Rapat Anggota Tahunan Kopwan Pesada PEREMPUAN ke-14

Rangkaian acara Rapat Anggota Tahunan ( RAT) Kopwan Pesada PEREMPUAN ke-14 hari pertama diawali dengan “Mengenang dan mendoakan saudari Rouli Manurung: Remembering and praying our beloved sister: Rouli Manurung”. Dimana satu wakil dari setiap wilayah menceritakan kisah lucu, menyenangkan dari almarhum. Setelah itu dilanjutkan dengan peningkatan kapasitas kepada pengurus. Dengan mengundang narasumber :

  1. Hak perempuan atas tanah ( Sertifikat Elektronik) — Drs Rasmon Sinamo (Kakan BPN Kab. Dairi)
  2. SDG’s Desa – Dian Kartika Sari ( Yayasan Bambu Lestari)
  3. Memahami Norma Adat dan melawan politik uang dalam konteks PILKADES ( Mutsyuhito Solin -Akademisi dan Wakil Bupati Pakpak Bharat )
  4. Menelisik posisi dan hak politik perempuan dikepemimpinan desa ( Dina Lumbantobing)
  5. Tantangan dan peluang calon KEPDES ( Martina Sembiring).

Para narasumber menyampaikan informasi dengan baik dan dapat menambah pengetahuan perempuan. Harapan ke depan semakin banyak perempuan yang muncul menjadi pemimpin di desa.

Tema RAT tahun ini adalah ”Penguatan Hak Perempuan Atas Tanah dan Peningkatan Kepemimpinan Perempuan Melalui Desa Inklusi Dalam Pemenuhan SDGs Desa”.

RAT hari kedua 31 Maret 2021, Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pengurus dan Penilaian Dewan Pengawas dipimpin oleh pimpinan sidang yang terdiri dari Ketua Roslina Sidabutar, Sekretaris Patar Situmorang dan Anggota Delima Pandiangan.

Laporan pertanggungjawaban Dewan Pimpinan diterima oleh anggota dengan catatan menindaklanjuti beberapa perbaikan dalam menangani masalah – masalah yang terjadi di unit. Dengan tetap saling kerjasama antara sesama pengurus dan eksekutif. Aturan 2021 telah ditetapkan dengan melengkapi penjelasan dari beberapa point dalam aturan. Untuk Struktur Kopwan Pesada PEREMPUAN tahun 2021 ada penambahan kepengurusan untuk masing-masing wilayah, supaya pelayanan kepada anggota lebih maksimal kedepan. Acara diakhiri dengan pemberian hadiah kepada pengurus dan unit terbaik. Untuk tahun buku 2020 pengurus terbaik adalah dari Unit Matahari-Dairi, Unit Dalanta Keke-Pakpak Bharat dan Unit Ariandoro-Tapanuli Tengah. Unit terbaik tahun buku 2020 adalah Unit Marsada-Jumantuang, Unit Maduma-Adian para-para dan Unit Lias Ate-Nantabar. Selamat atas terpilihnya menjadi pengurus dan unit terbaik, semoga kedepan kita semua menjadi yang terbaik.

Dalam kesempatan ini juga kami ucapkan terimakasih kepada undangan yang telah hadir yaitu Utusan dari Pemkab Dairi diwakili oleh Bapak S.Ch Bancin Asisten II bidang perekonomian, Ibu Ika Dora Ginting mewakili Dinkop Provsu, Bapak Ronald Sitopu mewakili Disperindagkop Kab. Dairi, Ibu Nurita Purba Disperindagkop Kab. Pakpak Bharat dan Ibu Pinka Hutapea mewakili Dinas Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak Kab.Dairi. Kak Samsidar Pengurus PESADA yang diwakilkan oleh Kak Dinta, Sdr. Ridwan Samosir Direktur PETRASA. Dan apresiasi kepada seluruh pengurus unit dan panitia pelaksana dimana acara kita berjalan dengan baik dan memperoleh banyak pengetahuan untuk kemajuan organisasi kedepan. “ Bersama CU kita Bangkit dan Sejahtera”. (Dok. Kopwan CUPP).

PESADA Audiensi ke Dinas Pertanian Kabupaten Humbang Hasundutan

Persoalan besar dalam menghadapi pandemic Covid-19 ini muncul dari perempuan petani Kabupaten Humbang Hasundutan yang menyampaikan dan mengeluh betapa merosotnyya harga produk pertanian mereka.  Hasil panen tidak sesuai dengan modal dan biaya  operasional yang sudah dikeluarkan bahkan product tani yang tidak terjual jadi terbuang dan tidak bermanfaat.

