Konsorsium PERMAMPU bersama Kelompok Perempuan di Sumatera Merayakan Hari Kesehatan Seksual 2025

Hari Kesehatan Seksual Sedunia setiap tahunnya diperingati setiap tanggal 04 September. Tahun tema dari lembaga internasional dalam perayaan HKS yaitu “Keadilan Seksual: Apa yang Dapat Kita Lakukan?”. Tema ini diterjemahkan oleh PERMAMPU dengan melihat situasi nyata yang diamati di wilayah dampingan dan memilih judul: “Dampak Perubahan Iklim terhadap Kesehatan Seksual Perempuan Marginal”; di mana akibat dari perubahan iklim berdampak berbeda terhadap perempuan dan laki-laki, khususnya secara seksual dan hak-hak seksual perempuan marginal a.l di perdesaan, perempuan miskin, perempuan lansia, permepuan muda, perempuan minoritas dan lainnya. Secara khusus melihat berbagai bentuk pelanggaran hak seksual/ketubuhan perempuan yang tidak terpisah dari pikiran dan perasaannya sebagai perempuan dengan berbagai perannya mulai dari keluarga sampai ke ranah publik.
Konsorsium PERMAMPU menyambut Hari Kesehatan Seksual tersebut di 29 September 2025 yang dilaksanakan secara hybrid bersama anggota lembaga dan calon mitra PERMAMPU yang tersebar pulau Sumatera yaitu: Flower Aceh, PESADA-Sumatera Utara, PPSW Riau, LP2M-Sumatera Barat, Aliansi Perempuan Mandiri/APM – Jambi, Cahaya Perempuan WCC-Bengkulu, WCC Palembang-Sumatera Selatan dan calon mitra Yayasan Embun Pelangi/YEP – Kepulauan Riau, serta Sang Puan Indonesia/SPI – Bangka Belitung yang dilakukan offline di Palembang dan hybrid di 8 provinsi di Pulau Sumatera. Perayaan tahun ini melibatkan 152 perempuan akar rumput dan 11 laki-laki pemangku kepentingan yang terdiri dari 34 pengurus Forum Komunitas Perempuan Akar Rumput.FKPAR, 26 perwakilan Forum Permepuan Muda/ FPM, 36 Pengurus Credit Union/CU, 15 Forum Multi Stakeholder/FMS, 14 Femokrat/Perempuan Birokrat aliansi PEREMPUAN, 26 perwakilan Keluarga Pembaharu, 7 Kader OSS&L/Pusat layanan & Pembelajaran HKSR Perempuan, 3 lansia, 2 perempuan disabilitas dari 27 Kabupaten dampingan PERMAMPU di pulau Sumatera.
Acara dimulai dengan pengantar dari Dina Lumbantobing sebagai Koordinator PERMAMPU yang menekankan pentingnya pemahaman bersama mengenai apa itu Perubahan Iklim sebagaimana yang telah dialami dalam keseharian maupun mendengar di media, serta apa saja yang dialami oleh perempuan sebagai akibatnya, baik kepada Kesehatan tubuh & mental perempuan, kondisi keluarga, ekonomi dan penghidupan perempuan, beban kerja & pikiran perempuan, serta kepada berbagai masalah yang mungkin tidak disadari sebagai dampak langsung maupun tidak langsung terhadap perempuan.
Untuk itu, PERMAMPU dibantu oleh ahli perubahan iklim, yaitu Dr. Dian Afrianie seorang peneliti dan praktisi sekaligus co-founder LOKAHITA yang telah berpengalaman selama 20 tahun dalam upaya pengurangan resiko perubahan bencana, perubahan iklim dan perencanaan Pembangunanupaya mitigasi bencana. Dr.Dian menyampaikan dampak dari perubahan iklim seperti banjir, kekeringan, cuaca ekstrim & kelangkaan sumber pangan, surutnya air laut ataupun naiknya permukaan air laut yang sangat berdampak pada perempuan marginal yang selama ini belum terpenuhi hak-haknya tetapi kemudian diperparah oleh terjadinya perubahan iklim. Sementara perempuan terkena dampak dari perubahan iklim tidak dilibatkan dalam solusi perubahan iklim. Dr. Dian juga memberi contoh bagaimana banjir akibat dari perubahan iklim, berdampak ke perempuan dan anak-anak dengan beban rumahtangga berlapis, baik pekerjaan-pekerjaan perawatan seperti membersihkan rumah dari lumpur yang masuk, anak-anak (khususnya anak perempuan) harus mencari air bersih ke tempat yang jauh karena tidak adanya akses air bersih didekat tempat tinggal yang sangat beresiko untuk mengalami kekerasan seksual maupun Kesehatan fisiknya. Dampak dari perubahan iklim yang dirasakan oleh kelompok marginal sangatlah kompleks, karena hanya karena kekurangan air bersih potensial menimbulkan efek domino ke berbagai bentuk masalah kesehatan seksual dan reproduksi perempuan.
Mengakhiri presentasinya, Dr.Dian memberi contoh pelaksanaan adaptasi terhadap terjadinya perubahan iklim antara lain:
● Pelatihan keterampilan untuk diversifikasi pendapatan yang relative tidak tergantung kepada iklim
● Pendampingan untuk pengolahaan pangan lokal dan/atau produk herbal bagi kesehatan seksual dan reproduksi
● Pertanian cerdas iklim a.l.: teknik tumpang sari, pertanian organik, perpaduan di antaranya untuk pertanian dan peternakan
● Pengelolaan sampah atau bank sampah
● Penguatan kapasitas perempuan untuk mengakses modal, pasar dan teknologi pengelolaan pangan yang tepat guna.
Secara khusus Dr. Dian mendorong seluruh peserta untuk hidup cerdas iklim di rumah dengan hemat air, hemat listrik, belanja produk lokal, pengomposan, menggunakan resep makanan lokal, mengurangi limbah pangan dari dapur, berkebun sayur dan memelihara ikan.
Masukan ini direspons dengan antusias dalam acara tanya jawab, seperti respons perwakilan perempuan disabilitas dari PPSW Riau menyampaikan dampak perubahan iklim dan pembakaran hutan yang sering terjadi di wilayahnya. Berdasarkan hasil penelitian, kondisi tersebut menimbulkan dampak serius, termasuk meningkatnya kasus anak-anak yang lahir dengan disabilitas intelektual dan mental pada ibu hamil yang terdampak. Juga respons dari wilayah lain yang telah memulai bank sampah dan pembuatan embung.
Dalam diskusi per wilayah untuk pendalaman perwakilan peserta menyampaikan berbagai hal, a.l:
● Kekeringan akibat cuaca ekstrem menyebabkan keterbatasan air bersih untuk kebutuhan sanitasi, yang berdampak langsung pada kebersihan organ reproduksi perempuan.
● Perubahan iklim mempengaruhi kualitas dan kuantitas panen pertanian maupun peternakan yang menimbulkan menurunnya pendapatan dan secara tidak langsung mempengaruhi ketegangan yang mengarah ke KDRT.
● Kemarau berkepanjangan juga memicu stres yang memengaruhi kesehatan mental sekaligus siklus menstruasi perempuan.
● Anak-anak perempuan & perempuan remaja turut merasakan beban ganda karena dipaksa mencari air bersih yang sulit dijangkau, sehingga meningkatkan risiko terpapar KDRT maupun kerentanan atas kekerasan lainnya.

