PESADA bersama Tokoh Adat Perempuan dan Tokoh Agama

Pertemuan Tokoh Adat Perempuan di Kepulauan Nias, terlaksana 4 kali di Kepulauan Nias yakni:  Tgl 21 Agustus 2024 di Nias Utara, 22 Agustus 2024 di Nias Selatan, 26 Agustus 2024 Kabupaten Nias dan 28 Agustus 2024 di Kabupaten Nias Barat untuk pertemuan Tokoh Agama terlaksana di Nias Utara tanggal 21 Agustus 2024 di Balai Desa Hilidundra.

  • Pertemuan Tokoh Adat memebahas :

Tahapan pernikahan adat Nias yang harus dilaksanakan adalah :

  • Fame’eli/lamaran
  • Tukar Cincin
  • Fangoto Bongi/ kunjungan pertama laki laki setelah tukar cincin
  • Famozi aramba/ pukul gong
  • Femanga mbawi nisila hulu/ pesta tahap pertama
  • Fame’e bawi/ mengantar babi
  • Fa’aekhu badano/ pesta pernikahan

 

Semua tahapan di atas, berbeda waktu dan butuh biaya yang banyak. Dalam diskusi tokoh adat tersebut,sepakat adanya penyederhanaan adat contohnya rangkaian adat bisa digabungkan dan dilaksanakan dalam waktu terbatas/satu hari. Penentuan besaran jujuran tinggi karena  kebutuhan yang di gunakan mulai dari tahap awal sampai akhir, termasuk kebutuhan pengantin-nya, Uwu/untuk paman, saudara ( saudara ayah, saudara pengantin laki- laki), selain itu, pendidikan pekerjaan Perempuan dan adat itu sendiri. Hal ini berdampak terhadap Perempuan misalnya menjadi korban KDRT, tidak memperdulikan pendidikan anak – anak, pernikahan tidak bahagia, terlilit utang dan bahkan ada perempuan bunuh diri (kasus di Nias Utara). Tokoh Adat perempuan melihat adanya ketidakadilan kepada perempuan khususnya karena jujuran, sehingga ini penting dibicarakan dan dipahami oleh tokoh – tokoh adat lainnya.  Peserta juga identifikasi nasihat – nasihat perkawinan di Nias,  peserta sepakat ketika memberikan nasihat kepada pengantin tidak memberikan nasehat berbeda kepada pengantin perempuan dan pengantin laki laki karena dalam pernikahan kedua pengantin yang akan menjalaninya. Peserta juga mendapat buku pegangan yang dibuat PESADA tentang Buku Nasehat Sangowalu Ni’owalu yang sensitif gender, sehingga memudahkan perempuan untuk memberikan nasehat kepada pengantin yang baru menikah.

dalam rangkaian kegiatan tersebut, tokoh agama dan tokoh adat memahami bersama tentang GEDSI kepada 10 orang perempuan Tokoh Agama yang di undang. Melalui pengenalan identitas yang melekat pada setiap individu masing2 yakni : Nama lengkap, nama adat dan nama setelah memiliki anak, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, suku, daerah asal, daerah tempat tinggal, status perkawinan, status sosial dan disabilitas.  melalui itu peserta paham dari 11 identitas tersebut ada yang menguntungkan, merugikan dan kadang – kadang menguntungkan dan merugikan khususnya sebagai perempuan. Peserta juga memetakan bentuk ketidakadilan yang dialami oleh perempuan : Perempuan korban KDRT, KTA, KDP, bully (status, Disabilitas), tidak bisa menjadi pemimpin. Pelaku dan Lokasi Kejadian dikeluarga inti, diperkumpulan keluarga, Adat Nias, perempuan ibu  mertua, suami (Laki-laki), Ipar. Dalam pertemuan ini peserta juga mengidentifikasi apa penyebab perkawinan usia di bawah 19 tahun dan apa dampak negatifnya. (JS)

Pelaksanaan FGD untuk Penelitian Perubahan Trend Perkawinan Usia di bawah ≤19 tahun Kabupaten Langkat