Persoalan selanjutnya yaitu  usaha ternak babi yang sudah musnah dimana ternak babi juga sangat membantu pendapatan keluarga karena ternak babi merupakan usaha yang dikuasai perempuan, lancar dan cepat berputar. Ternak babi juga sangat dibutuhkan  pada pesta adat Batak sehingga tinggi permintaan terhadap ternak ini dan makanannya sangat mudah didapat dan tidak membutuhkan biaya yang tinggi, sehingga hasil ternak bisa menjanjikan untuk memenuhi kebutuhan keluarga,pendidikan anak dan kebutuhan lainnya.

Mengetahui persoalan tersebut PESADA dan dampingan beraudiensi ke Dinas Pertanian Humbang Hasundutan, dan audiensi ini di sambut oleh Ibu Ida Manullang sebagai Sekretaris Dinas Pertanian pada hari Jumat, 19 Maret 2021.  Ibu Ida Manullang juga menyampaikan pengalamannya selama mendampingi  petani di Humbang Hasundutan yaitu kurangnya kesadaran petani untuk meningkatkan produksi pertaniannya. Juga menyampaikan bahwa Kabupaten Humbang Hasundutan adalah salah satu wilayah program nasional lumbung pangan/food estate dan program ini sudah terlaksana dan sedang proses di Kabupaten Humbang Hasundutan.Ibu Manullang sebagai Sekretaris Dinas Pertanian menyampaikan kalau  Dinas Pertanian  akan bekerja keras lagi untuk mendampingi  petani. Saat ini, pengelolaan food estate diserahkan kepada kelompok tani berdasarkan hamparan lahan di lokasi food estate.

Adapun informasi dari audiensi tersebut adalah :

  1. Pentingnya perempuan masuk ke Kelompok Wanita Tani (KWT) yang sudah ada desa, untuk memastikan akses perempuan akan program Pemerintah terkait pertanian.
  2. Pentingnya peningkatan kapasitas pengelolaan produk pertanian  (petani bawang merah, putih, jagung dan kentang)
  3. Kabupaten Humbang Hasundutan focus dengan program nasional yaitu lokasi Food Estate dan bisa menjadi  agro wisata.
  4. Pengadaan alat pertanian yang maksimal buat petani di Kabupaten Humbang Hasundutan.

Terkait merosotnya harga product pertanian, Ibu  Ida Manullang sebagai Sekretaris menyampaikan kalau tindakan yang sudah dilakukan untuk penanganan persoalan tersebut adalah Pemerintah sudah memberikan subsidi untuk harga product(kasus;harga cabe anjlok) di mana Pemerintah Humbang Hasundutan menanggulangi kerugian dengan menampung cabe dengan harga 2 kali dari harga pasar.

Untuk persoalan ke 2  Ibu Ida Manullang sebagai Sekretaris memberikan jawaban kalau usaha ternak babi belum bisa digalakkan kembali sebelum virus cholera berakhir dan kabupaten Humbang Hasundutan bersih dari virus tersebut.

Mendengar jawaban tersebut PESADA dan dampingan akan mempelajari lebih dalam seperti apakah pengelolaan food estate yang ada di Humbang Hasundutan yang berpihak kepada Petani Perempuan dan masyarakat miskin, hak milik tanah, daerah agro wisata, dan pembelajaran lain terkait  food estate.

PESADA bersama Dampingan Beraudiensi ke Kantor Bupati Humbang Hasundutan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pada hari Jumat, 19 Maret 2021, perwakilan FKPAR, FMS PESADA dari Kabupaten Humbang Hasundutan melakukan audiensi  ke kantor Bupati Humbang Hasundutan dan audiensi PESADA tersebut disambut oleh Bapak Asisten III yaitu Bapak Drs.Janter Sinaga dengan Bapak Rudi Hutasoit dari Kesos.

PESADA bersama dampingan memperkenalkan program yang sudah dilaksanakan seperti  memperjuangkan hak-hak perempuan, Hak Kesehatan Seksual & Reproduksi, pendampingan perempuan korban kekerasan, termasuk pencegahan perkawinan anak, dengan pemenuhan HKSR Perempuan serta penguatan ekonomi perempuan akar rumput untuk gerakan ekonomi yang setara gender, inklusif dan berkelanjutan.PESADA juga melakukan penguatan keterwakilan dan kepemimpinan perempuan dan kelompok minoritas untuk perlawanan terhadap patriarkhi, fundamentalis, primordialisme dan oligarki mulai dari pedesaan dengan lembaga adat dan agama. Dampingan juga menyampaikan betapa beruntungnya perempuan Humbang Hasundutan setelah mengenal PESADA yang membuat perempuan sadar akan haknya, berani dan terlibat di rapat-rapat desa.  Kesempatan ini juga digunakan untuk   menyampaikan persoalan yang dihadapi selama pandemi Covid-19 ,

