Perayaan IWD Di Wilayah Dairi


Perayaan IWD ( International Women Day ) wilayah Dairi diselenggarakan pada tanggal 13 Maret 2019 di Pusdipra Sidikalang. Peserta yang hadir berjumlah 90 orang (pr 88 & lk 2) yang merupakan perwakilan dari CU Pesada Perempuan 76 orang, KELPUM 4 orang SPUK (Suara Perempuan Untuk Keadilan) 1 orang , FKPAR (Forum Komunitas Perempuan Akar Rumput) 1 orang, FMS (Forum Multi Stakeholder) 1 orang, Penyintas 2 orang dan Staf Pesada 5 orang. Tema perayaan IWD tahun ini adalah Pilih Caleg Perempuan dan Jangan Golput .
Tahun 2019 merupakan tahun politik bagi bangsa Indonesia, pendidikan politik menjadi salah satu rangkaian acara untuk memberikan pemahaan kepada perempuan mengenai hak politik perempuan, partisipasi dan keterwakilan perempuan di PEMILU 2019, dalam kesempatan ini hadir 2 orang Calon Legislatif Perempuan Dapil 1 Kab. Dairi yaitu

  1. Dunen Nainggolan, Caleg dari Partai PDIP nomor urut 9. Ibu ini merupakan anggota CU Pesada dan didukung penuh oleh CUPP dan Pesada melalui dana Partisipasi Politik Perempuan. Visi : memperjuangkan hak dan aspirasi perempuan untuk kesejahteraan rakyat. Misi: kesehatan, pendidikan, pertanian , seni dan budaya.
  2. Dr. Marini Stannie, S.IP, M.Pd.K Caleg dari Partai PSI nomor urut 3. Ibu ini merupakan Akademisi yang berjuang untuk pemberdayaan perempuan dan anak yang bertujuan sama-sama sehat, cerdas, dan kerja untuk Dairi.


Kedua Caleg ini melakukan dialog dengan peserta, masing masing Caleg menyampaikan Visi dan Misinya, serta membuat kontrak politik dengan kedua caleg. Peserta sangat antusias untuk mewujudkan keterwakilan perempuan, dapat dilihat dengan banyaknya harapan yang mereka sampaikan apabila Calon terpilih dapat memperjuangkan aspirasi mereka seperti kurangnya dokter spesialis anak di rumah sakit, meningkatkan pelayanan untuk ibu bersalin dengan memastikan dokter kandungan ada di tempat, adanya perhatian kepada harga produk pertanian dan peternakan, pendidikan yang berkwalitas, pertanian organic dan ketersediaan PPL di desa. Dukungan penuh dari perempuan sangat diharapkan untuk mewujudkannya, kedua Caleg berharap suara perempuan untuk perempuan tanpa politik uang.
Setelah berdialog dengan Caleg perempuan, peserta memperoleh kesempatan untuk melakukan pemeriksaan IVA 20 orang dan tes Gula Darah 36 orang yang difasilitasi oleh Team Medis dari Puskesmas Batang Beruh.

#13032019(ES/SS)

Perayaan IWD Di Wilayah Langkat


PESADA (Perkumpulan Sada Ahmo), Gerakan Forum Perempuan Muda Langkat, FMS Lancang Kuning, FKPAR & Caleg Perempuan bersama-sama memperingati Hari Perempuan yang diperingati setiap tanggal 8 Maret. Sebagai Rangkaian acara PESADA melakukan kegiatan disetiap daerah salah satunya di Langkat yang diselenggarakan di Gedung KNPI Stabat Rabu (13 Maret 2019 ) pukul 09.00 wib sampai pukul 17.00 wib dengan peserta sebanyak 124 orang (114 pr & 10 lk).
Adapun tujuan acara ini digelar untuk memperoleh pemahaman mengenai hak-hak perempuan untuk mendorong kepemimpinan perempuan, membangun strategi dan dukungan untuk memilih dan memenangkan perempuan, memperkenalkan caleg perempuan dampingan Pesada yang maju di Pemilu 2019, serta penandatanganan kontrak politik dengan para Caleg Perempuan bersama dengan konstituen .