Sejak Oktober 2023 PESADA tengah mengadakan penelitian yang bertema : “Identifikasi Perubahan Trend Perkawinan usia di bawah ≤19 tahun Paska UU No.16/2019 dan di masa Covid-19 di Pedesaan dan Miskin Kota, serta di Daerah 3 T di Pulau Sumatera”. Adapun penelitian ini dilakukan serentak di 8 Provinsi di Pulau Sumatera yang berada dalam lingkup PERMAMPU. Metode penelitian yang digunakan adalah  Feminist Partisipatory Action Research atau Penelitian Aksi  Partisipatif Feminis, yang dimana peneliti melibatkan dan mendengar suara dan cerita dari perempuan korban perkawinan usia di bawah ≤19 tahun.

Wilayah Penelitian PESADA sendiri berada di salah satu Kabupaten Langkat, yang secara terfokus diadakan di Desa Jati Sari, Kecamatan Padang Tualang. Hingga saat ini telah terlaksana tiga sesi diskusi terfokus di kelompok perempuan dewasa dan tiga sesi diskusi terfokus di kelompok perempuan muda. Adapun tiap sesi berupaya menggali informasi terkait terjadinya perkawinan usia di bawah ≤19 tahun di Desa Jati Sari. Sesi pertama menggali informasi mengenai pemahaman dan penyegaran kembali tentang konsep gender dan ketidakadilan gender, orientasi seksual, kekerasan terhadap perempuan. Beberapa hal yang digali adalah pengetahuan dan pemahaman peserta mengenai konsep gender, bentuk ketidakadilan gender, dan bentuk kekerasan yang terjadi pada perempuan. Peserta juga paham bahwa perkawinan usia di bawah ≤19 tahun merupakan bentuk kekerasan karena seringkali perempuan menjadi korban atas ketidaktahuan dan situasi yang terpaksa.

Dibuatnya sesi terpisah antara perempuan muda dan perempuan dewasa bertujuan untuk melihat seberapa jauh perubahan kehidupan muda mudi pada masa dulu dan masa kini. Dari dua sesi tersebut dapat dilihat model berpacaran perempuan muda saat ini jarang yang memiliki rencana jangka panjang dan terkesan hanya sebagai motivasi dalam menjalani keseharian belaka. Bahkan dalam hubungan perempuan muda saat ini, ada istilah “Hubungan Tanpa Status” dan ”FWB : Friend With Benefit”  di mana terdapat dua orang yang bertindak seolah-olah membangun hubungan, dan hanya sebatas mencari keuntungan atau sekedar memenuhi kebutuhan belaka tanpa ada ikatan dan komitmen yang jelas.  Tentu istilah yang menggambarkan situasi  dari gaya berpacaran ini menonjolkan situasi pergaulan yang bebas tanpa arah, dimana perempuan seringkali dimanfaatkan dan terjebak oleh trend yang merugikan dirinya.

Penelitian ini juga melibatkan pandangan dari salah satu Tokoh Agama dari Desa Jati Sari, yaitu Bapak Mislo. Bapak Mislo sendiri selaku Tokoh Agama Desa Jati Sari tidak sepakat dengan terjadinya perkawinan usia di bawah ≤19 tahun, dalam hal ini Beliau sangat menyayangkan kebijakan pihak Pengadilan Agama yang memberikan dispensasi perkawinan bagi pasangan yang menikah di bawah ≤19 tahun. Ibu Rahmayanti Hasibuan, selaku Penyusun Administrasi Kepenghuluan dari Kantor Urusan Agama, melihat sangat penting diadakan kerjasama antar sector pemerintahan, dalam hal ini KUA akan merujuk pasangan yang menikah di bawah usia ≤19 Tahun untuk mendapatkan pengetahuan dari Puskesmas dalam menjaga kesehatan reproduksi, kesehatan saat mengandung, dan kesehatan bayi. KUA juga mengharapkan bisa bekerjasama dengan Dinas Sosial untuk membuat pelatihan yang menambah keterampilan pasangan yang menikah dibawah usia ≤19 tahun, agar dapat menghasilkan uang atau pendapatan demi ketahanan ekonomi keluarga mereka yang rentan tidak stabil dan sulit di usia mereka. (TH)

Pemerintah Desa Jati Sari yang dalam hal ini diwakilkan oleh Bapak Bayu selaku KASI Pemerintah Desa mengatakan bahwa pengaruh dari media social dan perkembangan teknologi yang tidak dibatasi dan dipantau oleh orangtua sangat mempengaruhi pola perilaku dari remaja dan anak muda di Desa Jati Sari.

