Tulisan
Diskusi Kritis Pemahaman & Strategi Petani Menghadapi Food Estate
Pada tanggal 28 Oktober di TC Balenta Simpang Jambu Desa Traju, PESADA melaksanakan diskusi kritis mengenai pemahaman & strategi petani menghadapi Food Estate. Peserta yang hadir dalam diskusi kritis ini berjumlah 29 orang terdiri dari perwakilan Tomas (tokoh masyarakat) 4 org (pr 1 & lk 3), Todat (tokoh adat) 4 lk, pengurus CU 8 perempuan, perangkat desa 8 org (pr 3 & lk 5), kelompok tani 4 org (pr 1 & lk 3), Kades 1 lk. Peserta diundang dari desa Pardomuan/Kuta Ujung dan Laembula, Ulu Merah, Lae Langge, Singgabur, Namuseng dan Cikaok di Kecamatan STTUJulu di Kab. Pakpak Bharat, dimana desa ini sudah mulai pemetaan dan pembersihan lahan untuk program food estate. Acara dilakukan secara semi virtual melalui zoom meeting dengan menghadirkan narasumber dari Lembaga KSPPM oleh Bapak Rocky Pasaribu (Koordinator Study Advokasi KSPPM) menyampaikan mengenai “Pemahaman dan Strategi Petani Advokasi Kebijakan Program Food Estate”. Dalam bahan narasumber menyampaikan dengan jelas dampak positif dan negative bagi masyarakat/petani dengan adanya program food estate.
Adapun penyelenggara kegiatan dari Tim PESADA oleh Dinta Solin (Direktur Eksekutif) dan Sartika Sianipar (Supervisor wilayah Pakpak Bharat & Singkil) menyampaikan mengenai pandangan PESADA terhadap program food estate dari prespektif perempuan/isu gender dan dampak Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi perempuan. Di dalam Teori Perubahan PESADA bahwa kebijakan & praktik Food Estate yang berada di wilayah dampingan dinilai tidak sejalan dengan penguatan kedaulatan petani, khususnya perempuan petani dalam memproduksi sumber pangan yang beragam dan sehat. Food Estate yang berbasis modal koorporasi akan berpotensi semakin menghilangkan hak petani atas tanah dan meminggirkan mereka dalam sistem pertanian pangan. Khususnya mengingat petani-petani perempuan adalah juga anggota masyarakat adat yang minim akses apalagi kontrol terhadap tanah dan sumberdaya lainnya.
Adapun tujuan diskusi kritis ini adalah: 1) Peserta memahami kebijakan dan praktek pembangunan food estate di Sumatera Utara, 2) Peserta menyadari issu gender & agenda para penguasa, yang berdampak kepada HKSR Perempuan, akses dan control terhadap sumberdaya dan ekologis dari kebijakan dan praktik Food Estate, 3) Perempuan petani memiliki posisi dan sikap kritis berperspektif gender terhadap kebijakan & praktik Food Estate di Pakpak Bharat.
Di dalam diskusi kritis ini peserta menyampaikan situasi/perkembangan program dan pandangan mengenai food estate di desa masing-masing dan masalah yang dihadapi khususnya pemilik lahan yang saat ini sudah dimulai mengerjakan lahan seluas 2 hektar yang akan menjadi lahan program food estate. Diakhir kegiatan masing- masing desa mendiskusikan dengan menyusun rencana tindak lanjut yang akan dilaksanakan desa masing-masing sebagai bentuk advokasi hadirnya program food estate. (SS)