Catatan PESADA dari Perayaan Hybrid Hari Kartini 21 April 2022

“Perkuat Komitmen Perempuan Kepala Desa, DPRD dan DPD

Dalam Memperjuangan Hak-Hak Perempuan”

Nomor: 42/Siaran Pers/PESADA/2022

Pada peringatan Hari Kartini 21 April 2022 yang lalu, PESADA merayakannya dengan menggelar diskusi hybrid berjudul “Memperkuat Komitmen Partisipasi & Kepemimpinan Perempuan Dalam Pembangunan Desa”. Acara ini dihadiri oleh 79 orang (76 perempuan & 3 laki-laki) dari 14 kabupaten dampingan PESADA di Sumatera Utara., Mereka adalah para Kader PESADA, Suara Perempuan Untuk Keadilan (SPUK) beserta Pemimpin Perempuan yang didukung oleh PESADA  yang terdiri 7 orang Perempuan Kepala Desa terpilih; serta  Ibu Sanggul Mardiana Manalu (Perempuan DPRD Humbang Hasundutan) dan Dr. Badikenita Sitepu (Anggota DPD RI Dapil Sumatera Utara).

Pada pertemuan itu, para peserta menyampaikan pandangan mereka atas perjuangan Kartini sebagai perempuan yang mewakili barisan perempuan pejuang di masa penjajahan Belanda. Mulai dari penghormatan atas upaya Kartini untuk memperjuangkan hak atas pendidikan bagi perempuan, melawan tradisi, kematian Kartini saat melahirkan yang menunjukkan masalah kesehatan reproduksi perempuan;  hingga ke inspirasi untuk kepemimpinan perempuan. Secara khusus Dr. Badikenita sebagai salah satu perempuan dukungan PESADA menyampaikan pengalaman mengenai pentingnya belajar terus menerus dan membangun kaukus di antara perempuan seperti di Badan Legislatif. Ini penting untuk memperjuangkan berbagai kebijakan seperti RUU TPKS.

Para Kepala Desa Perempuan dan DPRD terpilih yang berbagi cerita latar belakang menjadi pemimpin, strategi pemenangan, menunjukkan bagaimana pentingnya pendidikan (formal dan informal) membangun kesadaran, kepercayaan diri dan pengetahuan perempuan hingga mampu mengkritisi politik uang, dan berbagai tantangan yang dihadapi dalam masa kepemimpinan.  Sementara beberapa Kepala Desa Perempuan menyebutkan tantangan mereka antara lain nilai-nilai adat yang sangat patriarkhis dan masuk ke semua aspek kemasyarakatan di desa, dan minim kapasitas dalam managemen birokrasi. Para pemimpin perempuan tersebut berharap agar PESADA dan SPUK memberikan dukungan terus bagi mereka agar mampu melaksanakan mandat rakyat khususnya pemilih perempuan. Sementara tantangan khusus yang dihadapi di DPRD di Humbang Hasundutan belum terbangunnya kekompakan diantara sesama anggota DPRD perempuan (saat ini ada 4 orang) untuk memperjuangkan hak-hak perempuan sebagaimana yang tertuang dalam kontrak politik Sanggul Mardiana Manalu dengan SPUK Humbang Hasundutan pada Pemilu 2019 yang lalu.

Oleh karenanya PESADA meyakini perjuangan Kartini dan para pahlawan perempuan lainnya masih harus diperjuangkan terus. Salah satu upaya yang dilakukan adalah menggerakan Suara Perempuan Untuk Keadilan (SPUK) sebagai kader politik perempuan akar rumput untuk mewujudkan pembangunan desa yang lebih berkualitas dan adil. SPUK tidak hanya menjadi gerakan untuk menguatkan suara perempuan ,tetapi menjadi gerakan yang berpengaruh dari tingkat lokal hingga global dengan cara  menjaring, mendidik dan mengawal, mendampingi perempuan potensial menjadi Kepala Desa dan menduduki posisi politik lainnya. Dari hasil Pilkades serentak 2021 yang lalu, terdapat 8 perempuan yang didukung SPUK menjadi Kepala Desa terpilih yang telah menandatangi kontrak politik SPUK yang berisi agenda pemenuhan hak-hak perempuan dalam pembangunan. Para Perempuan Kepala Desa tersebut diharapkan mampu memenuhi mandat  untuk  transformasi pembangunan yang setara & adil gender, berkelanjutan dan inklusif dalam pembangunan mulai dari desa hingga ke level nasional.

Ke depan, PESADA dan SPUK tetap berkomitmen mendampingi Pemimpin Perempuan selama dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya. Saluran dan media komunikasi regular antara SPUK dengan Pemimpin Perempuan akan dilakukan secara teratur melalui bincang-bincang perempuan, peningkatan kapasitas dan dialog politik pada saat reses anggota DPRD/DPD untuk memastikan agenda kontrak politik SPUK dapat dipenuhi. Agar komunikasi lebih efektif terbangun, di akhir perayaan disepakati bahwa PESADA dan SPUK akan menggerakkan Kaukus Parlemen Perempuan di DPRD, membangun Forum Kepala Desa Perempuan di seluruh Kabupaten dampingan PESADA di Sumatera Utara, bahkan di Sumatera Utara; serta menyalurkan aspirasi perempuan SUMUT ke DPD.