 

Dari hasil wawancara dengan Dr. Novida Zuliaty dari Puskesmas Padang Tualang, beliau membenarkan bahwa perkawinan usia dibawah ≤19 tahun sangat rentan terhadap kematian ibu dan bayi, bayi stunting, dan pendarahan usai melahirkan. Hal ini disebabkan kondisi rahim yang masih lemah dan belum matang secara sempurna. Beliau mengatakan usia yang matang bagi rahim untuk dibuahi adalah kisaran usia 20 tahun keatas bagi perempuan. Adapun serangkaian penelitian ini, masih berjalan hingga saat ini. -KH.

Dialog Warga Desa Aek Lung

Pentingnya Kepemimpinan Perempuan di Desa

            Pada tanggal 27 Juni 2023, PESADA melaksanakan Dialog Warga mengenai Pentingnya Kepemimpinan Perempuan  di Desa Aek Lung, peserta yang hadir 25 orang (15 org perempuandan 10 orang  laki-laki).

Dalam UU No 7 Tahun 1984, pasal 4 (Dasar Affirmative Action), pembuatan peraturan-peraturan khusus sementara oleh Negara – Negara peserta yang ditujukan untuk mempercepat persamaan “de facto”antara laki – laki dan perempuan. Kemudian UU No 7 Tahun 2017 tentang Sistem Pemilu, Komposisi keterwakilan perempuan Penyelengara Pemilu, di pasal 10 (7): Komposisi keanggotaan KPU, Kabupaten/Kota –propinsi memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen), PPK, PPS, KPPS, Bawaslu.

PESADA melakukan kegiatan Dialog Warga di desa Aek Lung. Diharapkan dari kegiatan dialog warga akan ada rekomendasi program  desa untuk penguatan kepemimpinan perempuan dan partisipasi perempuan dalam perencanaan dan pembangunan di desa sesuai SDGs Desa pada tujuan 5.

Adapun yang diharapkan dari dialog warga ini adalah:

  • Menguatkan perspektif perempuan, pemerintah desa, para tokoh adat/masyarakat desa Aek Lung dalam memahami Gender,hak-hak politik perempuan untuk mendukung kepemimpinan perempuan.
  • Mengetahui pentingnya partisipasi perempuan dalam pembangunan desa untuk mewujudkan program kebutuhan dan kepentingan perempuan.
  • Adanya gagasan /rekomendasi konkrit dari hasil dialog warga oleh pemerintah desa bersama dengan  PESADA kaitannya dengan peningkatan partisipasi perempuan dalam pembangunan di desa dan program penguatan kepemimpinan perempuan.
  • Mengetahui Capaian pemerintah dalam pembangunan desa/SDGs desa pada tujuan 5 yaitu keterlibatan perempuan desa.

 

Kegiatan dialog warga mengundang narasumber dari Kepala Dinas  PMDPPA atas nama Drs. Maradu Napitupulu, M.Si sebagai Plt.

 

Melalui kegiatan ini, peserta paham bahwa program penguatan kepemimpinan perempuan serta keterlibatan perempuan dalam pembangunan itu penting.

Di Desa Aek Lung  perempuan telah berpartisipasi aktif dengan adanya keterwakilan perempuan sebagai anggota BPD 2 orang, Perangkat Desa 3 orang dan keterlibatan perempuan dalam kegiatan dan rapat – rapat mulai rapat Dusun-Musrenbang di Desa Aek Lung. Peserta juga diharapkan mampu membawa perubahan yang positif dalam kehidupan masing – masing, baik dalam lingkungan keluarga dan juga bermasyarakat. Mampu menerapkan kesetaraan gender dalam keluarga dan lingkungan, sehingga dapat mengurangi angka kekerasan yang dialami oleh perempuan (JS).

