesehatan tersebut mencakup, pembatasan jenis aktivitas, jadwal kunjungan untuk membatasi kerapatan pengunjung. Ketiga, jalur transportasi dan parkir kendaraan, termasuk untuk pejalan kaki dan pesepeda, perlu didesain. Akses ini juga termasuk tersedianya internet di RTHKP. Jono Sianipar juga menyarankan kewenangan pengelolaan diarahkan ke tingkat kelurahan untuk memastikan meratanya pengelolaan.

Kesetaraan akses untuk setiap warga juga menjadi fokus dari Dina Lumbantobing. Salah satunya adalah pelibatan kaum perempuan, anak, kaum difabel, lansia, dan keluarga miskin di desain perkotaan. Menggunakan metode partisipatif untuk menggali kebutuhan semua pihak demi terciptakan ruang publik yang inklusif, nyaman, dan aman. Selain itu, perencanaan desain kota perlu didukung oleh pengumpulan data, analisis, dan penggunaan data terpilah berdasarkan jenis kelamin, usia, etnis, identitas gender, kebutuhan khusus kaum difabel, dan meliputi semua kelas masyarakat. Khusus untuk perempuan, pentingnya perspektif untuk memadukan ruang khusus perempuan dan ruang ramah perempuan. Selain perempuan, anak juga merupakan pihak yang penting dalam desain kota. Meuthia Fadila dan Yurisna Tanjung mendorong adanya ruang terbuka hijau dan ruang bermain ramah anak di setiap lingkungan perumahan dan kecamatan. Pihak sekolah juga perlu menyediakan halaman sekolah untuk bermain dan beraktivitas. Selama masa pandemi, penting juga bagi pemerintah kota dan sekolah untuk menyediakan akses ke RBRA dengan protokol kesehatan yang memadai. Berada di rumah saja juga memengaruhi kesehatan mental dan perkembangan kecerdasan sosial anak. Desain kota yang multiperspektif penting untuk peningkatan kualitas kota. Banyaknya alih fungsi lahan RTHKP dan pembangunan lahan untuk komersialisasi perlu diimbangi dengan pembangunan pusat aktivitas lain seperti taman budaya, gedung kesenian, rekreasi, dan penghijauan. Keseimbangan ini demi kualitas hidup masyarakat yang ada di dalam ruang kota. Mengutip dr. Delyuzar, “Kita menjamin kesejahteraan warga dengan keberadaan ruang terbuka yang bisa meningkatkan daya tahan masyarakat.”

 

https://bukuhariankorona.org/kotakitakovid-seri-kota-medan-pandemi-bersemi-ruang-terbuka-sepi/

Selamat Hari Tani Buat Dampingan PESADA

Pengembangan Kedaulatan Pangan Keluarga Pada Masa Covid- 19

Melihat dampak dari wabah Covid – 19 ini banyak dampingan PESADA yang mengalihkan pekerjaan menjadi petani seperti usaha  penjahit, penenun, usaha kantin sekolah, usaha fotocopy, jajanan  dan usaha lainnya hingga saat ini focus dengan menanam tanaman palawija  dengan memanfaatkan lahan sekitar lingkungan ataupun bertanam metode hidroponik minimal terpenuhinya pangan keluarga yang tinggal di kota ataupun pinggir kota.

Dampingan PESADA mayoritas petani dengan bertani dapat memenuhi kebutuhan keluarga, pendidikan anak, adat, serta biaya lainnya. Dampingan PESADA yang tinggal di desa tetap bertani padi, kopi, cabe, coklat, kemiri, jeruk dan jagung  serta tanaman musiman seperti buah rambutan, durian, jengkol, petai dll dimana proses pengolahan product pertanian ini membutuhkan waktu yang lama.

Peta pertanian dampingan PESADA adalah :

Pada Masa Covid-19, PESADA mendampingi Petani dengan

  1. Memotivasi  untuk persediaan pangan  :  Sesuai taksiran hingga saat ini bahwa kita tidak tahu   kapan Covid-19 berakhir, oleh sebab itu kita harus waspada dan mempersiapkan diri untuk kedaulatan pangan.
  2. Berdasarkan dampak  ekonomi yang terjadi pada kita seperti tingkat penghasilan menurun, tetapi kita harus mengkonsumsi B2SA, oleh sebab itu kita perlu melakukannya tanpa ada pengeluaran yaitu dari alam kembali ke alam.
  3. Peserta mampu menghasilkan produk pertanian organic yang sehat pada masa pandemic Covid-19.
  4. Memastikan peserta terpenuhinya/tersedia kedaulatan pangan untuk keluarga dan desa.