Di akhir perayaan, Konsorsium PERMAMPU berkomitmen untuk mendalami lebih lanjut bentuk-bentuk perubahan iklim yang secara signifikan berdampak kepada Kesehatan Seksual dan Reproduksi perempuan di seluruh wilayah dampingan dan bersama melakukan upaya adaptasi bahkan upaya yang dapat mengurangi kerentanan perempuan sebagai akibat dari perubahan iklim tersebut. Diharapkan seluruh pihak khususnya Pemerintah memberi perhatian khusus atas akibat berbeda dari Perubahan Iklim yang dialami perempuan marginal.
PERMAMPU berkeyakinan bahwa Keadilan dan Kesetaraan Gender akan tercapai bila Keadilan Iklim berupa pemenuhan hak perempuan khususnya perempuan marginal atas perlindungan dan penguatan perempuan yang inklusif diperhatikan dan dipenuhi dalam kebijakan dan pelaksanaannya, selain oleh Gerakan-gerakan masyarakat khususnya Gerakan perempuan akar rumput sebagai pelaku perubahan mulai dari Tingkat individu, keluarga/rumah tangga, komunitas.

Untuk Keadilan Gender dan Keadilan Iklim,

Medan/Palembang, 3 September 2025
Dina Lumbantobing
Koordinator Konsorsium PERMAMPU – 082164666615

Siaran Pers Konsorsium PERMAMPU Menyambut Hari Keluarga, 29 Juni 2025 “Membangun Empati Intergenerasi di Keluarga.”