Audiensi PESADA mengenai GAHARU ( Gerakan Pembaharu Keluarga) ke Kepala Desa Juma Teguh

Sesuai TOC ( Theory Of Change) PESADA :

Beberapa outcome II yaitu :

2.1) Pendampingan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan

2.2) Keluarga/desa dampingan PESADA menerapkan pendidikan kesehatan seksualitas dan reproduksi

2.3) Pemilihan champion keluarga peduli HKSR dari setiap kelompok dampingan PESADA hingga kabupaten.

Untuk mencapai outcome TOC PESADA tersebut, PESADA audiensi ke Ibu Kepala Desa Juma Teguh, dengan  5 Keluarga Pembaharu (5 Pr dan 4 Lk), personil PESADA 2 pr.

Hal2 yang di sampaikan dalam audiensi :

  • Apa itu GAHARU, GAHARU (Gerakan Pembaharu Keluarga) adalah sebuah komunitas yang secara reguler mengadakan pertemuan bersama. Dalam pertemuan ini, keluarga dapat belajar, berdiskusi, bermain dan melakukan aktivitas yang membawa perubahan positif, baik di keluarga mereka sendiri, atau bahkan di lingkungan tempat tinggal mereka.
  • Pembaharu adalah seseorang yang mampu melihat masalah, tidak takut menghadapi masalah, dan berempati pada orang lain. Tetapi tidak hanya itu, pembaharu mampu dengan kreativitasnya mengajak orang-orang di sekitarnya membuat perubahan bersama. juga mampu mengajak orang lain untuk ikut memimpin.

Selain di atas, PESADA juga menyampaikan persoalan yang dihadapi keluarga pembaharu dan menyampaikan rekomendasi untuk ditindak lanjuti oleh Desa Juma Teguh,  menjadi program Desa. Kepala Desa senang dan mengucapkan terimakasih kepada PESADA yang peduli dan bersama menyelesaikan permasalahan yang dihadapi Perempuan dan keluarga pembaharu. Kepala Desa (Ibu Dame Nababan)  respon cepat  dan mengeluarkan SK ( Surat Keterangan) Nomor : 07/SK/VI/2023, 14 Juni 2023, untuk GAHARU Keluarga kepada PESADA. Harapan kedepan semoga terwujudnya keluarga pembaharu yang tangguh dan berdaya mengedepankan kesetaraan dan keadilan gender, demokratis, menuju Indonesia yang sejahtera dan bahagia.(SES)

 

Memperingati Hari Keluarga Nasional, PESADA Bincang Keluarga Gaharu & Nonton Bersama Kelompok Dampingan

 

Dalam rangka memperingati Hari Keluarga Nasional, PESADA melaksanakannya  tanggal  28 Juni 2023. Perayaan ini dilaksanakan bersama anggota keluarga Gaharu yang merupakan dampingan PESADA. Di rangkaian kegiatan ini, peserta menonton film Romy’s Salon yang didukung oleh Eye film Institute dan kedutaan besar Belanda di Indonesia melalui Ashoka” .  Kegiatan ini serentak dilakukan di 3 wilayah kerja PESADA yaitu Kab. Dairi, Pakpak Bharat & Humbang Hasundutan.

Jumlah  peserta keseluruhan 65 orang  (pr 52 & lk-lk 13) terdiri dari lansia 5 orang, anak-anak 7 orang, disabilitas-fisik  3 orang. Tujuan kegiatan ini adalah:

  1. Menguatnya kekuatan diri keluarga melalui terjalinnya komunikasi yang baik antar anggota keluarga.
  2. Terjadi gerakan perubahan nilai dalam keluarga menuju perubahan relasi gender yang setara.
  3. Semakin tumbuh sikap empati sesama anggota keluarga (intergenerasi) dan mampu melihat serta mengatasi persoalan dalam keluarga melalui menonton filmSemua peserta  aktif mengikuti dan memberikan pendapat dalam kegiatan ini.
  4. Peserta menyampaikan kekuatan yang dimiliki, arti keluarga dan paham gambaran keluarga secara realita yang beragam.
  5. Peserta menyampaikan  nilai-nilai yang akan  diterapkan dalam keluarga  dan memberikan tanggapan dan pembelajaran melalui film tersebut.