Oleh sebab itu Bapak Asisten III Bapak Drs.Janter Sinaga & Kesos Bapak Rudi Hutasoit menyambut dengan hangat serta memberikan respon seperti :

OPD Humbang Hasundutan terbuka dan harus menerima PESADA sebagai mitra,

  • PESADA dan dampingan bisa menghadiri musrenbang desa, kecamatan dan kabupaten
  • PESADA dalam bidang pendidikan, kesehatan pertanian, & PM2PA sangat mendukung dan diterima dengan baik  dan PESADA adalah mitra pemerintah
  • Dampingan PESADA diusulkan untuk aktif di kelompok tani yang sudah ada di desa .
  • Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan  akan memfasilitasi pembuatan pertanian organic di kelompok kebun keluarga.

PESADA juga menggunakan kesempatan ini untuk menyatakan selamat atas kepemimpinan baru di Kabupaten Humbang Hasundutan, semoga semakin banyak program yang berpihak kepada perempuan

Akhir audiensi Bapak Asisten III  Bapak Drs. Janter Sinaga menyampaikan akan menjalin komunikasi yang baik dan berkelanjutan dengan PESADA.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

#Kota Kita Kovid Seri Kota Medan – Pandemi Bersemi, Ruang Terbuka Sepi?

Vassilisa Agata, 8 March 2021

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Aktivitas olahraga di atap rumah sakit
Sumber: Dokumentasi pribadi dr. Delyuzar, 2020

 

Merdeka Walk, pusat kuliner ruang terbuka menjadi destinasi rekomendasi selama beberapa tahun terakhir di Medan. Selama waktu itu pula, Komunitas Taman menyuarakan untuk menutup area tersebut. Pusat kuliner tersebut berada di area Lapangan Merdeka Medan, sebuah situs sejarah penting bagi masyarakat Medan. “Sekarang alam yang menutup area tersebut!” Miduk Hutabarat, aktivis Komunitas Taman, melihat pandemi sebagai momentum. Bukan saja untuk kembali memperjuangkan Lapangan Merdeka, tetapi juga mendefinisikan kembali fungsi ruang terbuka hijau di Medan.

“Pemerintah dan media memiliki framing masing-masing dalam melihat pandemi. Penting bagi kita untuk menyuarakan perspektif warga.” Untuk mewujudkannya, ia berkolaborasi dengan rekan-rekan dari beragam latar belakang. Dalam sebuah diskusi virtual, tujuh tokoh berbagi perspektif tentang potensi pengembangan ruang terbuka hijau kota Medan.

Apa sebenarnya yang dimaksud dengan ruang terbuka hijau perkotaan?

Dina Lumbantobing, Koordinator Women Crisis Center Sinceritas Pesada, mengawali perspektifnya dengan memaparkan peraturan kementrian terkait. Berdasarkan Permen 1/2007, Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) adalah kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Permen tersebut mensyaratkan setiap kota harus memiliki sedikitnya 20% RTHKP, sementara kenyataannya di Medan baru memiliki 7%. Selain permasalahan luas, pemerintah juga telah mengatur sembilan pemanfaatan RTHKP di Permen PU 05/PRT/M/2008 yang secara garis besar mencakup cerminan identitas kota, sarana aktivitas perekonomian, sosial, rekreasi, dan ekologis. Dalam peraturan tersebut tertuang RTHKP ditujukan sebagai sarana aktivitas sosial yang setara untuk semua golongan, dari anak-anak, remaja, dewasa, dan manula. Namun, Dina Lumbantobing mempertanyakan dari perspektif kaum marginal.

Seberapa banyak yang warga tahu tentang manfaat dan hak warga terhadap RTHKP tersebut? Apa tantangan yang dihadapi oleh publik dalam mengakses RTHKP?

Menjawab pertanyaan tersebut, Dina Lumbantobing memaparkan beberapa tantangan yang dihadapi oleh masyarakat. Pertama, kesenjangan akses. Area taman umumnya terletak di area privat, seperti perumahan, menengah ke atas, jauh dari pemukiman menengah ke bawah. Kedua, jalur transportasi yang tidak selalu mendukung untuk mengakses ruang hijau terbuka yang tersedia, terutama untuk keamanan pejalan kaki yang berada di area tersebut. Faktor berikutnya adalah kenyamanan dan kebersihan selama berada di ruang terbuka. Sampah yang terlihat di ruang-ruang terbuka hijau, tidak adanya toilet publik, hingga minimnya fasilitas yang mendorong orang menggunakan RTHKP. Akses bagi semua orang juga menjadi tantangan yang berulang muncul. Apakah jalan setapak bisa diakses oleh kaum difabel? Apakah penerangan kota membuat perempuan merasa aman berada di ruang terbuka hijau saat malam? Bagaimana dengan premanisme, orang dengan gangguan jiwa, yang terkadang ditemukan berkeliaran? Seringkali ruang terbuka hijau dikonstruksi untuk memenuhi estetika dan ekologis, tetapi tidak bisa digunakan oleh warga.