Sebagaimana Kartini, Perempuan Pemimpin harus perjuangkan kepentingan Perempuan.

 

Sidikalang, 24 April 2022.

Dinta Solin

Direktur Eksekutif

“RUU TPKS Menempuh Jalan Panjang Berliku Penuh Air Mata”.

Catatan WCC Sinceritas-PESADA Atas Disahkannya

RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Collage/Kolase gambar PESADA -penghargaan atas disahkannya RUU TPKS

Di tengah berbagai masalah yang sedang melanda Indonesia di masa pandemic maupun berbagai isu politik, WCC Sinceritas-PESADA menyampaikan penghargaan kepada  Ibu/Bapak DPR RI yang akhirnya telah mengesahkan RUU TPKS tanggal  12 April 2022. Ini adalah hasil kerja keras, advokasi yang cukup lama dan melelahkan  dari para aktivis yang bernaung di bawah jaringan masyarakat sipil untuk advokasi RUU TPKS serta Forum Pengada Layanan. WCC Sinceritas-PESADA yang sejak tahun 2004 telah bekerja untuk melayani dan mengadvokasi para perempuan korban kekerasan, dan telah cukup lama menunggu keluarnya UU untuk penghapusan Kekerasan Seksual.

Ini disebabkan kasus-kasus Kekerasan Seksual selalu menjadi jenis kekerasan tertinggi kedua setelah KDRT yang ditangani langsung oleh WCC Sinceritas-PESADA. Di tahun 2021 WCC Sinceritas-PESADA menerima pengaduan dan menangani 21 kasus kekerasan seksual dalam berbagai bentuk terhadap anak perempuan, di samping 60 kasus KDRT. Masalah yang sering dihadapi selama ini adalah sulitnya membawa kekerasan seksual ke ranah hokum, khususnya bagi perempuan disabilitas dan perempuan dewasa. Terutama untuk masalah perkosaan yang membutuhkan bukti dan saksi, yang hanya disebut sebagai pencabulan. Demikian pula halnya dengan  kekerasan seksual berbasis elektronik yang  juga semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini. Bahkan di banyak kasus, kekerasan seksual dalam rumah tangga seperti perkosaan incest maupun perkosaan dalam perkawinan masih sangat sulit terungkap. Termasuk masalah aborsi aman yang sulit dijangkau oleh para korban perkosaan.

Tetapi meski masalah perkosaan tidak disebut secara eksplisit, hanya menggunakan  pelecehan seksual fisik dan non-fisiks, WCC Sinceritas-PESADA yakin RUU TPKS ini sedikit banyak diharapkan dapat membantu melindungi perempuan semua umur dari kekerasan seksual. Khususnya kelompok rentan karena umur dan kondisi tubuh. Sembilan bentuk kekerasan seksual dan enam elemen kunci terobosan hokum di dalam RUU TPKS sebagaimana disebutkan dalam  catatatn Kordinator Advokasi Kebijakan, Asosiasi LBH APIK Indonesia, Tim Eksekutif JKP3 & Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual 12 April 2022;  untuk saat ini sudah cukup sebagai payung hukum kasus-kasus kekerasan seksual.

Mengakhiri catatan ini, WCC Sinceritas PESADA dan seluruh divisi penguatan perempuan di keseluruhan lembaga PESADA, menyatakan akan terus terlibat mengawal tahapan lanjutan dari pengesahan RUU TPKS ini, yaitu dalam advokasi berupa monitoring dan desakan keluarnya Peraturan Pemerintah, serta kelengkapan seluruh struktur dan instrument pendukung.

Negara yang besar adalah negara yang melindungi perempuan dari kejahatan kemanusiaan, yaitu kekerasan seksual.

Medan, 13 April 2022

Dina Lumbantobing

Koordinator WCC Sinceritas-PESADA.

Kontak: 082164666615

SIARAN PERS

PESADA Dan Kader Bangkit Bersama Melewati Masa Pandemic Covid-19

Menuju Kekuatan Ekonomi Politik Perempuan Akar Rumput Berkelanjutan Dan Berpengaruh Pada Tahun 2030.

Nomor:   133  /A.1.5/DE/PESADA-Sdk/X/2021

 

Pandemi Covid-19 di Indonesia menunjukkan trend membaik dengan menurunnya kasus aktif hanya 18.000 kasus per 18 October 2021. Meski semakin membaik, dampak pandemi Covid-19 telah menyebabkan semakin meningkatnya angka kemiskinan ekstrim di dunia. Data BPS, mencatat bahwa per bulan Maret 2021, terdapat 27,54 juta atau 10.14 % dari populasi nasional.[1] Sementara itu, berdasarkan data pemuktahiran Data Terpadu Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial mencatat jumlah orang miskin sebanyak 74 juta pada September 2021.[2] , sedangkan Kementerian Ketenagakerjaaan mencatat terdapat  8,75 juta pengangguran terbuka dan sebanyak 538.305 pekerja di PHK.[3] Situasi kemiskinan yang diperparah oleh pandemic Covid-19 telah menyebabkan terhambatnya akses dan control dari perempuan, anak perempuan dan kelompok minoritas dalam memperoleh layanan dasar, menurunnya kualitas hidup, mengalami penelantaran, eksploitasi dan kekerasan.