 

Point penting dari film tersebut :

  • Hubungan anggota keluarga (intergenerasi) yang dekat, saling menyayangi, percaya dan tidak terpisahkan serta berusahan saling membahagiakan.
  • Kisah anak dari korban KDRT yang mandiri, cerdas, rajin, mampu menjalani perjalanan hidup dengan bahagia bersama neneknya walaupun orang tua sibuk bekerja.
  • Ibu dan bapak Romi berpisah, ibu sibuk bekerja, Romi dititip ke neneknya sedangkan bapaknya menikah lagi.
  • Hebatnya, walaupun ibu dan bapaknya berpisah mereka meluangkan waktu untuk menemani Romy bermain, menonton, dll. Bahkan diwaktu Romi pergi membawa neneknya ke kampung halamannya, ibu/bapaknya bisa bersatu mencari dan menjemput kembali Romi.
  • Seorang nenek mengalami Alzheimer  yaitu penyakit yang akan menyebabkan demensia yang membuat seseorang mengalami penurunan kemampuan untuk berpikir, berperilaku, dan bersosialisasi dalam masyarakat.
  • Meskipun ibu dan bapak Romi bercerai, Romi tetap bisa berjumpa dan berkomunikasi dengan bapaknya.

Pembelajaran yang diperoleh :

  • Pengetahuan baru untuk menghadapi lansia yang mengalami Alzheimer; cara merawat dan berkomunikasi.
  • Kisah Romi dan neneknya sering terjadi dilingkungan kita, contohnya sering membatasi yang sudah lansia supaya tidak bekerja (prinsip anak – anaknya supaya lansia menikmati masa tuanya), kita merasa sayang, peduli dengan cara menghentikan semua aktifitasnya.
  • Tetapi berbeda seperti yang dirasakan lansia, lansia ingin tetap beraktivitas (mandi sendiri, jalan – jalan santai, pergi beribadah,dll).
  • Memberikan waktu untuk berkomunikasi dan mendengar lansia.
  • Mengatasi penyakit alzheimer dengan mengingatkan yang dilakukan sebelum dan akan dilakukan & tidak boleh menyalahkan.
  • Meminta lansia menceritakan masa lalu bisa membatu daya ingat dan kesenangan lansia.
  • Mengajak anak berdiskusi dan mendengar pendapatnya.Mengajarkan empati kepada sesama.
  • Apabila sudah terjadi perubahan perilaku dan kemampuan berfikir yang menurun pada lansia, langkah pertama  tidak harus ke klinik kesehatan tetapi diawali komunikasi, mau mendengar keluhan/cerita dan berempati.

Melalui kegiatan ini,  peserta berharap mampu melakukan perubahan yang berdampak positif dimulai dari  diri sendiri, keluarga , dan lingkungan sekitar.(SES,SS,JS)

 

 

 

 

Peringatan  16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan “Menolak berbagai bentuk Kekerasan terhadap Perempuan, Kekerasan terhadap Anak, Tindak Pidana Perdagangan Orang termasuk Perkawinan Anak.

Setiap tahun, seluruh organisasi yang peduli dengan persoalan perempuan dan anak  melaksanakan kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau yang biasa disebut dengan 16 Hari Aktivisme. Kegiatan ini dimulai dari tanggal 25 November-10 Desember.  Dimana dalam 16 hari peringatan tersebut ada beberapa hari besar  yang  berkaitan  dengan persoalan perempuan dan anak, diantaranya Hari AIDS  Sedunia (1 Desember), Hari Penyandang Disabilitas (3 Desember), Hari Anti Korupsi (9 Desember) dan Hari Hak Azasi Manusia (10 Desember).