Dengan tujuan tersebut  PESADA bersama dampingan  Kelompok Kebun Keluarga

untuk pembuatan bokasi dengan bahan  sebagai berikut

  • Kotoran ternak (babi, ayam, kerbau, kambing)
  • Dedak / sekam padi
  • Daun jagung yang sudah tua, daun-daunan muda, daun bamboo yang sudah tua, daun sirisi-risi
  • Batang pisang, lamtoro, bunga matahari liar (sipaet-paet)
  • Gula merah atau gula pasir 1 kg, kulit coklat, kopi.
  • EM4 (pencucian kopi ateng ) 10 ember

 

Peralatan yang dibutuhkan :

  • Terpal untuk menutup bokasi agar terhindar langsung dari matahari dan hujan
  • Parang untuk mencincang daun- daunan
  • Cangkul atau sekop untuk mencampur / mengaduk bahan-bahan
  • Telenan kayu untuk alas mencincang daun-daunan.

Cara pembuatan pupuk bokasi :

  • Menyediakan tempat pembuatan bokasi
  • Semua daun-daunan & bahan lainnya di cincang
  • Semua bahan dicampur dan diaduk hingga rata
  • Siramkan EM4 ( pencucian kopi ateng yang pertama) sambil dilakukan pengadukan
  • Setelah semua bahan tercampur, tutup dengan plastic untuk menghindari sinar matahari langsung dan air hujan.
  • Dilakukan pengadukan 2 kali dalam seminggu dan disiramkan EM4 secukupnya untuk mendapatkan hasil yang baik dan mempercepat pembusukan. Kurang lebih 1 bulan kompos sudah dapat dipergunakan ke lahan apabila suhunya telah stabil.

Keterangan dari bahan  :

  • Bahan tanaman lamtoro : mengandung SP 36 berfungsi untuk mempercepat batang & buah tanaman.
  • Bunga matahari liar (sipaet-paet) : mengandung urea berfungsi untuk  daun tanaman
  • Batang jagung, daun bamboo yang sudah kering: mengandung KCL berfungsi untuk merangsang batang
  • Air cucian kopi pengganti EM 4

 

Bahan-bahan yang kita butuhkan di atas adalah ada dan kita dapatkan di sekitar lingkungan daerah dampingan petani yang mudah kita manfaatkan dan proses pengolahannya juga mudah hanya dituntut  kemauan dan keinginan petani untuk maju,

Pada masa Covid-19 ini Petani melalui kelompok kebun keluarga bersungguh-sungguh untuk pembuatan bokashi tersebut dengan taksiran ±500 – 1.000 kg  dengan target minimal tersedianya bokashi untuk tanaman sendiri dan jika lebih akan menambah pendapatan kelompok kebun keluarga.(ES)

 

 

Audensi ke Dinas P3AP2KB Mengenai Tindak Lanjut Hasil OSS&L

Pengelolaan OSS&L  adalah sebuah inovasi dalam rangka pemenuhan dan perlindungan hak kesehatan seksual & reproduksi perempuan, yang bertujuan agar perempuan semua umur, khususnya Perempuan Pedesaan dan Perempuan muda memperoleh akses terhadap paket penguatan kesadaran dan pengetahuan HKSR berupa pendidikan dan pelayanan yang  mudah diakses, bermutu, murah, serta mampu menjaga privasi dan kerahasiaan perempuan, yang diselenggarakan dengan berbasis komunitas maupun lembaga,  serta melibatkan para pihak yang terlibat sesuai kebutuhan termasuk pelayanan bagi perempuan yang mengalami segala bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP). Inovasi ini lahir dari hasil penelitian Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) yang dilakukan secara serentak di 16 kabupaten di 8 propinsi di Pulau Sumatera.  Ditemukan bahwa penyebab tingginya KTD adalah karena minimnya akses perempuan kepada informasi hak kesehatan seksual dan reproduksi yang mudah diakses, aman dan bermutu.