Dalam perspektif ketidaksetaraan gender, kemiskinan ditandai oleh wajah perempuan miskin baik perempuan petani, perempuan pedesaan, perempuan adat dan kelompok minoritas lainnya. Perempuan sangat rentan terdampak paling buruk dibanding laki-laki mengingat kontruksi patriarkhi yang sangat kuat di masyarakat. Terdapat  ketimpangan akses dan control yang dimiliki laki-laki dibandingkan dengan perempuan terhadap sumberdaya publik. Selain itu, faktor kemiskinan sering menjadi pemicu kekerasan berbasis gender yang dialami oleh perempuan maupun anak perempuan. Menurut data WCC Sinceritas-PESADA, mencatat terdapat 190 kasus kekerasan terhadap perempuan (KtP) pada tahun 2020 – 2021, dimana paling banyak kasus KDRT, kemudian disusul KtP di arena publik, KtP terhadap anak perempuan dan kekerasan dalam pacaran, serta Kekerasan terhadap Perempuan Berbasis Online. Di Sumatera Utara dimana budaya adat patriarkhi yang memposisikan perempuan pedesaan tidak berdaya oleh nilai-nilai adat yang tidak sentitive terhadap kebutuhan dan kepentingan perempuan, perempuan pedesaaan/adat yang mengalami kekerasan masih kesulitan dalam memperjuangkan keadilan. Padahal dalam perspektif hak azasi perempuan dan paradigma pembangunan berkelanjutan, semestinya perempuan pedesaan tidak boleh mengalami diskriminasi termasuk dalam penerapan praktik adat di masyarakat.

Perempuan pedesaan saat ini pun masih dihadapkan pada permasalahan di sektor pertanian pangan. Dari 14,411 perempuan dampingan PESADA yang tersebar di 12 kab/kota di Sumatera Utara, terdapat 80 % Petani Perempuan yang umumnya mengembangkan pertanian pangan. Mereka juga umumnya tinggal di pedesaan dan merupakan bagian dari masyarakat adat (Batak Toba, Pakpak, Karo, Nias, Melayu) yang masih menghadapi permasalahan seperti tidak ada pengakuan atas hak kepemilikan tanah, dominasi penguasaan korporasi atas tanah, ketergantungan kepada pupuk kimia dan input pertanian lainnya versus harga jual produk pertanian yang rendah, keharusan untuk tunduk kepada keputusan-keputusan adat yang tidak adil gender dalam masalah KDRT maupun kekerasan seksual. Posisi Petani Perempuan mulai “disingkirkan” perannya sebagai produsen pertanian pangan lokal yang beragam, sehat dan lestari oleh korporasi. Kalau dulunya Petani Perempuan bertani pangan yang selaras dengan alam, tetapi kini sistem monokultur diterapkan di areal lahan luas oleh Food Estate (baca: Korporasi) akan berdampak rusaknya keragaman hayati. Apalagi bertani ala food estate dikembangkan dengan mengkonversi hutan alam, maka akan menciptakan emisi carbon terurai sangat besar (carbon sink and sequestration). Sementara kewajiban mereka sebagai perempuan di masyarakat adat tidak berubah, perempuan adat tetap sebagai pelayan yang patuh, menjadi ibu yang harus melahirkan anak terutama anak laki-laki sebagai penerus keturunan, pelaksana keputusan adat, bahkan menjadi korban dalam kasus-kasus tanah karena minimnya keterlibatan dalam pengambilan keputusan ataupun musyawarah.

Perkumpulan Sada Ahmo (PESADA) sebagai lembaga penguatan perempuan yang telah bekerja sejak tahun 1990, telah melakukan pengorganisasian perempuan akar rumput, penguatan ekonomi perempuan, pendampingan perempuan korban kekerasan, dan advokasi kebijakan untuk pemenuhan hak-hak perempuan.  Secara khusus, di tahun-tahun terakhir ini, Theory of Chnage PESADA semakin mengarah ke penguatan kader untuk kedaulatan pangan keluarga dan masyarakat, serta keberpihakan kepada perempuan pedesaan, perempuan adat, dan kelompok minoritas. Keberpihakan tersebut ditunjukkan oleh PESADA secara eksplisit ke dalam dua dari empat misinya yaitu penguatan ekonomi perempuan akar rumput untuk gerakan ekonomi rakyat yang setara gender, inklusif dan berkelanjutan; dan penguatan keterwakilan dan kepemimpinan perempuan & kelompok minoritas, untuk perlawanan terhadap patriarkhi, fundamentalisme, primordialisme dan oligarki mulai dari pedesaan dan di lembaga adat dan agama.