Meuthia Fadila, Ketua Asosiasi Pusat Studi Wanita/Gender dan Anak Indonesia (ASWGI), dan Yurisna Tanjung, Ketua Pusat Studi Gender & Anak (PSGA) UMSU, juga memaparkan pentingnya memikirkan RTHKP yang ramah anak. Ruang Bermain Ramah Anak (RBRA) tercakup dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. RBRA mengakomodasi kegiatan bermain anak, dari kandungan dalam kandungan hingga sebelum 18 tahun, yang aman, nyaman, terlindung dari kekerasan dan tindakan diskriminatif. RBRA didesain untuk menjadi ruang mengembangkan kecerdasan intelektual, sosial, motorik, dan bahasa. Dari observasi tim Meuthia Fadila dan Yurisna Tanjung, pemerintah kota Medan belum memenuhi kebutuhan ini.

Sebenarnya, desain dan fasilitas RBRA tidak rumit, malah diusahakan untuk murah dan sederhana, tetapi tetap sesuai dengan kebutuhan penggunanya, termasuk anak-anak difabel. Area tidak perlu luas tetapi minimal memiliki 5 jenis permainan yang kreatif dan inovatif menggunakan kearifan lokal. RBRA ini haruslah gratis untuk diakses semua pihak. Saat ini, kebutuhan untuk rekreasi anak masih tergantung sekali pada kemampuan ekonomi keluarga, karenanya peran pemerintah kota penting untuk menutupi kesenjangan antarkelas.

Di awal pandemi, tantangan akses terhadap RTHKP menjadi semakin jelas. Awalnya, pemerintah menutup taman kota, hutan kota, lapangan, dan RTHKP lain untuk menghindari terjadinya kerumunan. Namun penutupan ini kontraproduktif dengan anjuran pemerintah untuk memperbanyak olahraga demi meningkatkan imun tubuh.”Obat yang penting bagi kita: vitamin D dari sinar matahari. Nah, tapi bagaimana orang mau berolahraga, tapi tempatnya padat? Bagaimana kita yakin untuk berolahraga dengan aman dengan tidak pakai masker, kalau RTHKP kita tidak menjamin untuk bisa berjarak atau tidak berkerumun?” dr. Delyuzar dari Jaringan Kesehatan Masyarakat mendukung pemaparan yang diberikan Bu Dina Lumbantobing. Dengan jumlah pasien rumah sakit yang membludak karena COVID, juga masih ditambah pasien dari penyakit lainnya, dr. Delyuzar juga mencermati kebutuhan ruang terbuka hijau di dalam area rumah sakit.

“Kalau kita nonton sinetron, pasien diantarkan keluarganya ke taman-taman rumah sakit,” dr. Delyuzar mendeskripsikan cerminan realitas berbeda yang diangkat media. “Tapi ini sudah hampir tidak ada lagi di bangunan rumah sakit modern. Padahal, bangunan rumah sakit yang sesungguhnya harusnya ada taman.”

Observasi singkat Komunitas Taman terhadap RTHKP menunjukkan semakin sepinya taman dan lapangan kota yang biasanya dipadati oleh warga. Komunitas Taman melakukan observasi di lima area yakni Lapangan Merdeka, Lapangan Benteng, Taman Ahmad Yani, Stadion Teladan, dan Taman Beringin. Meskipun mobilitas masyarakat terbatas selama pandemi, tetapi data dari Google Mobility menunjukkan hal yang berbeda. Jono Sianipar dari Kawal Kovid Sumut memaparkan data mobilitas penduduk Sumatra Utara dari April hingga November 2020. Data tersebut mendata pergerakan pengguna Google secara anonim yang menyalakan pengaturan pelacakan lokasi.

Berkebalikan dengan observasi awal Komunitas Taman yang menemukan berkurangnya keramaian publik di ruang terbuka hijau, data ini  menunjukkan adanya akses yang signifikan ke area taman. Aktivitas belanja dan rekreasi juga berada di garis normal. Meskipun data ini tidak bisa mewakili perilaku masyarakat Medan, temuan ini bisa menjadi awal baru untuk meneliti perubahan kebutuhan masyarakat terhadap RTHKP. Berangkat dari potensi inilah, juga kesempatan untuk menciptakan skenario baru terhadap RTHKP, Miduk Hutabarat, aktivis Komunitas Taman, bekerja sama dengan Destanul Aulia, dari Medan City Merdeka merencanakan sebuah survei persepsi dan kebutuhan warga terhadap RTHKP.