Caleg perempuan yang hadir dalam acara IWD ini ada 7 orang, diantaranya: Armenia, Elmi, Elni, Samsiah, Soviana, Sismiyati Caleg Kabupaten Langkat dan Jenni Berutu Caleg DPR RI. Kemudian menyepakati kontrak politik dengan para Caleg perempuan, FKPAR, FMS, dan Forum Perempuan Muda. Point-pont kontrak politik kaitannya dengan kebutuhan dan kepentingan perempuan.


Setelah itu pukul 15.00 WIB para peserta diajak untuk jalan santai mulai dari gedung KNPI ke simpang Alun-alun kemudian mutar balik kembali ke gedung KNPI sambil menyanyikan lagu perjuangan perempuan dan membawa spanduk bertuliskan Pilih Perempuan, Jangan Golput.
Penegasan tolak politik uang/ serangan fajar dan jadi pemilih cerdas.

Gunakan hak politik kita sebagai pemegang kedaulatan di tanggal 17 April 2019

Pilih Perempuan, JANGAN GOLPUT


#13032019 (GMS)

Perayaan Hari Perempuan Internasional/Internasional Womens Day Dan Dukungan Kepada Caleg Perempuan di Kabupaten Humbang Hasundutan Jelang Pemilu 2019


Setiap tahun di bulan Maret Pesada senantiasa merayakan Hari Perempuan Sedunia. Tahun 2019 ini, Pesada juga merayakan hari Perempuan Internasional di 4 Kabupaten, yakni Pakpak Bharat, Dairi, Humbang Hasundutan dan Gunungsitoli. Perayaan tahun ini berbeda dari tahun sebelumnya karena pada tahun ini, Caleg Perempuan yang berasal dari dampingan Pesada dan didukung oleh CU Pesada Perempuan diundang untuk hadir dan sekaligus berkontrak politik dengan peserta khususnya yang berasal dari Daerah Pemilihan caleg Perempuan tersebut.
Di Humbang Hasundutan, Perayaan Hari Perempuan Internasional dilakukan di Aula GKPI Doloksanggul dengan peserta 100 perempuan yang merupakan perwakilan perempuan anggota CU, perempuan muda dan pemilih pemula. Kegiatan ini diawali dengan pendidikan politik mengenai hak-hak perempuan, kuota dan affirmative action. Dilanjutkan dengan mendiskusikan point-point yang akan dimuat dalam kontrak politik sesuai dengan kebutuhan dan persoalan perempuan yang akan diperjuangkan oleh caleg perempuan apabila menang dan duduk menjadi anggota DPRD dan dilaksanakan penandatanganan kontrak politik antara peserta dengan caleg perempuan di Humbang Hasundutan, dalam hal ini Sanggul Rosdiana Manalu.

Sore harinya dilaksanakan aksi turun ke jalan untuk menyerukan agar masyarakat Humbang Hasundutan memilih dan memenangkan perempuan di Pemilu 2019.

Gunakan hak politik kita sebagai pemegang kedaulatan di tanggal 17 April 2019

Pilih Perempuan, JANGAN GOLPUT


#Humbang Hasundutan, 12032019. (BP)

Perayaan Hari Perempuan International Di Wilayah Pakpak Bharat


Pesada bersama dengan perwakilan kelompok CU, SPUK (Suara PerempuanUntuk Keadilan), FKPAR (Forum Komunitas Perempuan Akar Rumput), FPM (Forum Perempuan Muda), FMS (Forum Multi Stakeholder) dan Kelompok Remaja dampingan Pesada, melaksanakan perayaan Hari Perempuan Internasional pada hari Senin tanggal 11 Maret 2019 di wilayah Kabupaten Pakpak Bharat bertempat di Balenta Traju.
Sehubungan tahun ini merupakan tahun politik, tema yang diangkat Pilih Caleg Perempuan & Jangan Golput.
Perayaan ini menghadirkan Rismawati Bancin Caleg Perempuan kader generasi pertama Pesada, yang telah aktif sejak tahun 1994 dan terakhir menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan CU Pesada Perempuan. Dan berkontrak politik dengan SPUK sebagai organisasi independen perempuan akar rumput untuk kepemimpinan perempuan di arena publik.