Maka dalam rangka memperingati Hari Pangan Sedunia (15 Oktober 2021), Hari Perempuan Pedesaaan (16 Oktober 2021) dan Hari Anti Pemiskinan Perempuan (17 Oktober 2021) yang bersamaan dengan bulan Peringatan Ulang Tahun ke 31, PESADA akan menyelenggarakan serangkaian kegiatan peningkatan kapasitas mengenai ha-hak perempuan kelompok minoritas & rentan bagi kader, serta refleksi dan ucapan syukur pada tanggal 28-29 Oktober 2021 yang akan diikuti oleh sekitar 180 orang terdiri dari 167 perempuan, 13 laki-laki secara hybrid (tatap muka dan daring). Peringatan HUT PESADA ke 31 tahun menitikberatkan perhatian kepada resiliensi PESADA dan Kader yang bangkit bersama melewati masa Pandemic Covid-19 menuju kekuatan ekonomi politik perempuan akar rumput berkelanjutan dan berpengaruh pada tahun 2030. Oleh karena itu, PESADA menyerukan kepada pemerintah, masyarakat dan stakeholder, sebagai berikut:

  1. Mendorong Pemerintah agar meninjau ulang kebijakan sektor pangan seperti Food Estate yang dinilai tidak berkelanjutan, tidak melibatkan Petani Perempuan dan hanya menguntungkan korporasi dengan mengembangkan kebijakan pangan agroekologi yang berpihak kepada Petani Perempuan sebagai subjek dalam membangun kedaulatan pangan yang sehat, lokal, lestari dan adil.
  2. Mendorong Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa untuk memastikan pemenuhan layanan hak-hak dasar bagi Perempuan Pedesaaan, Perempuan Petani, Perempuan Miskin dan Kelompok Minoritas; serta menerapkan kebijakan affirmatif untuk mendorong kesetaraan akses dan control terhadap sumberdaya, serta meningkatkan kepemimpinan perempuan di arena publik.
  3. Menghimbau Komunitas Adat dan masyarakat agar memberikan perlindungan bagi Perempuan Adat yang mengalami kekerasaan berbasis gender dan terbuka untuk melakukan perubahan terhadap aturan adat yang diskriminatif terhadap perempuan, khususnya hak-hak perempuan atas tanah dan bebas dari KDRT maupun kekerasan seksual.

 

Penuhi Hak Petani Perempuan dan Perempuan Pedesaan

untuk Penghapusan  Pemiskinan Perempuan!

 

Sidikalang, 23 Oktober 2021

Dinta Solin

Direktur Eksekuti PESADA

 

Narahubung:

  • Dina Lumbantobing (HP. 082164666615)
  • Ronald Silalahi (HP. 081362348153)

[1] Badan Pusat Statistik (bps.go.id)

[2] Warga Miskin Bertambah Jadi 74 Juta Orang per September 2021 (tirto.id)

[3] Menaker Klaim Jumlah Pengangguran Terbuka di Indonesia Menurun (kompas.com)

Siaran Pers Konsorsium PERMAMPU

 

 

 

 

 

 

 

Peringatan Hari Kesehatan Seksual Perempuan

“Pendidikan Kesehatan Seksual Reproduksi di Keluarga

Pondasi Pemenuhan HKSR Khususnya di Masa Pandemi Covid-19”

 

No. 106/Siaran Pers/Koordinator/Medan/IX/2021

Hampir dua tahun, Indonesia masih terus berjuang mengakhiri pandemic Covid-19. Dari Data Satgas Covid-19 (covid.go.id) hingga tanggal 2 September 2021 telah mencapai 4.109.093 kasus sejak Maret 2020, dan  menurut Kompas di tanggal 2 September tercatat 176.638 kasus aktif Covid-19 yang telah menyebar di 510 kabupaten/kota di 34 provinsi.[1] Di antara 10 provinsi yang tertinggi kasus aktifnya, nomor 5 adalah Sumatera Utara dengan 182 kasus baru , nomor 8 Riau dengan 107 kasus baru, dan  nomor 9 Sumatera Barat dengan 88 kasus.,

Tragedi pandemic Covid-19 ini semakin memperburuk kehidupan perempuan dan kelompok rentan lainnya di berbagai sektor kehidupan. Dalam Lokakarya virtual Konsorsium PERMAMPU tanggal 31 Agustus yang dihadiri oleh 86 peserta (82 perempuan dan 6 laki-laki) perwakilan dari 8 provinsi di Sumatera; telah direview pelaksanaan Rencana Kerja 2020-2021 yang sangat dipengaruhi oleh pandemic Covid-19. Cerita dari peserta telah menunjukkan penderitaan yang dialami oleh dampingan maupun beberapa personil PERMAMPU yang terpapar Covid-19, serta pengaruh pandemic terhadap tersendatnya pelaksanaan Rencana Kerja. Secara khusus didiskusikan bagaimana perempuan dan anak perempuan kerap menjadi korban kekerasan seksual dan terabaikan pemenuhan hak kesehatan seksual bagi perempuan, khususnya anak perempuan dan perempuan muda, lansia dan perempuan disabilitas. Seluruh anggota PERMAMPU melakukan pendampingan kepada perempuan korban kekerasan, dan mencatat peningkatan kasus-kasus kekerasan seksual.