Apa saja rekomendasi untuk skenario RTHKP setelah pandemi?

“Pandemi ini hanya sebagai pemicu. Pedoman kita bagi aktivis untuk mendorong kebijakan kota,” ungkap Miduk Hutabarat, “Seluruh warga mengakses ruang terbuka, bukan hanya untuk kesehatan saja, tetapi juga sarana bertemu dengan warga lain. Ini juga akan meningkatkan kualitas hidup kita sebagai makhluk sosial.”

Rekomendasi pertama diberikan oleh dr. Delyuzar yang menekankan pentingnya ruang terbuka hijau di bangunan rumah sakit. Ia berangkat dari eksistensi sanotarium. Dulu, saat TBC belum ditemukan obatnya, para pasien diisolasi keluar kota di daerah dataran tinggi seperti Brastagi, Bukittinggi, dan Lembang. Sanatorium lebih mirip seperti tempat peristirahatan, alih-alih rumah sakit yang kaku, dengan ruang terbuka hijau yang luas sebagai tempat pasien berjemur dan bersosialisasi. Konsep seperti inilah yang dibutuhkan di rumah sakit modern.

Di sebuah RS di Medan, digagas oleh aktivis LSM. Direktur RSnya mantan direktur BKBI. Dokter yang s2 dan s3nya hukum kesehatan. Di bagian atas RS tersebut ada ruang terbuka, pasien bisa melakukan kegiatan berjemur, ada instruktur olahraganya, ada pertemuan sosial. RS lain terkurung di kamar masing-masing. Hal ini sudah coba diterapkan di RS Santa Elisabeth Medan. Pasien COVID-19 bisa berjemur dan melakukan olahraga di atap rumah sakit yang disediakan sebagai ruang terbuka yang bisa diakses pasien.

Saat ini, rumah sakit umumnya tidak memiliki ruang khusus untuk menangani pasien COVID. Perlu ada zona yang memisahkan interaksi antarpasien dan kerabat pasien di dalam rumah sakit. Tingkat kematian petugas kesehatan juga masih tinggi, meski sudah mengenakan APD lengkap. Ruang terbuka hijau di lingkungan rumah sakit juga mendukung kesehatan pasien. Di sanalah, pasien bisa berjemur, berolahraga dan berjarak antarorang, serta tetap ada interaksi sosial.

Jono Sianipar memberikan rekomendasi berikutnya tentang RTHKP, khususnya setelah melihat interaksi di tengah pandemi. Pertama, RTHKP perlu diperluas dan dibangun merata. dengan menyeimbangkan fungsi sosial dan kesehatan masyarakat. Hal ini bisa diwujudkan dengan mendesain kerapatan vegetasi yang mempertimbangkan ruang gerak warga. Pembangunan terpusat perlu dihindari untuk memperpendek jarak perjalanan warga dalam mengakses RTHKP. Kedua, protokol kesehatan dan kelengkapan sanitasi penting disediakan demi keamanan dan kenyamanan warga. Protokol kesehatan tersebut mencakup, pembatasan jenis aktivitas, jadwal kunjungan untuk membatasi kerapatan pengunjung. Ketiga, jalur transportasi dan parkir kendaraan, termasuk untuk pejalan kaki dan pesepeda, perlu didesain. Akses ini juga termasuk tersedianya internet di RTHKP. Jono Sianipar juga menyarankan kewenangan pengelolaan diarahkan ke tingkat kelurahan untuk memastikan meratanya pengelolaan.

Kesetaraan akses untuk setiap warga juga menjadi fokus dari Dina Lumbantobing. Salah satunya adalah pelibatan kaum perempuan, anak, kaum difabel, lansia, dan keluarga miskin di desain perkotaan. Menggunakan metode partisipatif untuk menggali kebutuhan semua pihak demi terciptakan ruang publik yang inklusif, nyaman, dan aman. Selain itu, perencanaan desain kota perlu didukung oleh pengumpulan data, analisis, dan penggunaan data terpilah berdasarkan jenis kelamin, usia, etnis, identitas gender, kebutuhan khusus kaum difabel, dan meliputi semua kelas masyarakat. Khusus untuk perempuan, pentingnya perspektif untuk memadukan ruang khusus perempuan dan ruang ramah perempuan. Selain perempuan, anak juga merupakan pihak yang penting dalam desain kota. Meuthia Fadila dan Yurisna Tanjung mendorong adanya ruang terbuka hijau dan ruang bermain ramah anak di setiap lingkungan perumahan dan kecamatan. Pihak sekolah juga perlu menyediakan halaman sekolah untuk bermain dan beraktivitas. Selama masa pandemi, penting juga bagi pemerintah kota dan sekolah untuk menyediakan akses ke RBRA dengan protokol kesehatan yang memadai. Berada di rumah saja juga memengaruhi kesehatan mental dan perkembangan kecerdasan sosial anak. Desain kota yang multiperspektif penting untuk peningkatan kualitas kota. Banyaknya alih fungsi lahan RTHKP dan pembangunan lahan untuk komersialisasi perlu diimbangi dengan pembangunan pusat aktivitas lain seperti taman budaya, gedung kesenian, rekreasi, dan penghijauan. Keseimbangan ini demi kualitas hidup masyarakat yang ada di dalam ruang kota. Mengutip dr. Delyuzar, “Kita menjamin kesejahteraan warga dengan keberadaan ruang terbuka yang bisa meningkatkan daya tahan masyarakat.”