Sekretariat Konsorsium PERMAMPU bersama delapan LSM perempuan di Pulau Sumatera yang merupakan anggota, yaitu: Flower Aceh (Aceh), PESADA (Sumatera Utara), PPSW Riau (Riau), LP2M (Sumatera Barat), APM (Jambi), Cahaya Perempuan (Bengkulu), WCC Palembang (Sumatera Selatan), dan Perkumpulan Damar (Lampung), merayakan Hari Keluarga Nasional ke-32 yang dilaksanakan secara hybrid pada Rabu, 25 Juni 2025.Hari Keluarga Nasional sendiri pertama kali ditetapkan pada 29 Juni 1993, dan pengakuannya secara hukum diperkuat melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014. Peringatan ini hadir sebagai bentuk ajakan kepada seluruh masyarakat untuk kembali menempatkan keluarga sebagai fondasi utama dalam pembangunan bangsa sebuah keluarga yang kecil, bahagia, dan sejahtera.
Kegiatan ini berlangsung melalui Zoom secara hybrid di delapan provinsi, mencakup 38 titik lokasi di tingkat kabupaten/kota, dengan mengangkat topik: “Membangun Empati Intergenerasi di Keluarga.” Perayaan ini dilaksanakan di 38 titik Zoom kabupaten/kota di 8 provinsi di pulau Sumatera yang dihadiri 572 peserta diantaranya 104 Calon Keluarga Pembaharu, 30 Keluarga Peduli HKSR, 31 anggota Istimewa (usia anak) Credit Union/CU, 46 perempuan muda, 23 orang Perempuan dengan disabilitas, 73 orang lansia, 73 orang pengurus CU, 96 kader OSS&L dan kader CU, 24 orang perempuan potensial dan Femokrat, 40 pengurus Forum Komunitas Perempuan Akar Rumput/FKPAR, serta 20 jaringan NGO dan 12 media.
Diskusi kritis dalam perayaan ini menghadirkan pembicara Nani Zulminarni, fellow Ashoka yang merupakan penggagas konsep Keluarga Pembaharu dan Direktur Eksekutif Ashoka. Acara dimulai dengan sambutan dari Dina Lumbantobing, Koordinator Konsorsium PERMAMPU yang juga fellow Ashoka dimana PESADA menjadi salah satu co-founder dari keluarga Pembaharu. Dalam pembukaan perayaan, Dina menyampaikan bahwa pendekatan berbasis keluarga bukanlah hal baru, terutama bagi PESADA. Sebagai contoh, di tahun 1991, PESADA telah mendirikan Taman Bina Asuh Anak di Kecamatan Salak (yang sekarang menjadi Kabupaten Pakpak Bharat) dan membentuk kelompok orang tua. Namun, karena pengaruh budaya dan stigma yang menyatakan bahwa perawatan anak adalah tanggung jawab ibu, keterlibatan ayah dalam pengasuhan masih terbatas. Pemikiran ini terus berkembang sejak tahun 1991 hingga di tahun 2015 PESADA yang menjadi Pengelola Konsorsium PERMAMPU mengembangkan Keluarga Peduli HKSR, dan berlanjut dengan ide baru berupa Keluarga Pembaharu yang melibatkan seluruh anggota Keluarga.
Acara ini dihadiri oleh Virlyan Nurkristi sebagai perwakilan dari INKLUSI yaitu Lembaga Kemitraan Australia Indonesia menuju Masyarakat Inklusif dalam sambutannya menyampaikan dukungan penuh INKLUSI atas ide inovativ Gerakan Keluarga Pembaharu untuk pembaharuan nilai menuju kesetaraan yang saling menghormati di dalam keluarga. Hal ini telah disaksikan alam kunjungan monitoring ke Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Sebagai narasumber dengan diskusi yang berlangsung hangat, Nani Zulminarni mengajak peserta untuk melihat keluarga dari perspektif yang lebih jujur dan kritis. Menurutnya, keluarga sering kali menjadi institusi yang sarat dengan ketidaksetaraan. Ketimpangan peran, status, dan kedudukan begitu lekat dalam keseharian keluarga, terutama dalam keluarga besar yang melibatkan banyak generasi seperti nenek-kakek, ayah-ibu, paman-tante, hingga anak-anak.
Ketidaksetaraan ini tak jarang melahirkan kesenjangan bukan hanya dalam hal tanggung jawab, tetapi juga dalam akses terhadap kesempatan, pengalaman hidup, keterampilan, informasi, hingga teknologi. Maka dari itu, memperkuat nilai empati dan keadilan di dalam keluarga menjadi sangat penting, agar setiap anggotanya bisa tumbuh setara dan saling mendukung.

Perayaan Hari Keluarga Nasional tahun ini bukan hanya peringatan, tetapi juga panggilan: untuk menata kembali relasi dalam keluarga, membangun empati lintas generasi, dan menjadikan rumah sebagai ruang aman bagi semua anggotanya.
Semangat dan antusiasme terasa begitu kuat dari seluruh peserta yang mengikuti perayaan Hari Keluarga Nasional. Tak hanya sekadar seremonial, perayaan ini juga menjadi ruang refleksi dan diskusi kritis antar generasi yang menggugah kesadaran kolektif tentang pentingnya peran keluarga dalam membentuk masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.
Keluarga bukan hanya sekumpulan orang yang tinggal dalam satu atap. Lebih dari itu, keluarga adalah unit sosial terkecil yang menjadi sekolah pertama bagi anak-anak, tempat mereka belajar nilai, empati, dan kehidupan. Di sinilah sesungguhnya proses pencegahan terhadap berbagai persoalan sosial dimulai, seperti perkawinan anak di bawah usia 19 tahun, dan kekerasan terhadap perempuan.
Dalam masyarakat, struktur keluarga terdiri dari individu-individu yang beragam dari segi usia, jenis kelamin, peran, dan kemampuan. Mereka terikat dalam hubungan yang kompleks, saling bergantung dan saling membutuhkan. Dalam struktur ini, empati menjadi kunci. Empati bukan sekadar rasa kasihan, tetapi kemampuan untuk benar-benar memahami dan merasakan apa yang dialami oleh anggota keluarga lainnya. Tanpa empati, relasi dalam keluarga mudah berubah menjadi timpang dan penuh ketegangan.
Membangun Keluarga Sebagai Ekosistem dengan Empati sebagai Fondasi
Gerakan Keluarga Pembaharu hadir membawa semangat baru sebuah upaya untuk membentuk ekosistem yang memungkinkan setiap anggota keluarga menjadi agen perubahan. Gerakan ini bertujuan mendorong setiap individu untuk terus berkontribusi sepanjang hayat, melindungi hak untuk memberi, dan menciptakan ruang tumbuh yang saling mendukung. Dalam paparannya, Nani Zulminarni menekankan bahwa untuk mewujudkan gerakan ini, dibutuhkan perubahan paradigma dalam memandang keluarga.
Paradigma baru itu merumuskan bahwa keluarga adalah sebuah tim, relasi antar generasi berbentuk orbital atau oval, tidak lagi hierarkis dan seluruh relasi dalam keluarga harus berpijak pada empati. Untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut, Gerakan Keluarga Pembaharu dibangun di atas empat pilar utama yaitu: Empati, Kerja sama tim yang kolaboratif, tindakan nyata untuk perubahan dan Kepemimpinan baru