Beberapa kasus yang terlaporkan antara lain di Bandar Lampung terjadi pelecehan seks yang dilakukan anak kelas 3 SD terhadap siswi kelas 2 SD, serta perkosaan terhadap perempuan yang mengalami gangguan jiwa (ODGJ). Di Kabupaten Pakpak Bharat/SUMUT, terjadi perkosaan terhadap anak perempuan berusia 4 tahun yang dilakukan oleh teman dekat bapaknya sendiri. Sementara itu perbuatan yang paling biadab terjadi  di Padang Pariaman dimana seorang pembantu dipaksa oleh suaminya merekam pelecehan seks terhadap anak bayi majikannya, sementara di Palembang anak perempuan disabilitas diperkosa oleh tetangganya yang adalah seorang guru. Kisah-kisah kekerasan seksual yang terungkap ini merupakan fenomena gunung es dari ratusan kasus kekerasan seksual yang terjadi. Korban kekerasaan seksual bukan hanya terjadi  dalam “lingkungan terdekat” dan dalam “rumah” yang selama ini kita anggap arena yang aman; tetapi juga oleh pendidik bahkan oleh anak-anak. Dan korbannya adalah kelompok paling lemah yang seharusnya dilindungi oleh orang dewasa dan Negara.

Kekerasan seksual mestinya dapat dicegah, dan Negara seharusnya memenuhi kewajibannya dalam melindungi perempuan serta kelompok paling rentan melalui pemenuhan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi Perempuan, khususnya perlindungan perempuan dan kelompok rentan dari kekerasan seksual. Konsorsium PERMAMPU yang fokus dalam Penguatan HKSR Perempuan di Pulau Sumatera telah turut mendorong upaya pemenuhan HKSR Perempuan melalui pengorganisasian perempuan akar rumput dan keluarga, telah mengembangkan inovasi melalui One Stop Service & Learning (integrasi layanan kesehatan reproduksi dan penangananan kekerasan terhadap perempuan), serta memberikan masukan bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun kebijakan publik yang berperspektif gender. Selain itu Konsorsium PERMAMPU melakukan pendidikan kritis kepada dampingan dan keluarganya agar menyadari kesehatan seksualitas dan reproduksi sejak dini di dalam keluarga. Untuk mendukung itu, PERMAMPU bersama Forum Multi Stakeholder dan Forum Komunitas Perempuan Akar Rumput telah menerbitkan Buku Pegangan Bagi Orang Tua “Pendidikan Ketubuhan dan Kesehatan Reproduksi” di akhir tahun 2019. Diharapkan dengan adanya pendidikan dalam keluarga tersebut akan mencegah kekerasan didalam rumah tangga maupun terjadinya kekerasan seksual.

Oleh karenanya, dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Seksual (HKS) sedunia pada 4 September 2021, Konsorsium PERMAMPU mengingatkan semua pihak agar memberi perhatian kepada pendidikan keluarga sebagai pondasi bangsa. Berangkat dari keprihatinan di atas, Konsorsium PERMAMPU menyatakan sikap sbb:

  1. Menghimbau seluruh orangtua, orang dewasa dan keluarganya agar membiasakan melakukan pendidikan ketubuhan dan kesehatan reproduksi atau yang umum disebut sebagai Pendidikan Sex yang komprehensif, sejak dini.
  2. Mendesak Negara untuk mensyahkan UU Penghapusan Kekerasan Seksual.
  3. Mendorong Kementerian Kesehatan agar meningkatkan kualitas pendidikan dan pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi perempuan di berbagai tingkat pelayanan kesehatan.
  4. Mendorong Kementerian Pendidikan Nasional untuk mengembangkan kebijakan pendidikan non formal dan pembelajaran seumur hidup yang berperspektif gender berbasis keluarga untuk mewujudkan keluarga sejahtera dan tanpa kekerasan.

 

Layanan dan Pendidikan Kesehatan Seksual & Reproduksi adalah hak perempuan & seluruh WNI,

yang harus dipenuhi oleh Negara.

 

 

Medan, 3 September 2021

Dina Lumbantobing

Koordinator PERMAMPU, Kontak: WA 082164666615

 

Narahubung:

  1. Riswati (0811-6821-800) – Flower Aceh
  2. Dinta Solin (0812-9823-8224), Pesada – Sumut
  3. Herlia Santi (852-6569-4543), PPSW – Sumatera/Riau
  4. Ramadaniati (0813-6393-6566) LP2M – Sumbar
  5. Sualjimah (082282893106) , APM – Jambi
  6. Tini Rahayu (0852-2109-1654), Cahaya Perempuan WCC  – Bengkulu
  7. Yeni Roslaini (0821-7954-4594), WCC Palembang – SUMSEL
  8. Ana Pratiwi (0852-6728-8586), DAMAR – Lampung

 

PERAYAAN IWD KONSORSIUM PERMAMPU VIRTUAL

Kumpulan siaran Pers IWD 8 Maret 2021.