Kegiatan ini juga sebagai ruang pendidikan politik dan mendorong peserta untuk memilih perempuan yang berpihak kepada perempuan dan agar JANGAN GOLPUT sekaligus berkontrak politik dengan Caleg perempuan yang didukung.

Gunakan hak politik kita sebagai pemegang kedaulatan di tanggal 17 April 2019

Pilih Caleg Perempuan, Pilih Presiden/Wapres Peka Gender

JANGAN GOLPUT

#@11032019 (MP)

Pendidikan Politik di Kelompok CU


Menyambut Pesta Demokrasi, Pemilu 17 April 2019, berbagai aktifitas dilakukan Pesada untuk menjadikan kelompok perempuan cerdas memilih. Apalagi saat ini, jumlah perempuan yang menjadi caleg lebih dari 30%. Pesada dan kelompok perempuan harus bekerja keras untuk memenangkan caleg perempuan, sehingga tidak sekedar menjadi calon.
Oleh karena itu, sejak Januari 2019, Pesada bekerja sama dengan CU Pesada PEREMPUAN dan Suara Perempuan untuk Keadilan (SPUK) melakukan Pendidikan Politik di kelompok dampingan. Harapannya, perempuan menjadi pemilih cerdas dan mendukung kepemimpinan perempuan.
Peserta memperoleh pengetahuan bahwa tanggal 17 April 2019, untuk pertama kali Indonesia akan melaksanakan pemilihan serentak, di mana yang akan dipilih adalah:

  1. Presiden dan Wakil Presiden
  2. DPD-RI
  3. DPR-RI
  4. DPRD Provinsi
  5. DPRD Kabupaten/kota

Setiap orang yang namanya terdaftar sebagai pemilih tetap akan mendapatkan 5 surat suara seperti gambar di bawah ini :

Kesempatan ini digunakan para caleg perempuan dukungan Pesada untuk berbagi informasi visi misi mereka serta harapan agar kelompok perempuan dan keluarganya memilih caleg perempuan.

Mari bergerak bersama untuk memenangkan caleg perempuan!
Harapannya seluruh perempuan dampingan Pesada memilih perempuan mulai dari DPRD Kabupaten hingga DPR-RI & DPD.

Pilih Perempuan, Jangan Golput! (BP)

Autraliasian Aid Conference, Canberra


Tanggal 19-20 February, Kate Shanahan (team leader Mampu/Cowater), Nani Zulminarni (Dir.Pekka) dan Dina Lumbantobing (Koord.Permampu) menghadiri Autraliasian Aid Conference di Canberra. Di tanggal 20, Team presentasi mengenai kerja Mampu di Indonesia. Secara khusus Dina Lumbantobin mewakili tema 4, tentang contoh keberhasilan kerja kolektif mitra Mampu untuk Advokasi Kebijakan Penghapusan Perkawinan Anak di Bengkulu (Cahaya Perempuan Wcc, Kpi Wilayah Bengkulu, Pupa, PKBI dll.).

Respons peserta cukup baik, banyak pertanyaan dan bahkan 1- 2 peserta menyatakan minatnya untuk belajar mengenai pelibatan FMS dan gerakan akar rumput. Secara khusus peserta dari DFAT dan Pimpinan Cowater dari Ottawa menyatakan kegembiraannya atas performa Mampu di lokakarya tersebut.
Tentu ini semua adalah berkat kerjasama team yang baik di semua tingkatan.