 

https://bukuhariankorona.org/kotakitakovid-seri-kota-medan-pandemi-bersemi-ruang-terbuka-sepi/

PERAYAAN IWD KONSORSIUM PERMAMPU VIRTUAL

Kumpulan siaran Pers IWD 8 Maret 2021.

 

 

 

Audiensi PESADA Bersama DPRD Perempuan ke Dinas Kesehatan dan Dinas PMDPPA & KB Kabupaten Pakpak Bharat

Perkumpulan Sada Ahmo (PESADA) adalah salah satu lembaga ORNOP yang focus untuk penguatan perempuan. Salah satu kegiatan memastikan kelompok perempuan berpartisipasi dalam pembangunan desa melalui Musrenbang, hal ini untuk menyuarakan program berkaitan isu perempuan.

PESADA telah melaksanakan diskusi kritis bersama kelompok perempuan dengan mengidentifikasi program yang akan disampaikan dalam Musrenbang Desa sampai Musrenbang Kabupaten dan usulan tersebut dikomunikasikan dengan Dinas terkait untuk di programkan tahun berikutnya.
Berkaitan dengan itu, PESADA bersama Ibu Rismawati Bancin Anggota DPRD perempuan Kabupaten Pakpak Bharat yang merupakan dukungan Kelompok Perempuan/Suara Perempuan Untuk Keadilan (SPUK) dampingan PESADA, melakukan audensi dengan Kepala Dinas PMDPPA & KB dan Kepala Bidang Kesehatan Ibu & Anak Kab. Pakpak Bharat pada hari Kamis, 25 Februari 2021.

 

Adapun usulan program yang  disampaikan melalui Dinas Kesehatan terkait  sebagai berikut :

  1. Sosialisasi pentingnya pemeriksaan kanker serviks/leher rahim dan payudara/Sadari melalui kelompok perempuan.
  2. Pemeriksaan tes IVA (Inspeksi Visual Asam asetat) melalui organisasi perempuan ( CU, perwiritan, PKK dll.)
  3. Memaksimalkan kegiatan Posyandu dengan sosialisasi isu kesehatan seksual dan reproduksi perempuan dengan menerapkan protokoler kesehatan
  4. Replikasi OSS&L (One Stop Service and Learning) pengelolaan informasi layanan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi Perempuan di luar Puskesmas Sukaramai dan Kecupak.

Dengan hari yang bersamaan, dilanjutkan audensi dengan Dinas PMDPPA & KB Pakpak Bharat. Adapun usulan program yang disampaikan sebagai berikut :

  1. Sosialisasi kepada para tokoh agama, tokoh adat dan kaum laki-laki mengenai UU Perlindungan perempuan dan anak (UU PKDRT no 23 tahun 2004, UU No 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak, UU no. 16 tahun 2019 tentang revisi UU perkawinan) dan pentingnya kepemimpinan perempuan.
  2. Menggagas PERDA Pengarus Utamaan Gender (PUG) Kabupaten Pakpak Bharat
  3. Menggagas PERDA dan PERDES mengenai Pencegahan dan Perlindungan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
  4. Menggagas PERDES mengenai Partisipasi Perempuan dalam Pembangunan Desa
  5. Sosialisasi SDGs Desa kepada Kepala Desa dengan tujuan menerapkan SDGs Desa
  6. Menggagas Desa Ramah Perempuan dan Anak bagian dalam  pencapaian indikator SDGs pada poin 5 yaitu Desa Berkesetaraan gender

Melalui audensi tersebut, diharapkan  instansi terkait  tetap berkolaborasi dengan PESADA melalui kelompok perempuan yang telah diinisiasi sebagai wadah diskusi kritis bagi perempuan  untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi perempuan dalam pembangunan.(JB) Continue reading “Audiensi PESADA Bersama DPRD Perempuan ke Dinas Kesehatan dan Dinas PMDPPA & KB Kabupaten Pakpak Bharat”