Empati, menurut Nani, adalah fondasi yang tak tergantikan. Ia adalah kemampuan untuk melihat dan merasakan tantangan yang dihadapi oleh anggota keluarga lain terlepas dari usia, gender, disabilitas, maupun latar belakang mereka. Namun, penelitian menunjukkan bahwa salah satu tantangan terbesar dalam keluarga intergenerasi adalah soal komunikasi. Untuk itu, Nani menawarkan komunikasi tanpa kekerasan sebagai pendekatan yang dapat meningkatkan rasa empati dan memperkuat ikatan emosional antar anggota keluarga.
Di akhir sesinya, Nani menyoroti bahwa tantangan terbesar dalam keluarga intergenerasi adalah menjadikan keluarga sebagai ekosistem yang mendukung pertumbuhan setiap orang. Keluarga seringkali terjebak dalam pola lama yang penuh ketimpangan: sebuah struktur hierarkis di mana suara anak, perempuan, atau lansia sering kali terpinggirkan. Oleh karena itu, perlu ada refleksi mendalam tentang bagaimana setiap anggota keluarga diberi ruang untuk bersuara dan menjadi dirinya sendiri. Kita perlu mengenali emosi, belajar mengendalikannya, dan menciptakan ruang aman di mana setiap orang dapat mengekspresikan perasaannya tanpa rasa takut.
Sesi diskusi menjadi semakin hidup ketika peserta mulai mengangkat persoalan nyata yang mereka hadapi. Salah satu pertanyaan yang banyak muncul adalah: bagaimana menghadapi anak yang cenderung terlalu sering menggunakan ponsel? Menanggapi hal ini, Nani menyampaikan bahwa kita tak bisa sepenuhnya mencegah kebutuhan anak terhadap gadget. Namun, kita bisa menawarkan alternatif: aktivitas yang lebih dekat dengan alam. Di banyak wilayah tempat Ashoka bekerja, kegiatan seperti berkebun dan bercocok tanam di tingkat keluarga terbukti berhasil mengurangi ketergantungan anak pada layar. Selain itu, membangun komunitas orang tua yang menghadapi tantangan serupa juga menjadi kunci. Di sana, anak-anak bisa diajak untuk beraktivitas di luar ruangan bersama. Orang tua juga disarankan untuk menetapkan zero screening bagi balita, atau membatasi penggunaan gadget pada usia tertentu.
Nani juga menekankan bahwa hukuman, terutama yang disertai kekerasan verbal atau pengabaian emosional, dapat meninggalkan luka batin mendalam. Luka masa kecil ini, meskipun tersembunyi dalam alam bawah sadar, sering muncul kembali di usia dewasa dan berdampak panjang terhadap kesehatan mental.
Pentingnya Komunikasi Terbuka, Jujur, Penuh Kasih Sayang
Diskusi kemudian diperdalam oleh Dina Lumbantobing, yang memandu para peserta untuk menggali lebih dalam tantangan komunikasi dalam keluarga dan saran untuk mengatasinya. Hasil diskusi dirangkum oleh Ramida Sinaga ssebagai Penanggung-jawab Host Konsorsium PERMAMPU yang menyampaikan bahwa banyak anak merasa takut berbicara kepada orang tua, terutama saat terjadi konflik. Sementara para perempuan muda menyatakan bahwa perbedaan generasi dan latar belakang pendidikan seringkali menciptakan jarak emosional. Kelompok ibu mengeluhkan kesibukan yang menyita waktu komunikasi. Di lain pihak kelompok lansia merasa terpinggirkan, dan para ayah menyampaikan bahwa sering terjadi ketidakharmonisan karena masing-masing bertindak menurut kehendaknya sendiri.
Namun dari refleksi itu pula lahirlah langkah-langkah sederhana namun penting: menyediakan waktu untuk berbicara, mendengarkan dengan sepenuh hati, membuat aturan bersama tentang aktivitas keluarga, memberi ruang bagi pasangan untuk memahami peran masing-masing, serta mengubah gaya bicara agar lebih lembut dan penuh pendekatan. Para peserta juga sepakat bahwa komunikasi terbuka, jujur, dan penuh kasih sayang adalah kunci untuk memperkuat hubungan dalam keluarga.
Menutup kegiatan, Dina menegaskan kembali komitmen Konsorsium PERMAMPU dalam mendorong pendekatan melalui keluarga. Salah satunya melalui penguatan CU (Credit Union), yang tidak hanya berdampak secara ekonomi, tetapi juga menjadi ruang tumbuh untuk para Perempuan semua umur, termasuk anak-anak, Perempuan muda, lansai, terutama para ibu. Melalui semangat Keluarga Pembaharu, PERMAMPU berusaha menciptakan lingkungan yang memungkinkan anak-anak merasa merdeka, senang, dan nyaman di rumah serta bebas mengejar mimpi mereka. PERMAMPU juga berupaya menjangkau keluarga lintas generasi secara lebih luas dengan lebih aktif melibatkan anak, remaja, nenek, kakek, dan seluruh elemen keluarga untuk bersama-sama membangun keluarga yang progresif, hemat, tidak konsumtif, dan penuh cinta.
Mari bersama bergerak bersama Keluarga Pembaharu.