 

 

 

Siaran Pers Konsorsium PERMAMPU

Pada Peringatan Hari Pendidikan 2 Mei 2020

“Pentingya Pendidikan Kritis Untuk Perubahan Perilaku

Khususnya Saat Bencana Non Alam – Pandemi Covid 19 Merebak”

 

Ketika Pandemi Covid 19 merebak, berbagai istilah asing yang menimbulkan kebingungan bagi masyarakat telah menjadi salah satu tantangan untuk dapat mematuhi protocol kesehatan yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Hal ini secara langsung dirasakan oleh kelompok perempuan akar rumput dan komunitas di sekitarnya yang menjadi dampingan Permampu. Permampu adalah konsorsium dari 8 LSM Perempuan yang mengadvokasi Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) Perempuan di 8 propinsi di pulau Sumatera. Dibutuhkan sosialisasi yang tidak hanya sekedar menjelaskan arti dari berbagai istilah asing mulai dari lock down, social stancing, physical stancing, epicenter, cluster, red zone, hand sanitizer, disinfectant; tetapi juga berbagai akronim yang membingungkan: ODP, PDP, OTG, dst; tetapi menyangkut cara mensosialisasikan yang membawa perubahan perilaku.

Demikian juga halnya dengan perempuan muda dampingan Permampu, serta anggota keluarga mereka. Ketidak siapan untuk belajar jarak jauh yang begitu tiba tiba, tantangan untuk belajar dari rumah; sangat diwarnai oleh masalah akses ke media belajar berupa HP, laptop,  jaringan internet yang lancar, suasana belajar di rumah, dan kesulitan untuk disiplin mengelola waktu belajar di rumah. Hal ini diperburuk oleh karena media belajar ini juga merupakan media untuk berkomunikasi, untuk pergaulan, dan sebagainya. Secara khusus perempuan memperoleh tantangan tersendiri, karena mereka sering lebih banyak melakukan tugas rumahtangga dari pada anak laki laki; sementara anak laki-laki lebih bebas keluar rumah,  bahkan tidak disiplin dalam mematuhi larangan berkumpul, menggunakan masker, jam malam, dll.

Untuk mengatasinya, Permampu melaksanakan pendidikan kritis yang merupakan salah satu bentuk dari Pendidikan Seumur Hidup (lifelong learning). Terdapat 4 pilar dalam pendidikan seumur hidup, yaitu: belajar untuk mengetahui dan menguasai sesuatu, melakukan atau menerapkan sesuatu, menjadi seseorang yang percaya diri dan mampu hidup bersama orang lain dengan harmonis[1]. Secara khusus keempat kemampuan ini harus didasari oleh kesadaran kritis yang bukan hafalan atau keyakinan buta semata.

Sehingga mulai April s/d Mei ini, sedang dilakukan pendidikan diskusi kritis untuk sekitar 800an kader, para pihak berkepentingan (stakeholder local) dan pengurus kelompok perempuan dampingan Permampu.  Pemahaman mereka dalam memahami seluk beluk virus corona menjadi dasar untuk masuk ke kesadaran baru mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan bahasa yang mudah dipahami. Selama ini kebersihan dan kesehatan belum menjadi sebuah perilaku penting yang menjadi dasar membangun immunitas dan mengatasi segala bentuk wabah.

Pengetahuan ini membuat mereka berani dan percaya diri menyampaikan informasi mengenai seluk beluk Covid 19, jenis penularan dan cara pencegahannya di keluarga/rumah tangga dan komunitas dengan sederhana, menggunakan media-media yang resmi yang telah diadopsi untuk mudah dipahami komunitas local, serta terampil membantu upaya-upaya pencegahan penularan virus corona/covid 19; maupun menangani kasus-kasus yang diakibatkan oleh wabah tersebut.

Bahkan bukan hanya dampingan, tetapi untuk masyarakat di mana mereka hidup bersama. Sebagaimana terlihat di 8 wilayah dampingan di Sumatera (Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung dengan gerakan konkrit di komunitas yakni terlibat di gerakan desa, sebagai tim Gugus Tugas Desa dalam penanganan Covid-19. Juga membantu isolasi mandiri, membangun hotline rujukan, pengembangan usaha tanggap darurat kesehatan melalui pembuatan massal disinfektan, hand sanitizer, tempat cuci tangan dan kaki di luar rumah. Dibarengi dengan  pembuatan masker, menggiatkan pondok pangan/sembako serta aktif terlibat dalam pendataan, memverifikasi dan memantau agar bantuan untuk warga miskin yang terdampak Covid 19 tepat sasaran.  Seluruh kegiatan ini diprakarsai kelompok-kelompok perempuan dampingan Permampu.

 

Selain itu, pemimpin lokal desa, kecamatan, UPTD Kesehatan, kepolisian (tingkatan polsek) dan Danramil memberikan apresiasi dan merasa termotivasi untuk mereplikasi model edukasi yang dilakukan. Meski ada juga beberapa wilayah yang tidak diberikan izin untuk pelaksanaan pendidikan ini, sesuai dengan aturan setempat.