Ditahun 2022 ini, Organisasi Masyarakat Sipil yang terdiri dari CDRM & CDS, PESADA ,  PKPA  Nias bersama  dengan Dinas  Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (Dinas P5A) Kota Gunungsitoli melaksanakan kegiatan bersama di 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, yakni “Sosialisasi Kebijakan Perlindungan Perempuan dan Anak sebagai upaya Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP), Kekerasan terhadap anak (KTA) dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)”. Kegiatan ini terlaksana di tanggal 8-9 Desember 2022 bertempat di Aula kantor Walikota Gunungsitoli. Di hari pertama peserta yang hadir berasal dari perwakilan organisasi mahasiswa, Persatuan Isteri Tentara (Persit), Dharma Wanita, Kejaksaan, organisasai  keagamaan, dan Ikatan Pengusaha Muslim (Ipemi). Di hari ke-2 dihadiri perwakilan kepala desa, PKK perwakilan organisasi keagamaan dan tokoh masyarakat. Yang menjadi narasumber di kegiatan ini PKPA dan PESADA yang membahas tentang Kekerasan terhadap Perempuan (KTP), Kekerasan terhadap Anak (KTA), Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Peningkatan kualitas hidup perempuan dan peran Perempuan dalam pembangunan. Kegiatan ini direpon antusias oleh peserta dengan banyaknya pertanyaan yang diajukan. Dalam kegiatan ini, peserta menyerukan dukungan untuk menolak semua bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan, anak, tindak pidana perdagangan orang termasuk perkawinan anak. Di akhir kegiatan, setiap peserta membubuhkan tandatangan di spanduk Deklarasi sebagai bentuk dukungan untuk menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, anak termasuk perkawinan anak.

Semoga dengan Peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan ini, setiap peserta yang hadir menjadi “Pelapor dan Pelopor” untuk kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak termasuk kekerasan seksual.(BP)

Penyadaran Gender Kepada Suami Anggota Credit Union/CU

Perkumpulan Sada Ahmo (PESADA), telah melaksanakan Penyadaran Gender kepada suami anggota Credit Union (CU) di Wilayah Medan & Langkat. Kegiatan ini dilaksanakan di 2 desa. Kegiatan pada tanggal 28 November 2022 dilaksanakan di Desa Tebing Tanjung Selamat, dengan jumlah peserta 20 orang. Selanjutnya pada tanggal 29 November 2022 dilaksanakan di desa Mekar Sawit dengan jumlah Peserta 18 orang. Kegiatan ini tidak hanya dihadiri oleh para suami anggota CU tetapi turut hadir dari perwakilan Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Badan Perwakilan Desa, Perangkat Desa setempat.

Sebagai bentuk dukungan dari desa untuk kegiatan ini, acara dibuka oleh Kepala Desa setempat. Kegiatan ini dilaksanakan di kantor Balai Desa. Adapun tujuan yang dicapai dari kegiatan penyadaran gender kepada suami anggota CU ini adalah:

1) Peserta mengenal PESADA sebagai lembaga penguatan perempuan, anak dan kelompok marginal lainnya,

2) Peserta menjadi laki-laki baru untuk membangun gerakan keluarga pembaharu,

3) Dapat memahami pengertian seks dan gender serta kodrat bagi perempuan dan laki-laki serta mengenal bentuk-bentuk ketidakadilan gender.

Dalam kegiatan ini, setiap peserta semangat dan aktif dalam berdiskusi dan berbagi pengalaman berbagi peran dalam rumah tangga untuk mewujudkan kesetaraan gender. Harapannya melalui kegiatan ini para peserta dapat menginplementasikan dalam rumah tangga masing-masing dan kehidupan bermasyarakat.(RB)

 

Pemberdayaan Masyarakat Mengenai Kekerasan Berbasis GenderDan Hak Perempuan Minoritas & Rentan

Kegiatan ini terlaksana di Desa Maholida Kec. Sitellu Tali Urang Julu Kab. Pakpak Bharat pada tanggal 18 November 2022 & di Desa Jontor Kec. Penanggalan Kota Subulussalam Prov. Aceh pada tanggal 6 Desember 2022.