Siaran Pers WCC Sinceritas-PESADA

Siaran Pers WCC Sinceritas-PESADA
Nomor: 09/D.5/P.J. Sinceritas/Pesada-Mdn/II/2019

Perempuan Penyandang Disabilitas khususnya Anak Perempuan

Rentan Terhadap Kekerasan Seksual dan Perkosaan Incest.

Sepanjang tahun 2018, WCC Sinceritas-Pesada menangani secara langsung 159 kasus perempuan korban kekerasan. Mayoritas kasus untuk perempuan dewasa cenderung sama pola maupun jumlah sebagaimana di tahun-tahun sebelumnya, yaitu KDRT sebanyak 81 kasus (51%) dan kekerasan di arena publik sebanyak 44 kasus (28%). Meski WCC Sinceritas-Pesada dimaksudkan untuk penanganan perempuan non anak dan tidak mempunyai keahlian untuk disabilitas, namun kasus Kekerasan Terhadap Anak Perempuan/KTAp terus mengalir dan didominasi oleh kekerasan seksual sebanyak 34 kasus (21%). Yang mengejutkan, bukan hanya jumlah anak perempuan yang meningkat, tetapi juga perempuan penyandang disabilitas yang mengalami kekerasan seksual semakin terlihat dengan jelas. Terdapat 6 kasus yang ditangani WCC Sinceitas-Pesada di 2018, salah satu kisahnya sbb:
Ros, seorang anak perempuan berumur 13 tahun. Masih kelas 5 SD, dari sebuah desa. Dia penyandang disabilitas, berkebutuhan khusus karena tidak mampu mendengar dan berbicara. Ros mengalami perkosaan oleh dua laki-laki dewasa yang juga keluarga besarnya, yang berumur 2 kali bahkan sampai 4 kali lipat umurnya; yaitu Paman X 35 tahun, dan Kakek Y 60 tahun. Ros kemudian hamil dan baru diketahui oleh gurunya (bukan keluarga) setelah usia kehamilan 7 bulan. Ros menjadi Ibu berusia anak, yang mempunyai bayi. Dan dia, penyandang disabilitas.
Dari kasus di atas, korban mengalami beberapa lapis issue yang menyangkut bukan hanya jenis kelamin dan usia anak, tetapi jenis disabilitas yang dialami oleh Ros, dan hubungan dengan pelaku yang sangat tidak seimbang secara umur, ditambah dengan hubungan keluarga. Bahkan kemungkinan besar keluarga abai terhadap jadwal haid Ros, sehingga 7 bulan usia kehamilan tidak diketahui oleh keluargaataukah pura-pura tidak tahu???
Kasus kekerasan seksual yang dialami perempuan terutama anak perempuan penyandang disabilitas jauh lebih serius daripada kekerasan seksual biasa. Meski dalam kategori disabilitas Ros disebut sebagai penyandang disabilitas fisik, tetapi ketidak tahuan atas hak yang harus dipenuhi dan perlindungan atas hak-hak tersebut belum disadari oleh banyak keluarga dan masyarakat di sekitar para penyandang disabilitas. Disabilitas fisik akan selalu berpengaruh terhadap intelektualitas karena keterbatasan akses terhadap pendidikan misalnya, dan rasa kurang percaya diri bahkan ketakutan yang berakibat secara psikis. Apalagi bila pelaku kekerasan (perkosaan) adalah orang tua, masih keluarga, dan sebagainya.
Indonesia telah mengeluarkan UU No.8 tahun 2016 untuk perlindungan disabilitas Tetapi meski UU telah hampr berusia 3 tahun, tetapi pemahaman umum (keluarga dan masyarakat serta lembaga pendidikan) masih minim, bahkan terkadang APH (Aparat Penegak Hukum) masih belum memahami betul isi UU tersebut. Di pasal 1 disebut bahwa Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Selain pengertian disabilitas di pasal 5 ayat satu UU ini menyebut 22 hak penyandang disabilitas, a.l. keadilan dan perlindungan hokum, dan bebas dari tindakan diskriminatif, penelantaran, penyiksaan dan eksploitasi. Khusus untuk perempuan, hak penyandang disabilitas dimuat di pasal 5 ayat dua yaitu: hak atas kesehatan reproduksi; menerima atau menolak penggunaan alat kontrasepsi;mendapatkan pelindungan lebih dari perlakuan diskriminasi berlapis; dan untuk mendapatkan pelindungan lebih dari tindak kekerasan, termasuk kekerasan dan eksploitasi seksual.
Dalam pengalaman mendampingi kasus penyandang disabilitas, WCC Sinceritas- Pesada mengalami berbagai tantangan, a.l. kesulitan mengambil kronologi kasus dan dalam mendampingi saat pengaduan di Kantor Polisi. Saat pengambilan keterangan, tenaga ahli tidak selalu tersedia, dan bahkan sulit. Ahli yang paham bahasa isyarat ataupun bisa menterjemahkan apa yang dimaksud korban, termasuk menenangkannya apabila timbul rasa takut dan berbagai reaksi lainnya. Terlebih bila kasusnya adalah perkosaan incest atau dugaan pelaku adalah anggota keluarga dan orang-orang dekat, akan sangat kesulitan untuk memberi kesaksian. Pengambilan keterangan dari anggota keluarga sering terhambat dengan berbagai alasan.
Berdasarkan pengalaman dalam beberapa tahun terakhir, WCC Sinceritas-Pesada percaya bahwa jumlah kasus yang ditangani menjadi petunjuk banyaknya kasus yang tidak selalu dapat langsung terdengar dan ditangani. Kasus terdengar ke luar rumah hanya ketika korban hamil, atau tertangkap basah sedang mengalami kekerasan.
Untuk itu WCC Sinceritas-Pesada menghimbau:

  1. Agar seluruh keluarga yang mempunyai anggota keluarga penyandang disabilitas memahami kebutuhan dan permasalahan berbeda yang dialami penyandang disabilitas, terutama perempuan dan anak perempuan. Hak-hak mereka atas pendidikan, kesehatan reproduksi dan pengetahuan mengenai tubuh, khususnya kepercayaan diri dan keberanian melawan kekerasan seksual sangat mendesak
  2. Agar seluruh masyarakat mempelajari isi UU RI No 8 Tahun 2016 dan peka terhadap kebutuhan keluarga-keluarga yang mempunyai anggota keluarga penyandang disabilitas, memahami kebutuhan khusus mereka dan bersedia membantu apabil terdapat masalah yang dihadapi, atau diduga bermasalah. Bersedia melapor dan menjadi saksi bila terjadi kasus pelanggaran hukum.
  3. Agar APH memahami kebutuhan khusus dalam pemenuhan hak penyandang disabilitas, khususnya dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan penyadang disabilitas. Termasuk pendampingan khusus dan ketersediaan saksi ahli.
  4. Agar Pemerintah Daerah di Provinsi Sumatera Utara mengembangkan kebijakan yang inklusif untuk pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas.
  5. Agar Pemerintah dan DPR RI mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

Penyandang disabilitas, khususnya perempuan mempunyai tantangan yang berbeda karena tubuhnya. Mereka mempunyai hak azasi yang yang harus dikenali, dididik, dilindungi, dan dipenuhi.

Medan, 25 Februari 2019.
Dina Lumbantobing
Koordinator

No.HP 082164289869, WA 082164666615

 

Siaran Pers WCC Sinceritas-PESADA

Siaran Pers WCC Sinceritas-PESADA
Nomor: 09/D.5/P.J. Sinceritas/Pesada-Mdn/II/2019

Perempuan Penyandang Disabilitas khususnya Anak Perempuan

Rentan Terhadap Kekerasan Seksual dan Perkosaan Incest.