Pengelolaan OSS&L terselenggara atas kerjasama Pesada dengan Dinas Kesehatan yang  dilaksanakan di salah satu Puskesmas di Kabupaten Dairi yaitu Puskesmas Batang Beruh, telah berjalan sekitar 2 tahun, di mana hasil pengelolaan tersebut secara reguler telah didiskusikan langsung dengan Kepala Puskesmas  dan Dinas Kesehatan sekaligus merumuskan perbaikan atas rekomendasi dari hasil pengelolaan OSS&L.  Salah satu informasi dari pengelolaan OSS&L ini adalah   adanya layanan alat kontrasepsi ( implant ) yang tidak tersedia di puskesmas. Oleh pihak Dinas Kesehatan mengatakan untuk pengadaan alat kontrasepsi tersebut harus dikomunikasikan ke Dinas P3AP2KB.

Pada tanggal 3 Juli 2020, PESADA melakukan audensi ke Dinas P3AP2KB terkait pengadaan alat kontrasepsi.  Yang dihadiri oleh Bapak Banurea, Ibu Siagian, Ibu Pakpahan, Dinta Solin dan Elpina Sipayung. Bapak Banurea menyampaikan prosedur pengadaan barang ke Puskesmas maupun ke rumah sakit harus ada surat permintaan barang yang diajukan ke P3AP2KB. Apabila laporan pertanggungjawaban persediaan barang  belum diserahkan, Dinas P3AP2KB tidak akan mendistribusikan alkon tersebut.  Ini merupakan kendala yang sering terjadi sehingga pengadaan barang tidak dapat didistribusikan.  Hal diatas perlu diperhatikan oleh pihak – pihak terkait untuk pemenuhan layanan yang bermutu kepada masyarakat.(ES)

Diskusi Pendidikan Ktitis tentang Pencegahan dan Respon Cepat Penyebaran Covid 19 Di Kota Gunungsitoli dan Nias Barat.


Pelaksanaan diskusi kritis di wilayah Nias khusnya Pencegahan dan respon cepat penyebaran Covid 19 di Kota Gunungsitoli dan Kabupaten Nias Barat berjalan dengan baik dan keaktifan peserta yang antusias.

Kegiatan ini difasilitasi oleh Personil PESADA dan Gugus Tugas penangana Covid 19 di 2 Kabupaten/Kota. Kegiatan ini bertujuan untuk  memahami seluk beluk Covid 19, jenis penularan dan cara pencegahannya dan mampu menyampaikan informasi ke keluarga/rumah tangga, kelompok perempuan dan komunitas mengenai point 1 dengan sederhana, menggunakan media-media yang resmi yang telah diadopsi untuk mudah dipahami.

Pendidikan diawali dengan penilaian resiko pribadi melalui panduan pertanyaan yang sudah disediakan oleh fasilitator. Dari hasil penilaian pribadi tersebut maka peserta yang hadir dalam kondisi rendah tertular Covid 19 disebabkan karena sudah mengetahui anjuran dari protokoler kesehatan dan salah satu yang menjadi keluhan adalah menjaga kontak sosial dengan orang lain dan keluarga dekat, tentangga. Dari penjelasan narasumber peserta mengetahui bahwa Virus Corona adalah penyakit jenis baru penyebab gangguan saluran pernapasan. Virus Corona ditularkan saat bicara, batuk dan bersin, sementara bersin bisa menjangkau sampai 4 mtr. Cara penularan melalui :Mata, Hidung dan Mulut, kenapa ini karena memiliki selaput lendir.

Berikut beberapa hal  untuk mencegah terinveksi dengan Covid 19 yang perlu di lakukan adalah :

  1. Mencuci tangan sesering mungkin dengan menggunakan sabu atau hand sanitizer.
  2. Menggunakan masker saat dirumah dan terlebih lebih diluar rumah.
  3. Menjaga jarak dengan orang dan tidak bersalaman selama beberapa waktu tertentu.
  4. Menyediakan disinfektan dan hand sanitizer.
  5. Kurangin aktifitas di luar kalau tidak berkepentingan
  6. Jangan mudik,
  7. Setelah kegiatan maka wajib disinfektan kembali untuk mensterilkan lingkungan termasuk barang dan bawaan

Dari pertemua tersebut salah satu yang dicemaskan oleh peserta antara lain :

  1. Ketersediaan hand sanitezer atau disinfektan masih belum tersedia dirumah-rumah.
  2. Ketersediaan pangan dan makanan dirumah
  3. Kekhawatiran kenaikan harga sembako.
  4. Kondisi dan ketahanan tubuh semakin berkurang akibat stres, gelisah, takut atas Covid 19.