Medan, 28 Juni 2025
Dina Lumbantobing
Koordinator Konsorsium PERMAMPU
Narahubung Provinsi:
1. Riris Okinawa – 081360711800 (Direktur Flower Aceh)
2. Dinta Solin – 081298238224 (Direktur PESADA- Sumatera Utara)
3. Felmi Yetti – 081266244843 (Direktur LP2M-Sumatera Barat)
4. Herlia Santi – 085265694543 (Direktur PPSW Riau)
5. Marsiyam – 082280829567 (Direktur APM Jambi)
6. Leksi Oktafia – 823-8651-1119 (Direktur CP WCC Bengkulu)
7. Yesi Ariyani – 081367674757 (Direktur WCC Palembang)
8. Afrintina – 082175932981 (Direktur Damar – Lampung)



KONSORSIUM PERMAMPU MEMPERINGATI HARI PEREMPUAN SEDUNIA “PERCEPATAN AKSI PEREMPUAN AKAR RUMPUT MENUJU KESETARAAN GENDER INKLUSIF”

Pada tanggal 8 Maret 2025 Konsorsium PERMAMPU, yang beranggotakan 8 LSM untuk penguatan perempuan di delapan provinsi di Sumatera, memperingati Hari Perempuan Sedunia (International Women’s Day/IWD) 2025 secara hybrid. Adapun tema perayaan adalah “PERCEPATAN AKSI PEREMPUAN AKAR RUMPUT MENUJU KESETARAAN GENDER INKLUSIF” untuk Gerakan Pencegahan Perkawinan Perempuan Usia Anak & ≤19 tahun. Perayaan ini adalah puncak dari rangkaian kampanye untuk pendidikan publik yang telah dimulai sejak tanggal 1 Maret 2025.
Acara ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran publik dan kelompok dampingan PERMAMPU terhadap hambatan yang dihadapi perempuan dengan disabilitas, perempuan muda, dan perempuan lansia agar mereka dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan penguatan yang dilaksanakan. Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan untuk meningkatkan keterampilan kader PERMAMPU dalam menjangkau dan melibatkan kelompok tersebut dalam pengorganisasian perempuan, baik melalui Credit Union (CU) maupun akses layanan Kesehatan Seksual dan Reproduksi di OSS&L – Puskesmas. Untuk meningkatkan kemampuan untuk penjangkauan, PERMAMPU juga meluncurkan Buku Saku ‘Panduan berinteraksi dengan Perempuan Penyandang Disabilitas, yang akan digunakan oleh para kader untuk menjangkau permepuan disabilitas, maupun lansia; sehingga mereka menjadi bagian dari gerakan perempuan dengan berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh PERMAMPU.
Perayaan dihadiri oleh 378 peserta, terdiri dari 366 perempuan dan 12 laki-laki yang terdiri dari perempuan desa, lansia, muda, dan 25 penyandang disabilitas.Mereka adalah dampingan dan kader,serta jaringan dan para stakeholder dari kedelapan LSM Anggota PERMAMPU Juga hadir perwakilan Pemerintah yang berasal dari PUSKESMAS, P3A, BAPPEDA, Pengadilan Agama; dan dibuka oleh Kepala P3A SUMUT.
Perayaan IWD ini dibuka oleh Dina Lumbantobing sebagai Koordinator Konsorsium PERMAMPU yang menyoroti tema yang dipilih sesuai dengan himbauan UN Women ddan konteks perempuan saat di dunia khususnya di Indonesia saat ini. Harga kebutuhan pokok yang melambung tinggi, banyaknya tenaga kerja yang mengalami PHK, korupsi yang semakin memiskinkan rakyat khususnya perempuan dan kelompok marginal; sementara akses terhadap layanan kesehatan maupun pendidikan semakin sulit akibat dari kesulitan ekonomi termasuk effisiensi anggaran. Perempuanlah yang melahirkan seluruh bangsa, bahkan pemimpin merasa pemenuhan hak dan suara mereka masih terabaikan. Oleh karena itu, perempuan khususnya dampingan dan jaringan Konsorsium PERMAMPU harus bergerak bersama, memastikan gerakan inklusif menuju kesetaraan gender bagi kelompok marginal khususnya perempuan muda, disabilitas dan perempuan muda dan kesetaraan gender.
Ibu Dwi Endah Purwanti SS Msi sebagai Kepala Dinas P3A SUMUT menyambut Perayaan IWD dan sekaligus meresmikan peluncuran Buku Saku yang dipublikasikan oleh PERMAMPU dengan menyampaikan pesan: “Semoga buku ini menjadi panduan bagi kita semua dalam menciptakan ruang yang lebih inklusif bagi perempuan penyandang disabilitas. Kami berharap ini bukan hanya sebagai perayaan, tetapi langkah konkret dalam memastikan setiap perempuan memiliki hak dan akses yang setara.”
Para perwakilan permepuan dari disabilitas a.l. Ibu Nurlela dari Riau , serta Sari Wangi seorang Ibu Muda dengan disabilitas serta Putri Rahayu mewakili permepuan muda dari WCC Palembang, dan Ibu Suhairani dari Cahaya Permepuan Bengkulu mewakili perempuan lansia yang menjadi narasumber perayaan menyampaikan pengalaman mereka dalam menghadapi berbagai hambatan untuk dapat berpartisipasi secara bermakna dalam berbagai kegiatan. Hingga kemudian setelah mengikuti kegiatan PERMAMPU, mulai dapat mengatasi hambatan dan dapat terlibat secara aktif dalam Credit Union/CU atau Koperasi, pendidikan kritis maupun menjadi kader. Secara khusus Ketua HWDI SUMSEL menyampaikan pengalamannya dari seorang perempuan disabilitas yang termarginalkan dan kesulitannya mengakses layanan HKSR, dapat bangkit dan berjuang untuk advokasi HKSR perempuan disabilitas melalui organisasinya.
Sekretariat PERMAMPU yang diwakili oleh Ana Yunita Pratiwi kemudian menunjukkan upaya yang dilakukan oleh PERMAMPU untuk menjangkau permepuan dengan disabilitas melalui pendataan yang dilakukan langssung oleh para kader maupun Forum Komunitas Perempuan Akar Rumput (FKPAR). Dari 152 individu yang terdata di 25 Kabupaten dampingan di 8 provinsi, 95 adalah perempuan dan 57 adalah laki-laki. Data ini menjadi dasar dalam menyusun strategi untuk mempercepat aksesibilitas bagi kelompok perempuan marginal agar dapat berpartisipasi lebih aktif dalam kegiatan PERMAMPU.
Di bagian akhir, PERMAMPU meluncurkan buku saku “Panduan Interaksi dengan Perempuan Penyandang Disabilitas” dengan terlebih dahulu memaparkan isi ringkas dari buku saku maupun cara penggunaannya, oleh Tanty, Koordinator Program LP2M Sumbar yang adalah salah satu anggota Konsorsium PERMAMPU. Buku ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada masing masing lembaga Internal Permampu mengenai cara dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan perempuan penyandang disabilitas, khususnya untuk OSS&L yaitu layanan dan pembelajaran HKSR untuk Perempuan di PUSKESMAS.
Sebagai penutup, Koordinator Konsorsium PERMAMPU/Dina Lumbantobing menegaskan bahwa gerakan ini harus terus diperkuat. “Saya hanya ingin mengingatkan bahwa dalam memberikan masukan, kita harus menggunakan data yang akurat yang telah dikumpulkan agar PERMAMPU bisa menentukan langkah yang tepat. Kita juga harus terbuka terhadap data ddari lembaga lain dan negara, karena tugas NGO adalah membantu pemerintah dalam memenuhi kebutuhan rakyat berupa data yang ada. Jangan sampai disabilitas hanya dipandang sebagai penerima bantuan, melainkan harus diperkuat dengan akses yang layak,” ujarnya.
“Kami mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bersama-sama menciptakan kebijakan yang lebih inklusif, memberikan akses yang lebih luas bagi perempuan dengan disabilitas, dan memastikan tidak ada perempuan yang tertinggal dalam perjuangan mencapai kesetaraan gender yang inklusif. Termasuk memberikan ruang yang lebih baik bagi lansia, yang juga akan menjadi bagian dari kelompok disabilitas di kemudian hari,” tambahnya.
PERMAMPU berharap pemerintah dapat memberikan perhatian lebih terhadap aksesibilitas bagi perempuan dengan disabilitas, serta mendukung gerakan perempuan perempuan akar rumput agar dapat berkontribusi secara lebih signifikan dalam masyarakat, khususnya untuk Gerakan Pencegahan Perkawinan Perempuan Usia Anak & ≤19 tahun.
Perempuan Sumatera otonom, sehat, pembaharu.