Dialog & Kontrak Politik SPUK dengan Kandidat Bupati dan Wakil Bupati Pakpak Bharat. “Mewujudkan Pilkada 2020 yang bersih, sehat, bebas dari Praktek politik uang dan isu Primordialisme”

Traju, 17 November 2020

 

Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) akan dilaksanakan secara serentak di beberapa Kabupaten/Kota pada tanggal 09 Desember 2020 mendatang, Kabupaten Pakpak Bharat termasuk salah satunya. Namun di banyak Pilkada ternyata belum mampu mendapatkan pemimpin yang sesuai dengan kehendak rakyat, khususnya perempuan dan kelompok marjinal lainnya. Tak sedikit calon Kepala Daerah yang malah terpidana kasus korupsi atau penyalahgunaan wewenang dalam menjalankan tugasnya. Selain itu praktek Pilkada yang demokratis dan bersih juga masih mengalami hambatan seperti maraknya politik uang, kampanye negative berbau SARA, penjaringan pemimpin ditentukan oleh kekuatan modal, minim kandidat perempuan, dan menurunnya partisipasi pemilih.

Kelompok marjinal, khususnya kelompok perempuan, sering sekali hanya menjadi objek dari pesta demokrasi rakyat.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, ditemukan adanya sosialisasi dari tim pemenangan yang tidak memaparkan Visi Misi dan program kerja yang akan dilakukan kandidat apabila terpilih, namun sosialisasi yang diberikan ke masyarakat mengarah kepada isu sara/primordialisme. Dibutuhkan keseriusan kandidat bukan hanya mengenai isu sara/primordialisme dan maraknya praktek politik uang namun  perlu juga memperhatikan persoalan dan kepentingan perempuan, anak dan kelompok marginal sebagai bagian dari warga negara. Hal ini berkaitan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/SDGs yang menekankan agar semua orang terlibat dalam proses pembangunan (No One Left Behind).

Dalam mendorong partisipasi perempuan di Pilkada, SPUK bersama dengan PESADA sebagai lembaga pendamping telah melakukan rangkaian kegiatan Pendidikan Pemilih di unit-unit CU dampingan PESADA.

Suara Perempuan Untuk Keadilan (SPUK) adalah dampingan PESADA yang bertujuan untuk menghimpun perempuan untuk mewujudkan hak-hak sipil politik dan social ekonomi perempuan di wilayah dampingan PESADA.  SPUK memandang perlunya melakukan pendidikan politik dan kampanye agar perempuan mengetahui hak-hak politiknya dan agar perempuan menjadi pemilih yang cerdas dan berintegritas untuk memilih kepala darah yang mampu memperjuangkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat terutama perempuan, anak, disabilitas, lansia dan kelompok marginal lainnya. Selain itu juga SPUK mendorong tradisi tanggung gugat pemilih dengan kandidat untuk meningkatkan kualitas Pilkada.

Selain melakukan pendidikan pemilih di kelompok CU pada moment Pilkada,  SPUK Pakpak Bharat  bekerjasama dengan PESADA dan CU Pesada PEREMPUAN mengadakan Dialog & Kontrak Politik SPUK dengan Kandidat Bupati dan Wakil Bupati, dengan tema “Mewujudkan Pilkada 2020 Yang Bersih, Sehat, Bebas Dari Praktek Politik Uang dan Isu Primordialisme”. Kegiatan ini berlangsung pada tanggal 17 November 2020 bertempat di TC BALENTA Traju Pakpak Bharat.

Acara dialog  dihadiri 30 orang peserta  terdiri dari perwakilan pengurus SPUK, Dewan Pimpinan CU Pesada PEREMPUAN, Forum Perempuan Muda (FPM), dan FKPAR (Forum Komunikasi Perempuan Akar Rumput).

Kegiatan ini mengundang narasumber dari KPU dan Bawaslu Pakpak Bharat serta Ketua SPUK. Namun KPU berhalang hadir hanya ada dua narasumber dari Bawaslu Pakpak Bharat (Mawardi Tumanggor  dan Joharmiko Siregar)  dan Ketua SPUK, menyampaikan  materi “Mewujudkan Pilkada Yang Bersih, Sehat, Bebas Dari Praktek Politik Uang dan  Isu Primordialisme di masa pandemi Covid-19”.