Sepanjang tahun 2018, WCC Sinceritas-Pesada menangani secara langsung 159 kasus perempuan korban kekerasan. Mayoritas kasus untuk perempuan dewasa cenderung sama pola maupun jumlah sebagaimana di tahun-tahun sebelumnya, yaitu KDRT sebanyak 81 kasus (51%) dan kekerasan di arena publik sebanyak 44 kasus (28%). Meski WCC Sinceritas-Pesada dimaksudkan untuk penanganan perempuan non anak dan tidak mempunyai keahlian untuk disabilitas, namun kasus Kekerasan Terhadap Anak Perempuan/KTAp terus mengalir dan didominasi oleh kekerasan seksual sebanyak 34 kasus (21%). Yang mengejutkan, bukan hanya jumlah anak perempuan yang meningkat, tetapi juga perempuan penyandang disabilitas yang mengalami kekerasan seksual semakin terlihat dengan jelas. Terdapat 6 kasus yang ditangani WCC Sinceitas-Pesada di 2018, salah satu kisahnya sbb:
Ros, seorang anak perempuan berumur 13 tahun. Masih kelas 5 SD, dari sebuah desa. Dia penyandang disabilitas, berkebutuhan khusus karena tidak mampu mendengar dan berbicara. Ros mengalami perkosaan oleh dua laki-laki dewasa yang juga keluarga besarnya, yang berumur 2 kali bahkan sampai 4 kali lipat umurnya; yaitu Paman X 35 tahun, dan Kakek Y 60 tahun. Ros kemudian hamil dan baru diketahui oleh gurunya (bukan keluarga) setelah usia kehamilan 7 bulan. Ros menjadi Ibu berusia anak, yang mempunyai bayi. Dan dia, penyandang disabilitas.
Dari kasus di atas, korban mengalami beberapa lapis issue yang menyangkut bukan hanya jenis kelamin dan usia anak, tetapi jenis disabilitas yang dialami oleh Ros, dan hubungan dengan pelaku yang sangat tidak seimbang secara umur, ditambah dengan hubungan keluarga. Bahkan kemungkinan besar keluarga abai terhadap jadwal haid Ros, sehingga 7 bulan usia kehamilan tidak diketahui oleh keluargaataukah pura-pura tidak tahu???
Kasus kekerasan seksual yang dialami perempuan terutama anak perempuan penyandang disabilitas jauh lebih serius daripada kekerasan seksual biasa. Meski dalam kategori disabilitas Ros disebut sebagai penyandang disabilitas fisik, tetapi ketidak tahuan atas hak yang harus dipenuhi dan perlindungan atas hak-hak tersebut belum disadari oleh banyak keluarga dan masyarakat di sekitar para penyandang disabilitas. Disabilitas fisik akan selalu berpengaruh terhadap intelektualitas karena keterbatasan akses terhadap pendidikan misalnya, dan rasa kurang percaya diri bahkan ketakutan yang berakibat secara psikis. Apalagi bila pelaku kekerasan (perkosaan) adalah orang tua, masih keluarga, dan sebagainya.
Indonesia telah mengeluarkan UU No.8 tahun 2016 untuk perlindungan disabilitas Tetapi meski UU telah hampr berusia 3 tahun, tetapi pemahaman umum (keluarga dan masyarakat serta lembaga pendidikan) masih minim, bahkan terkadang APH (Aparat Penegak Hukum) masih belum memahami betul isi UU tersebut. Di pasal 1 disebut bahwa Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Selain pengertian disabilitas di pasal 5 ayat satu UU ini menyebut 22 hak penyandang disabilitas, a.l. keadilan dan perlindungan hokum, dan bebas dari tindakan diskriminatif, penelantaran, penyiksaan dan eksploitasi. Khusus untuk perempuan, hak penyandang disabilitas dimuat di pasal 5 ayat dua yaitu: hak atas kesehatan reproduksi; menerima atau menolak penggunaan alat kontrasepsi;mendapatkan pelindungan lebih dari perlakuan diskriminasi berlapis; dan untuk mendapatkan pelindungan lebih dari tindak kekerasan, termasuk kekerasan dan eksploitasi seksual.
Dalam pengalaman mendampingi kasus penyandang disabilitas, WCC Sinceritas- Pesada mengalami berbagai tantangan, a.l. kesulitan mengambil kronologi kasus dan dalam mendampingi saat pengaduan di Kantor Polisi. Saat pengambilan keterangan, tenaga ahli tidak selalu tersedia, dan bahkan sulit. Ahli yang paham bahasa isyarat ataupun bisa menterjemahkan apa yang dimaksud korban, termasuk menenangkannya apabila timbul rasa takut dan berbagai reaksi lainnya. Terlebih bila kasusnya adalah perkosaan incest atau dugaan pelaku adalah anggota keluarga dan orang-orang dekat, akan sangat kesulitan untuk memberi kesaksian. Pengambilan keterangan dari anggota keluarga sering terhambat dengan berbagai alasan.
Berdasarkan pengalaman dalam beberapa tahun terakhir, WCC Sinceritas-Pesada percaya bahwa jumlah kasus yang ditangani menjadi petunjuk banyaknya kasus yang tidak selalu dapat langsung terdengar dan ditangani. Kasus terdengar ke luar rumah hanya ketika korban hamil, atau tertangkap basah sedang mengalami kekerasan.
Untuk itu WCC Sinceritas-Pesada menghimbau:

  1. Agar seluruh keluarga yang mempunyai anggota keluarga penyandang disabilitas memahami kebutuhan dan permasalahan berbeda yang dialami penyandang disabilitas, terutama perempuan dan anak perempuan. Hak-hak mereka atas pendidikan, kesehatan reproduksi dan pengetahuan mengenai tubuh, khususnya kepercayaan diri dan keberanian melawan kekerasan seksual sangat mendesak
  2. Agar seluruh masyarakat mempelajari isi UU RI No 8 Tahun 2016 dan peka terhadap kebutuhan keluarga-keluarga yang mempunyai anggota keluarga penyandang disabilitas, memahami kebutuhan khusus mereka dan bersedia membantu apabil terdapat masalah yang dihadapi, atau diduga bermasalah. Bersedia melapor dan menjadi saksi bila terjadi kasus pelanggaran hukum.
  3. Agar APH memahami kebutuhan khusus dalam pemenuhan hak penyandang disabilitas, khususnya dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan penyadang disabilitas. Termasuk pendampingan khusus dan ketersediaan saksi ahli.
  4. Agar Pemerintah Daerah di Provinsi Sumatera Utara mengembangkan kebijakan yang inklusif untuk pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas.
  5. Agar Pemerintah dan DPR RI mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

Penyandang disabilitas, khususnya perempuan mempunyai tantangan yang berbeda karena tubuhnya. Mereka mempunyai hak azasi yang yang harus dikenali, dididik, dilindungi, dan dipenuhi.

Medan, 25 Februari 2019.
Dina Lumbantobing
Koordinator

No.HP 082164289869, WA 082164666615

Siaran Pers Pesada

Mengecam KEKOSONGAN PEREMPUAN di Bawaslu 19 Kabupaten/Kota dan MINIMNYA PEREMPUAN di BAWASLU seluruh SUMUT Periode 2018-2023.

Siaran Pers PESADA No: 49/D.7/Pesada/Koord.Sinceritas/VIII/2018

Tindakan khusus percepatan jumlah perempuan melalui quota pada dasarnya telah digariskan di berbagai peraturan negara. Salah satu yang paling nyata adalah di di UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu pada pasal 92 ayat 11 yang menyebutkan bahwa KOMPOSISI KEANGGOTAAN BAWASLU, BAWASLU PROVINSI, DAN BAWASLU KABUPATEN/KOTA MEMPERHATIKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN PALING SEDIKIT 30% (TIGA PULUH PERSEN).