Medan, 10 Maret 2025
Dina Lumbantobing
Koordinator Konsorsium PERMAMPU
Narahubung Provinsi:
1. Riris Okinawa – 081360711800 (Direktur Flower Aceh)
2. Dinta Solin – 081298238224 (Direktur PESADA- Sumatera Utara)
3. Felmi Yetti – 081266244843 (Direktur LP2M-Sumatera Barat)
4. Herlia Santi – 085265694543 (Direktur PPSW Riau)
5. Marsiyam – 082280829567 (Direktur APM Jambi)
6. Juniarti Boermansyah – 085357615230 (Plt. Direktur CP WCC Bengkulu)
7. Yesi Ariyani – 081367674757 (Direktur WCC Palembang)
8. I’in Mutmainah – 082380993713 (Direktur Damar – Lampung)

Pentingnya Kebijakan PERMAMPU Untuk Perlindungan Dari Kekerasan Seksual, Eksploitasi dan Perlakuan Salah Secara Seksual (PSEAH), Serta Penguatan Perspektif & Pemahaman terhadap OSS&L sebagai Ruang Layanan & Pembelajaran HKSR yang Inklusif untuk Perempuan di PUSKESMAS di Wilayah Dampingan PERMAMPU

Sekretariat Konsorsium PERMAMPU bersama 8 LSM Perempuan anggota PERMAMPU (Flower Aceh-Aceh, PESADA-Sumatera Utara, PPSW Riau-Riau, LP2M Sumatera Barat, APM-Jambi, CP WCC Bengkulu, WCC Palembang-Sumatera Selatan dan Perkumpulan DAMAR-Lampung) menggelar perayaan Hari Hak Kesehatan Seksual Internasional secara hybrid – Zoom pada 12 September 2024.