Pada pertemuan ini juga  mengundang kedua Kandidat Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pakpak Bharat untuk berdialog bersama peserta dan memberikan paparan terkait Agenda Politik Isu  Perempuan. Diselah padatnya kampanye yang sedang berlangsung kedua Kandidat menghadiri dialog tersebut dengan waktu yang berbeda dan bersedia menandatangani kontrak politik dengan Ketua SPUK dan para saksi dari CU Pesada Perempuan, FKPAR (Forum Komunitas Perempuan Akar Rumput) dan PESADA. (MP/JB)

Selamat Hari Tani Buat Dampingan PESADA

Pengembangan Kedaulatan Pangan Keluarga Pada Masa Covid- 19

Melihat dampak dari wabah Covid – 19 ini banyak dampingan PESADA yang mengalihkan pekerjaan menjadi petani seperti usaha  penjahit, penenun, usaha kantin sekolah, usaha fotocopy, jajanan  dan usaha lainnya hingga saat ini focus dengan menanam tanaman palawija  dengan memanfaatkan lahan sekitar lingkungan ataupun bertanam metode hidroponik minimal terpenuhinya pangan keluarga yang tinggal di kota ataupun pinggir kota.

Dampingan PESADA mayoritas petani dengan bertani dapat memenuhi kebutuhan keluarga, pendidikan anak, adat, serta biaya lainnya. Dampingan PESADA yang tinggal di desa tetap bertani padi, kopi, cabe, coklat, kemiri, jeruk dan jagung  serta tanaman musiman seperti buah rambutan, durian, jengkol, petai dll dimana proses pengolahan product pertanian ini membutuhkan waktu yang lama.

Peta pertanian dampingan PESADA adalah :

Pada Masa Covid-19, PESADA mendampingi Petani dengan

  1. Memotivasi  untuk persediaan pangan  :  Sesuai taksiran hingga saat ini bahwa kita tidak tahu   kapan Covid-19 berakhir, oleh sebab itu kita harus waspada dan mempersiapkan diri untuk kedaulatan pangan.
  2. Berdasarkan dampak  ekonomi yang terjadi pada kita seperti tingkat penghasilan menurun, tetapi kita harus mengkonsumsi B2SA, oleh sebab itu kita perlu melakukannya tanpa ada pengeluaran yaitu dari alam kembali ke alam.
  3. Peserta mampu menghasilkan produk pertanian organic yang sehat pada masa pandemic Covid-19.
  4. Memastikan peserta terpenuhinya/tersedia kedaulatan pangan untuk keluarga dan desa.

Dengan tujuan tersebut  PESADA bersama dampingan  Kelompok Kebun Keluarga

untuk pembuatan bokasi dengan bahan  sebagai berikut

  • Kotoran ternak (babi, ayam, kerbau, kambing)
  • Dedak / sekam padi
  • Daun jagung yang sudah tua, daun-daunan muda, daun bamboo yang sudah tua, daun sirisi-risi
  • Batang pisang, lamtoro, bunga matahari liar (sipaet-paet)
  • Gula merah atau gula pasir 1 kg, kulit coklat, kopi.
  • EM4 (pencucian kopi ateng ) 10 ember

 

Peralatan yang dibutuhkan :

  • Terpal untuk menutup bokasi agar terhindar langsung dari matahari dan hujan
  • Parang untuk mencincang daun- daunan
  • Cangkul atau sekop untuk mencampur / mengaduk bahan-bahan
  • Telenan kayu untuk alas mencincang daun-daunan.

Cara pembuatan pupuk bokasi :

  • Menyediakan tempat pembuatan bokasi
  • Semua daun-daunan & bahan lainnya di cincang
  • Semua bahan dicampur dan diaduk hingga rata
  • Siramkan EM4 ( pencucian kopi ateng yang pertama) sambil dilakukan pengadukan
  • Setelah semua bahan tercampur, tutup dengan plastic untuk menghindari sinar matahari langsung dan air hujan.
  • Dilakukan pengadukan 2 kali dalam seminggu dan disiramkan EM4 secukupnya untuk mendapatkan hasil yang baik dan mempercepat pembusukan. Kurang lebih 1 bulan kompos sudah dapat dipergunakan ke lahan apabila suhunya telah stabil.

Keterangan dari bahan  :

  • Bahan tanaman lamtoro : mengandung SP 36 berfungsi untuk mempercepat batang & buah tanaman.
  • Bunga matahari liar (sipaet-paet) : mengandung urea berfungsi untuk  daun tanaman
  • Batang jagung, daun bamboo yang sudah kering: mengandung KCL berfungsi untuk merangsang batang
  • Air cucian kopi pengganti EM 4

 

Bahan-bahan yang kita butuhkan di atas adalah ada dan kita dapatkan di sekitar lingkungan daerah dampingan petani yang mudah kita manfaatkan dan proses pengolahannya juga mudah hanya dituntut  kemauan dan keinginan petani untuk maju,

Pada masa Covid-19 ini Petani melalui kelompok kebun keluarga bersungguh-sungguh untuk pembuatan bokashi tersebut dengan taksiran ±500 – 1.000 kg  dengan target minimal tersedianya bokashi untuk tanaman sendiri dan jika lebih akan menambah pendapatan kelompok kebun keluarga.(ES)