Peserta di desa Maholida berjumlah 21 orang terdiri dari perwakilan: Tokoh Masyarakat 1 laki-laki, Tokoh Perempuan 1, Kepala Desa (laki-laki), Perangkat Desa 5 orang (pr 2 & lk-lk 3), Anggota CU 10 perempuan dan PESADA 3 perempuan.

Peserta di desa Jontor berjumlah 18 orang terdiri dari perwakilan: Tokoh Masyarakat 1 laki-laki, perangkat desa 2 laki-laki, kepala desa 1 laki-laki, anggota CU 12 perempuan, Staf Kesadanta 1 perempuan & PESADA 1 perempuan.
Kegiatan ini dilaksanakan di Kantor Kepala Desa Maholida & desa Jontor dan dibuka oleh Bapak Iswandi Berutu (Kepala Desa Maholida) dan Bapak Edison Berutu (Kepala Desa Jontor) Tim fasilitator dari PESADA (Dinta Solin, Sartika Sianipar & Juliana Berutu). Sesuai dengan mandat program PESADA sampai tahun 2030, salah satu perubahan yang diinginkan PESADA adalah keterlibatan kelompok minoritas. Dalam tujuan ke-4 PESADA disebutkan “Keterwakilan dan kepemimpinan perempuan termasuk kelompok minoritas dijamin dan mendapat pengakuan dari Pemerintah, Lembaga Adat/Agama”. Dan disebutkan dalam teori PESADA, bahwa Minoritas dan rentan dimaknai sebagai para perempuan penyandang disabilitas, Lansia, Perempuan Muda, dan perempuan dari aliran agama tertentu rentan mengalami kekerasan.
Adapun tujuan kegiatan ini adalah:
• Peserta mengetahui kekerasan berbasis gender dan undang-undang yang melindungi perempuan
• Peserta mengetahui pengertian kelompok minoritas dan rentan serta mengenali masalah yang dihadapi minoritas maupun kelompok rentan.
• Melibatkan kelompok minoritas & rentan dalam pembagunan desa
• Menambah wawasan peserta mengenai UU yang melindungi Perempuan dan anak.
Di dalam kegiatan ini, peserta menyampaikan hal-hal yang dipahami dan masalah yang sering dihadapi kelompok minoritas & rentan. Kemudian PESADA menyampaikan hasil FGD mengenai kelompok minoritas & rentan di Kab. Pakpak Bharat. (SS)

Perayaan Ulang Tahun ke 32 PESADA

Setiap bulan Oktober, Perkumpulan Sada Ahmo (PESADA) merayakan ulang tahun. Perayaan dilaksanakan melalui Hybrid Zoom, pada hari Selasa tanggal 18 Oktober 2022. Dengan tema: “PESADA Komit dan Eksis Untuk Kekuatan Ekonomi Politik Perempuan Akar Rumput Yang Berkelanjutan dan Berpengaruh”. Peserta yang hadir  90 orang ( 79 perempuan, 11 laki-laki), perwakilan dari oranganisasi dampingan PESADA (SPUK, FMS, FPM, CUB) 26 orang (12 perempuan, 2 laki-laki), Penyintas 2 perempuan, Perempuan Potensial 3 orang, Perwakilan Pemerintah Desa 1 laki-laki-laki-laki, Perwakilan Dinas P3A 4 perempuan, Anggota Perkumpulan 6 orang ( 4 perempuan, 2 laki-laki), Dewan Pengurus & Pengawas PESADA 4 orang (2 perempuan, 2 laki-laki), Jaringan PESADA 12 orang ( Anggota PERMAMPU, PETRASA, YDPK, FAMM, BITRA, SAWG, Aktifis Perempuan, CDRM), Personil CU KESADANTA 17 orang (15 perempuan, 2 laki-laki), Personil PESADA 17 orang (15 perempuan, 2 laki-laki).

Perayaan 32 tahun PESADA, diadakan bersamaan dengan perayaan Hari Perempuan Pedesaan, Hari Pangan Sedunia serta Hari Anti Pemiskinan. PESADA menggunakan kesempataan ini untuk berefleksi, mengucap syukur dan menguatkan komitmen dalam melakukan penguatan gerakan perempuan akar rumput. PESADA konsisten melakukan pengoranganisasian perempuan akar rumput, penguatan ekonomi perempuan, pendampingan perempuan korban kekerasan dan advokasi kebijakan untuk pemenuhan hak-hak perempuan.