Salah satu yang dilakukan untuk mencegah Virus Corono adalah  menjaga stamina, kondisi tubuh dan konsumsi makanan yang bergizi, konsumsi VCO dan mengikuti aturan protokeler kesehatan RI. Selaian pendidikan mengenai Covid 19 juga peserta memperoleh pengetahuan mengenai cara membuat Disinfektan dan hand sanitizer :

Kegiatan ini sangat disambut baik oleh pemerintah daerah mel;alui gugus tugas penanganan Covid 19 di Kota Gunungsitoli dan Nias Barat karena untuk melakukan pendidikan bukan hanya pemerintah tapi peran serta LSM dan Ormas sangat dibutuhan.

 

Peserta berterimaskih kepada PESADA atas kegiatan karena mereka mengetahui dan bertambah pengetahuan mereka mengenai Covid 19 dan berjanji akan menjadi akan meneruskan diskusi ini kepada keluarga kelompok dan di desa.(FH)

Advokasi Dana Desa di masa Pandemi Covid 19 oleh PESADA.

Dilaksanakan di desa Pegagan Julu IV Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi pada  tanggal 12 Juni 2020.

Desa ini merupakan salah satu desa pemanfaat program HKSR ( Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi ). Ada 2 unit  CU Pesada Perempuan  yang  sudah memiliki SKT  ( Surat Keterangan Terdaftar ) dari kepala desa.

Pertemuan ini disambut baik oleh Kepala Desa (Bapak Alexander Sinaga). Peserta 15 orang ( Pr 10 & Lk-lk 5) diantaranya:  Aparat Desa, Tomas, Kader Posyandu, Bidan desa dan pengurus Unit CU. beberapa point yang dibahas upaya yang dilakukan pemerintah dimasa pandemi covid 19 yang berkaitan dengan ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Berdasarkan dalam diskusi tersebut bahwa pemerintah desa telah melakukan berbagai upaya atas respon cepat & pencegahan Covid – 19 diantaranya merealokasikan dana desa 30%  untuk bantuan sosial kepada masyarakat yang belum memperoleh bantuan dari Kabupaten dan Propinsi. Kendala yang ditemukan di lapangan masih  adanya masyarakat yang belum memiliki Kartu Keluarga (KK) dan KTP, dimana syarat pertama penerima bantuan harus memiliki identitas tersebut. Untuk memastikan masyarakat memiliki KK & KTP pemerintah memfasilitasin agar memiliki identitas diatas.

Penduduk yang terdaftar 566 Kepala Keluarga diantaranya yang penerima BLT sebanyak 155 KK, BST 55 KK, PKH 105 KK. Proses pendataan penerima bantuan dilakukan dengan musyawarah desa dengan melibatkan tokoh masyarakat, utusan per dusun. Selain itu pemerintah membentuk tim relawan diluar aparat desa dalam rangka mengawasi dan men cek setiap masyarakat yang masuk ke Desa tersebut dalam rangka mengantisipasi penyebaran Covid 19.

Dalam diskusi PESADA menyampaikan capaian program Pesada di desa Pegagan Julu IV & menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah untuk menindak lanjutinya termasuk pemenuhan hak hak kelompok rentan ( lansia, disabilitas, perempuan & anak anak) pemulihan yang terdampak Covid 19.