Menurut WHO (Badan Kesehatan Dunia), definisi dan penjelasan HKS adalah sbb.:  Kesehatan seksual adalah keadaan sejahtera fisik, emosional, mental dan sosial yang berkaitan dengan seksualitas; yang bukan sekedar bebas dari penyakit, disfungsi atau kelemahan. Kesehatan seksual memerlukan pendekatan yang positif dan penuh hormat terhadap seksualitas dan hubungan seksual, serta kemungkinan mendapatkan pengalaman seksual yang menyenangkan dan aman, bebas dari paksaan, diskriminasi dan kekerasan.Agar kesehatan seksual dapat dicapai dan dipertahankan, hak-hak seksual setiap orang harus dihormati, dilindungi dan dipenuhi. Karenanya, WHO melakukan promosi untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan seksual yaitu: memungkinkan semua orang untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan seksual memerlukan penyesuaian pedoman normatif dan program nasional untuk memenuhi kebutuhan spesifik dan pengalaman hidup mereka: menyambut dan inklusif terhadap orang-orang dengan orientasi seksual yang beragam, identitas gender dan ekspresi gender, karakteristik seksual, orang yang hidup dengan HIV, dan penyandang disabilitas.

Perayaan ini melibatkan 298 peserta (279 perempuan & 19 laki-laki) dari Kabupaten dampingan PERMAMPU di 8 provinsi pulau Sumatera. Para peserta terdiri dari 30 orang Keluarga Pembaharu dan/atau Keluarga HKSR; 39 orang Anggota Forum Perempuan Muda; 35 orang (31 perempuan & 4 laki-laki) Tokoh Adat dan Agama; 100 Anggota dan Pengurus FKPAR Kabupaten, Provinsi dan pulau Sumatera; 16 orang tenaga kesehatan dari OSS&L – Puskesmas, serta 78 Personil Lembaga anggota Konsorsium PERMAMPU.

Perayaan ini digunakan oleh Konsorsium Permampu untuk menginternalisasikan Kebijakan internalnya tentang “Perlindungan Terhadap Kekerasan Seksual, Eksploitasi Dan Perlakuan Salah Seksual” yang telah diawali sejak 10 Februari 2024 dan dipresentasikan oleh Lusi Herlina sebagai Pengawas PERMAMPU. Kebijakan ini memberi perlindungan bagi semua orang di internal Konsorsium, agar terhindar dari segala bentuk kekerasan seksual. Setiap personil wajib menaati peraturan ini, dengan prinsip tanpa toleransi terhadap semua praktik kekerasan seksual, sebagai sebuah kewajiban yang melekat dan tidak dapat dinegosiasikan bagi semua orang baik dalam kehidupan personal (pertemanan), rumah tangga (pasangan dan keluarga) maupun di ranah public; termasuk semua yang berhubungan dengan kesehatan seksual dan jiwa. Kebijakan ini berisikan serangkaian prinsip dan prosedur perlindungan/ pencegahan dan penanganan dari segala bentuk eksploitasi, kekerasan dan pelecehan seksual. Tujuannya adalah menyediakan pedoman untuk pencegahan dan perlindungan dari eksploitasi, kekerasan dan pelecehan seksual  bagi seluruh personil dan organ-organ dalam struktur organisasi PERMAMPU yang mencakup; Anggota, Badan Pengurus, Badan Pengawas, Organisasi Host, masyarakat penerima manfaat program; menyediakan pedoman untuk penegakan dan penanganan/ mitigasi atas dugaan terjadinya tindakan kekerasan seksual dari, oleh dan terhadap setiap individu dan seluruh komponen organisasi sebagaimana tersebut di atas; dan sebagai pedoman untuk terus mengupayakan perwujudan komitmen, integritas dan pertanggungjawaban (akuntabilitas) organisasi Permampu sesuai dengan nilai-nilai, visi dan misi PERMAMPU.

Untuk eksternal PERMAMPU, juga tersedia layanan berbasis PUSKESMAS yaitu Ruang Layanan & Pembelajaran HKSR yang Inklusif (OSS&L) yang telah dimulai sebagai inovasi PERMAMPU sejak 2015 dan saat ini sedang giat direvitalisasi di seluruh wilayah dampingan. Revitalisasi dilakukan karena pada masa pandemi Covid-19 banyak yang terpaksa berhenti, dan agar inklusif ataupun peka GEDSI (pendekatan yang setara Gender, mengarus utamakan disabilitas dan inklusif terhadap kelompok yang termajinalkan secara social atau kelompok minoritas). Secara khusus di periode ini dimaksudkan untuk mencegah perkawinan di usia anak dan usia <19 tahun, KDRT dan Kekerasan Seksual. Penjelasan mengenai konsep OSS&L ini dipresentasikan oleh Dina Lumbantobing sebagai Koordinator PERMAMPU yang menekankan pentingnya pendekatan GEDSI dan berbasis kepada Kader-kader Credit Union (CU) yang menjadi petugas utama di OSS&L.