Advokasi pendampingan perempuan korban kekerasan hingga saat ini masih menghadapi tantangan dengan minimnya anggaran, perspektif penegak hukum yang tidak berpihak kepada perempuan dan kecendrungan mendiamkan kasus kekerasan terhadap perempuan bahkan memilih untuk berdamai.  Selain ini, masih ditemukan minimnya pemahaman perempuan mengenai hak kesehatan seksual dan repoduksi.

Kondisi politik di Indonesia tidak ramah pada perempuan, masih mengandalkan politik uang, ikatan perimordialisme dan dikuasai sekelompok orang yang ingin mengamankan kekuasaannya.

Untuk mengawali refleksi PESADA, sebagai pengantar Frans Toegimin (Anggota Perkumpulan) menyampaikan kilas balik 32 tahun PESADA.

PESADA melakukan refleksi  keberadaan PESADA sebagai oranganisasi penguatan perempuan di tengah pemulihan ekonomi dunia pasca Covid-19, pengakuan dan dukungan pemerintah terhadap keberadaan NGO dan  kesiapan menghadapi Pemilu 2024. Diskusi Refleksi 32 tahun PESADA dengan melihat perubahan yang terjadi secara individu, komunitas dan lembaga, tantangan yang dihadapi, yang perlu dibenahi dan yang akan dikerjakan menjelang PEMILU tahun 2024.

Diharapkan Refleksi 32 tahun PESADA, personil bersama oranganisasi dampingan PESADA, semakin menguatkan komitmen untuk memperjuangkan pemenuhan hak-hak perempuan akar rumput, mengaktualisasikan visi, misi PESADA dalam menghadapi tahun 2023/2024, Pemilu dan ancaman krisis ekonomi serta memperoleh masukan serta rekomendasi PESADA untuk perbaikan manajemen dan program ke depan. (DS)

Peringatan Hari Kesehatan Seksual Perempuan Konsorsium PERMAMPU “Pendidikan Sex dalam Keluarga menuju Keluarga Pembaharu.”

Setiap tahun di tanggal 4 September diperingati sebagai Hari Hak Kesehatan Seksual & Reproduksi. Untuk tahun 2022, Konsorsium PERMAMPU merayakannya pada hari Kamis, tanggal 8 September 2022, melalui aplikasi ZOOM.

Meski UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS no 12 tahun 2022) telah disahkan, kita percaya bahwa Pendidikan Sexual yang Komprehensif sebagaimana hasil analisis kita sejak memulai Konsorsium sangatlah mendesak. Untuk itu PERMAMPU telah menerbitkan Buku Pegangan Bagi Orang Tua “Pendidikan Ketubuhan dan Kesehatan Reproduksi” di akhir tahun 2019 dan mengembangkan Keluarga Peduli HKSR. . Seiring waktu, Permampu semakin melihat betapa Keluarga adalah fondasi bila ingin mengadakan perubahan, khususnya dalam konteks ini, menurun bahkan terhapusnya kekerasan seksual terhadap perempuan. Keluarga perlu diperbaharui pola pikir dan pola relasi di antara seluruh anggota keluarga, saling menghargai, menghormati, penuh empati. Dengan demikian Keluarga Pembaharu dengan berbagai bentuk keluarga tetapi bersatu sebagai unit terkecil dalam masyarakat sebagai pelaku perubahan menuju masyarakat yang adil gender. Untuk itu, Permampu akan merayakannya dengan mendengarkan dan mempelajari 8 pengalaman dari 8 keluarga yang berasal dari 8 provinsi dampingan anggota Konsorsium.

Perayaan dihadiri oleh seluruh perwakilan dampingan Konsorsium PERMAMPU: FKPAR, Keluarga Peduli HKSR, Credit Union/Koperasi, FPM, dan jaringan masing-masing dengan perhitungan sekitar 10/lembaga.