Respon Kepala Desa dari rekomendasi yang disampaikan oleh PESADA bahwa akan  menindak lanjuti menjadi program desa, dimana desa juga telah memprogramkan salah satunya adalah diskusi remaja desa yang nantinya akan melibatkan Pesada dan akan dilaksanakan November-Desember 2020, pembuatan kompos alami mengingat desa ini mayoritas  mengelola pertanian tanaman muda yang sangat membutuhkan ketersediaan kompos. Selain itu juga untuk sejauh ini upaya yang dilakukan respon atas pendidikan dimana memastikan pendidikan anak anak berjalan kerjasama dengan masing masing kepala dusun, sedangkan untuk pelayanan kesehatan melalui posyandu berjalan seperti biasa dengan tetap menerapkan protokoler kesehatan. Kemudian untuk program penguatan perempuan ke depan akan di programkan pada tahun 2021 dimana tahun 2020 ini anggaran desa lebih mengutamakan realokasi penanganan respon Covid 19 (SS/DS)

PERTANIAN ORGANIK SALAH SATU UPAYA MENGHADAPI DAMPAK COVID-19

Pandem Covid-19 hingga kini masih belum berakhir memberikan dampak buruk dibanyak sektor baik  ekonomi maupun pertanian. Harga jual komoditi hasil pertanian  mengalami penurunan yang sangat drastis. Salah satu contoh awal pandemi harga cabai rawit dari petani dikisaran Rp 5.000,-. Harga tersebut tidak seimbang dengan biaya produksi yang dikeluarkan, mereka harus membeli saprodi dan pupuk kimia. Jika perkiraan biaya pupuk, saprodi, dan tenaga kerja rasanya tidak setimpal. Jika tidak dipanen, cabainya akan rusak tetapi,  jika dipanen biaya panen jauh lebih mahal dibandingkan harga jual. Mungkin bila para petani kembali dengan metode pertanian organik setidaknya biay produski bisa dikurangi dan kesehatan lebih tejamin.

Situasi Covid-19 untuk menjaga stamina tubuh seperti yang disarankan ahli kesehatan  kita harus mengkonsumsi bahan pangan yang Beragam Bergizi Seimbang dan Aman (B2SA) dan juga bebas dari residu kimia sintesis. Oleh sebab itu, Pesada terus memotivasi dampingan untuk tetap menanam sayuran, umbi-ubian, jagung, padi, yang diolah secara organik setidaknya untuk konsumsi kebutuhan keluarga. Sebelumnya Pesada secra rutin  mendampingi kelompok pertanian organik di beberapa unit  seperti Buluh Tellang, Prongil Julu, Prongil Jehe, Binanga Sitelu, Laembuturen, Kuta Babo dan Pangiringan. Pada bulan Juni ini, memotivasi kembali dampingan dan unit lain untuk pembuatan pupuk organik yang memanfaatkan bahan-bahan yang ada di sekitar tempat tinggal. Beberapa keuntungan yang diperoleh sebagai pelaku pertanian organik yaitu konsumsi pangan sehat karena tidak ada residu kimia dari pupuk kimia dan pestisida, biaya produksi minim karena memanfaatkan bahan-bahan yang di alam dan menyuburkan tanah.

Adapun bahan-bahan untuk pupuk organik yang digunakan berupa kotoran ternak, abu dapur, dedak, daun-daunan, jerami padi, lamtoro, batang pisang, air cucian kopi ateng (pengganti EM4), ataupun bahan-bahan yang tersedia di sekitar ladang. Pada motivasi pertanian organik ini yang dilakuakn di beberapa unit, sangat antusias dan akan menerapkan di lahan masing-masing karena banyak dampingan mempunyai ternak seperti kambing, kerbau, lembu, ayam, dan babi. “Bahan-bahannya sangat banyak di ladang kami, sebelumnya kami tidak tahu cara membuatnya dan kami membeli kompos satu karung Rp 14.000” cerita salah satu dampingan. Di samping motivasi pertanian organik, juga memberikan sosialisasi cara pertanian hidroponik dengan memanfaatkan barang bekas dan membuat di depan rumah atau lahan sempit serta pembagian bibit sayur di setiap kelompok untuk dikembangkan. (NT/MP)

Antisipasi Kesulitan Belajar Online Selama Covid-19, Permampu Kembangkan Program Pendidikan Kritis Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul Antisipasi Kesulitan Belajar Online Selama Covid-19, Permampu Kembangkan Program Pendidikan Kritis, https://medan.tribunnews.com/2020/05/03/antisipasi-kesulitan-belajar-online-selama-covid-19-permampu-kembangkan-program-pendidikan-kritis. Editor: Truly Okto Hasudungan Purba

https://medan.tribunnews.com/2020/05/03/antisipasi-kesulitan-belajar-online-selama-covid-19-permampu-kembangkan-program-pendidikan-kritis