Tetapi pada kenyataannya hasi seleksi baru-baru ini menjukkan hanya 1 perempuan dari 7 anggota Bawaslu Provinsi Sumut, atau sama dengan 14%. Sementara di Bawaslu Kabupaten & Kota, hanya 15 perempuan dari 115 orang anggota, atau sama dengan 13%. Jauh di bawah 30%!

Untuk Bawaslu Kab/Kota, perempuan hanya berada di 9 Kabupaten dan 5 Kota, yaitu: Kab. Tapanuli Tengah, Langkat, Karo, Deli Serdang, Asahan, Dairi, Nias Selatan dan Humbang Hasundutan, Padang Lawas Utara, Kota Pematang Siantar, Sibolga, Binjai, Tebing Tinggi dan Gunung Sitoli. Untuk Kota Tebing Tinggi, terdapat 2 perempuan dari 3 anggota (66%), sementara di 19 Kab.kota kosong perempuan. SUNGGUH IRONIS!

PESADA sebagai lembaga penguatan perempuan mempertanyakan komitmen bahkan mengecam Panitia Seleksi Bawaslu Provinsi Sumut Periode 2018-2023 mengenai pentingnya perempuan dalam proses pemilihan sebagai salah satu indicator demokrasi khususnya dalam menjaga kualitas pemilihan.

Kekosongan di sebagian besar wilayah tingkat dua dan rendahnya prosentase perempuan secara keseluruhan adalah wajah dari ketidak perdulian tim seleksi terhadap pentingnya keterwakilan bahkan kesetaraan perempuan dan laki-laki di semua institusi publik, sebagaimana diamanahkan dalam UU RI No 7 tahun 2017 dan Nawacita, sub-agenda prioritas 2 dari agenda prioritas kedua (membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya), yaitu meningkatkan peranan dan keterwakilan perempuan dalam politik dan pembangunan .

Kebijakan affirmative untuk perempuan yang seyogyanya berada di prosentase paling minim yaitu 30%, sejauh ini terlihat hanya sebatas himbauan dari Pemerintah, yang cenderung diabaikan dan pelanggarannya tanpa sanksi. Ini sangat jelas terlihat dari hasil seleksi seperti tersebut di atas.

Bila demikian, bagaimana pertanggung-jawaban Tim Seleksi sebagai sebuah tim yang bertanggung jawab untuk jalannya demokrasi? Adakah demokrasi tanpa keterwakilan minimal perempuan di seluruh lembaga pelaksana khususnya pengawasan seperti Bawaslu??? Apakah demokrasi telah menjadi arena transaksi sebagaimana telah disampaikan oleh beberapa calon perempuan dan dugaan umum berbagai pihak? Bagi Pesada ini adalah pelanggaran UU dan Kekerasan Politik Sistematis kepada Perempuan.

Minimnya keterwakilan Perempuan dalam Keanggotaan Bawaslu Se-Sumut tersebut harus menjadi peringatan bagi Tim Seleksi KPU Provinsi dan Kab/Kota di Sumatera Utara agar konsisten menjalankan amanat pasal 10 (ayat 7) UU RI No 7 Tahun 2017. Pesada perlu mengingatkan bahwa komposisi keanggotaan KPU, yaitu keanggotaan KPU Provinsi, dan keanggotaan KPU Kabupaten/Kota harus menunjukkan secara konkrit keterwakilan perempuan, paling sedikit 30% (tiga puluh persen).

KETERWAKILAN PEREMPUAN ADALAH AMANAH, MANDAT DAN KEWAJIBAN.

Medan, 15 Agustus 2018

A.n. PESADA

Dina Lumbantobing

Manajemen Pengetahuan & Jaringan, Koord.WCC Sinceritas

Contact Person (Dina Lt.-WA 082164666615 dan King Ronald Silalahi-081314035304).