 

Hal penting lainnya adalah sampai hari ini belum diketahui kapan waktu wabah Covid 19 akan berakhir di Indonesia, mungkin masih akan sampai mungkin Juli bahkan akhir Desember 2020, yang tentunya akan berimplikasi pada ekonomi.  Untuk itu, di Hari Pendidikan ini, Konsorsium Permampu menyampaikan rekomendasi sebagai berikut:

 

  1. Menjembatani agar layanan kesehatan di Puskesmas (Immunisasi, akses ke pemeriksaan kehamilan, akses ke kontrasepsi, gizi/stunting), dan pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) oleh para kader dan para pihak bisa terus berjalan dengan berbagai strategi sesuai protocol kesehatan,
  2. Mengaktifkan HOTLINE & diskusi kritis untuk pengaduan, dan merespons cepat soal-soal HKSR dan Kekekerasan Terhadap Perempuan, khususnya KDRT & Kekerasan seksual; termasuk melanjutkan pendidikan untuk anak dan keluarga mengenai HKSR di masa wabah Covid 19.
  3. Pengawalan data dan monitoring pelaksanaan  jaringan pengaman sosial yang tepat sasaran, serta menghimbau untuk konsisten mengutamakan mereka yang terdampak langsung, khususnya perempuan & kelompok miskin yang belum pernah mengakses berbagai bantuan sebelum wabah Covid 19. Di samping mendidik kelompok perempuan dan komunitas  untuk secara aktif mengembangkan usaha usaha mikro/kecil untuk penguatan ekonomi perempuan dan keluarga.
  4. Mengadvokasi peraturan dana desa dan kelurahan untuk menyesuaikan dengan kondisi masyarakat khususnya perempuan miskin di masa wabah Covid-19. Termasuk mendorong dipersiapkannya sistem untuk menjamin ketersediaan pangan khususnya untuk masyarakat miskin terkena dampak Covid-19.
  5. Agar di masa apapun yang terjadi di masa wabah Covid 19, tidak mengorbankan kepentingan perempuan muda, perempuan miskin maupun kelompok rentan lainnya. Khususnya akses pendidikan bagi anak perempuan dan perempuan muda di usia sekolah. Perkawinan di usia anak dan usia dini harus terus dihindarkan.

Konsorsium Permampu meyakini bahwa sosialisasi dalam bentuk Pendidikan dan Diskusi Kritis untuk akar rumput harus  tetap dilaksanakan dalam situasi bencana seperti Wabah Covid 19, untuk perempuan akar rumput, dan  untuk semua, di semua tempat.

 

Medan, 2 Mei 2020

Dina Lumbantobing

Koordinator Permampu.(0821 6466 6615)

 

Narahubung:

  1. Riswati (0811-6821-800) – Flower Aceh
  2. Dinta Solin (0812-9823-8224), Pesada – Sumut
  3. Endang Sulfiani (0812-9160-031), PPSW – Sumatera/Riau
  4. Ramadaniati (0813-6393-6566) LP2M – Sumbar
  5. Sualjimah (082282893106) , APM – Jambi
  6. Tini Rahayu (0852-2109-1654), Cahaya Perempuan WCC  – Bengkulu
  7. Yeni Roslaini (0821-7954-4594), WCC Palembang – SUMSEL
  8. Sely Fitriyani (0812-7828-1187), DAMAR – Lampung

 

[1] Delor dalam laporan UNESCO 1996 menyebut  empat pilar  pendidikan seumur hidup (lifelong learning)  yaitu learning to know, learning to do, learning to be dan learning to live together.

 

Kertas Posisi Dalam Rangka Pemilu 2019

Kertas Posisi Pesada dalam rangka Pemilu 2019

Pilih Caleg Perempuan, Pilih Presiden/Wapres Peka Gender

JANGAN GOLPUT

No. : 032/C.7/DE/Pesada-Sdk/III/2019

Pada tanggal 17 April 2019 akan dilaksanakan pemilihan umum serentak di seluruh Indonesia. Sejak terlaksananya Pemilu Demokratis pertama di tahun 1999, bahkan di sepanjang sejarah Pemilu di Indonesia; Pemilu tahun 2019 ini adalah pemilihan terbesar pertama dengan suhu politik yang cukup tinggi. Rakyat akan memilih Presiden & Wakil Presiden, DPD, DPR-RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Para calon yang akan dipilih adalah calon yang berasal dan didukung oleh partai politik, kecuali DPD. Seluruh calon yang terpilih akan mengurus Rakyat dan Negara hingga 5 tahun ke depan.
Pesada sebagai LSM Perempuan yang sejak berdiri di tahun 1990 konsisten bergerak untuk penguatan perempuan menuju keadilan dan kesetaraan gender, telah melihat bahwa Pemilu sebagai salah satu indikator utama demokrasi, sampai saat ini belum dapat menunjukkan prosentase yang signifikan untuk keterwakilan perempuan di badan perwakilan maupun di kepemimpinan. Demokrasi tanpa kehadiran signifikan perempuan, bukanlah demokrasi. Meski berbagai aturan untuk kuota perempuan di politik sebagai komitmen Indonesia terhadap tindakan nyata percepatan kesetaraan perempuan dan laki-laki telah dikeluarkan, tetapi belum dapat secara nyata meningkatkan prosentase minimum perempuan di parlemen.
Dengan jumlah penduduk sebesar 266 juta, dimana perempuan 49,7%; prosentase rata-rata keterwakilan perempuan di parlemen sampai saat ini tidak pernah mencapai 30%, bahkan tidak mampu mencapai angka 20% di DPR RI. Pada empat periode pemilu terakhir, keterwakilan perempuan tertinggi adalah pada pemilu 2009, dengan proporsi sebesar 17,86 persen. Tetapi pada periode 2014-2019, prosentase ini menurun menjadi 17,32 persen atau 97 orang atau dari total anggota DPR RI yang berjumlah 560 orang. Pola prosentase yang sama juga terjadi di Sumatera Utara, dimana jumlah perempuan di DPRD tingkat I SUMUT hanyalah 13 orang atau 13%; sementara rata-rata di tingkat dua lebih rendah lagi yaitu 12% atau 133 perempuan dari 1.095 total DPRD di 33 Kab.Kota. Bahkan 2 Kabupaten tidak mempunyai anggota DPRD perempuan sama sekali, yaitu Nias dan Pakpak Bharat.
Seyogyanya sesuai prinsip demokrasi, Pemilu menjamin sistem perwakilan yang memungkinkan semua kelompok masyarakat terwakili. sehingga tidak ada kelompok yang ditinggalkan dalam pengambilan keputusan. Persis seperti prinsip SDGs No one left behind dan terutama prinsip yang dipercaya Pesada sebagai Koordinator Konsorsium delapan LSM Perempuan di Sumatera, yaitu: Leave no she behind (tidak seorangpun perempuan ditinggalkan).
Demikian juga UU Politik yang menyebut bahwa tujuan dan fungsi partai salah satunya adalah meningkatkan partisipasi politik dan melakukan pendidikan politik (pasal 10 dan 11 UU no.2 tahun 2008), tetapi Pesada belum melihat pengaruhnya terhadap partisipasi khususnya representasi perempuan di bidang politik maupun kecerdasan politik seluruh rakyat. Yang terjadi bukanlah kecerdasan politik, tetapi telah menciptakan kelompok-kelompok yang sporadic dan secara sederhana memposisikan diri sebagai kelompok pengikut, pro dan kontra, ataupun pendukung. Kesadaran politik untuk terlibat aktif telah menjadi sebuah mobilisasi yang dapat menciptakan pembodohan rakyat secara sistematis. Bahkan terdapat pihak yang telah menciptakan identitas perempuan yang menguatkan stereotype perempuan sebagai mahluk yang berada di arena domestic.
Dalam rangkaian pendidikan politik perempuan akar rumput maupun berdasarkan pengalaman Pesada di lapang, perempuan menghadapi berbagai persoalan untuk dapat masuk ke ruang politik dan diterima sebagai pemimpin. Hambatan dimulai dari tingkat keluarga hingga ke institusi lainnya; sementara upaya khusus untuk memahaminya masih minim. Issue pemiskinan perempuan karena gender (hak atas tanah, asset, waris), maupun berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan (KDRT, seksual, psikis) , akses terhadap layanan kesehatan seksual dan reporoduksi (AKI, gizi perempuan & stunting, ketersediaan obat dan layanan bermutu), perkawinan usia anak & dini, pendidikan dan pekerjaan bernilai ekonomi; belum menjadi perhatian politisi, para wakil rakyat maupun agenda politik para calon legislative. Kondisi ini diperparah dengan politik uang yang selalu terjadi di masyarakat dan dilakukan oleh calon menjelang hari pemilihan.
Oleh karenanya PESADA yang secara langsung bekerja di 15 Kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara; dan secara tidak langsung mengkoordinir 7 LSM Perempuan di 7 provinsi menegaskan posisi politiknya dalam 7 poin sebagai berikut:

  1. Akan terus mengawal seluruh proses demokrasi yang sesungguhnya dengan memegang teguh nilai di pedoman perilaku Pesada, yaitu : Non Partisan.
  2. Secara aktif dan terencana terus melanjutkan pendidikan politik dengan berbagai strategi untuk membangun kesadaran kritis perempuan akar rumput, perempuan muda, pemilih pemula untuk memilih dan memenangkan perempuan di seluruh arena kepemimpinan.
  3. Khusus untuk PEMILU 2019, memilih perempuan untuk DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPR-RI, dengan memprioritaskan perempuan potensial dampingan Pesada, menganalisis Agenda Politik ybs dan Parpol yang sesuai dengan kepentingan politik perempuan akar rumput.
  4. Memilih perempuan untuk DPD dengan menganalisis Agenda Politik kedua calon dan berkomunikasi secara efektif.
  5. Memilih calon Presiden dan Wakil Presiden yang peka gender, memiliki rekam jejak yang bersih, bukan pelanggar HAM, telah terlihat kinerjanya, dan menghormati gerakan masyarakat sipil khususnya perempuan akar rumput.
  6. Akan terus mengawal proses PEMILU hingga pengumuman hasil melalui keterlibatan di dalam monitoring secara selektif terutama di Dapil perempuan potensial dampingan Pesada
  7. Menyerukan kepada semua masyarakat untuk memilih dan memenangkan perempuan di tanggal 17 April 2019.

Gunakan hak politik kita sebagai pemegang kedaulatan di tanggal 17 April 2019.

Pilih Caleg Perempuan, Pilih Presiden/Wapres Peka Gender

JANGAN GOLPUT

Sidikalang, 18 Maret 2019
Contact person

  • Eksekutif : Dinta Solin 082267004053
  • Advokasi & Kepemimpinan Perempuan: Berliana Purba 082361529186
  • Knowledge Manag. & WCC Sinceritas: Dina Lumbantobing 082164666615