Sebagai contoh pelaksanaan OSS&L di Puskesmas, Herlia Santi (Direktur PPSW Riau) berbagi pengalaman dalam membangun kerjasama dengan Dinas Kesehatan dan Puskesmas untuk mengeluarkan MOU (Pemahaman Bersama pihak PERMAMPU & PUSKESMAS) untuk menjalankan OSSL bersama kader. Operasional OSS&L dilaksanakan melalui jadwal piket kader PERMAMPU 2 kali seminggu di Puskesmas Kecamatan. Dari layanan OSS&L dikenali adanya 1 kasus KDRT (perselingkuhan) dan 1 kasus kanker payudara yang didampingi oleh kader OSS&L. Drg. Rita Herawati sebagai Kepala Puskesmas Air Tiris- Kampar (Riau) membenarkan proses yang dilalui bersama PPSW Riau dan menyambut baik OSS&L sebagai inovasi PERMAMPU yang dijalankan oleh Puskesmas.

Demikian juga pengalaman Dinta Solin (Direktur PESADA – SUMUT) yang telah memulai layanan OSS&L di Puskesmas Sawit Seberang – Kab. Langkat (SUMUT). PESADA melihat minimnya tempat berkonsultasi berdasarkan penelitian KTD tahun 2014 dan survey pengelolaan JKN, sehingga melakukan advokasi untuk  OSS&L yang kemudian aktif di Puskesmas Huta Rakyat – Dairi, Puskesmas Sukarame – Pakpak Bharat, Puskesmas Hutagalung – Humbang Hasundutan, dan Puskesmas Sawit Seberang- Langkat. Di Puskesmas Sawit Seberang ada  297 orang Perempuan di tahun 2023/2024 yang telah mengakses layanan informasi seputar HKSR, serta konsultasi kasus pencabulan anak. Bpk. M. Yusuf sebagai Kepala Puskesmas Sawit Seberang membenarkan bahwa di Kecamatan Sawit Sebrang angka perkawinan di bawah 19 tahun itu tinggi dan merasa terbantu atas kerja-kerja yang dilakukan oleh PESADA bersama kader-kadernya, walaupun beliau baru bergabung di Puskesmas selama 9 bulan ini.

Dalam diskusi mengenai 2 topik besar tersebut di atas yaitu Kebijakan Internal PERMAMPU dan Layanan Komprehensif serta Pembelajaran HKSR bagi perempuan dampingan melalui OSS&L di PUSKESMAS, diidentifikasi pentingnya pengembangan kapasitas bagi kader yang menjadi petugas OSS&L dan perluasan cakupan layanan melalui penjangkauan (outreach).

Konsorsium PERMAMPU bersama dampingannya yaitu: Kader Credit Union, Forum Perempuan Muda, Tokoh Adat dan Agama; FKPAR Kabupaten, Provinsi dan Sumatera, dan Puskesmas berkomitmen untuk terus memberi layanan dan pembelajaran mengenai HKSR melalui OSS&L di PUSKESMAS, dan di internal PERMAMPU kepada seluruh personilnya.

Bukan hanya Hak Kesehatan Reproduksi, tetapi Hak Kesehatan Seksual adalah Hak Azasi Perempuan.

KONSORSIUM PERMAMPU KRITISI PERATURAN & CARA PANDANG PENGUASA/ PENGAMBIL KEPUTUSAN UNTUK PENCEGAHAN PERKAWINAN ANAK DAN PEREMPUAN USIA <19 TAHUN

Siaran Pers

186/C.6/K.Permampu/Pesada-Mdn/VII/2024

Konsorsium PERMAMPU bersama 8 LSM Perempuan anggota PERMAMPU (Flower Aceh-Aceh, PESADA-Sumatera Utara, PPSW Riau-Riau, LP2M Sumatera Barat, APM-Jambi, CP WCC Bengkulu, WCC Palembang-Sumatera Selatan dan Perkumpulan DAMAR-Lampung) menggelar perayaan Hari Anak 23 Juli sekaligus Hari keluarga 26 Juni  untuk penguatan keluarga sebagai institusi utama pencegahan perkawinan usia anak dan <19 tahun secara hybrid – Zoom pada 12 Juli 2024. Strategi ini dipilih oleh Konsorsium PERMAMPU sejak awal berdasarkan analisis terhadap ekosistem yang kurang mampu mencegah perubahan umur perkawinan pertama. Meskipun UU no.16 tahun 2019 telah menetapkan usia 19 tahun adalah usia minimum perkawinan, tetapi penelitian Konsosium PERMAMPU yang dilaksanakan di periode September 2023 s/d Januari 2024 menunjukkan tingginya angka perkawinan < 19tahun.

Kegiatan ini melibatkan 403 orang dari  300 orang yang ditargetkan yang mewakili 26 Kabupaten dampingan PERMAMPU di 8 provinsi pulau Sumatera terdiri dari;  46 orang (7 diantaranya laki-laki) Keluarga Pembaharu dan/atau Keluarga HKSR; 76 orang Anggota Forum Perempuan Muda (8/provinsi); 37 orang (4 orang diantaranya laki-laki) Tokoh Adat dan Agama; 146 orang Anggota dan Pengurus FKPAR Kabupaten, Provinsi dan Sumatera, serta 96 orang (5 orang diantaranya adalah laki-laki) Personil Lembaga anggota Konsorsium PERMAMPU.

 

Sebelum dimulai diskusi kritis, Dina Lumbantobing – Koordinator Konsorsium PERMAMPU  memberi pengantar terkait tugas Negara & Perlindungan HKSR Perempuan. Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia adalah tanggung jawab pemerintah (pasal 8 UU HAM). Hak seksual & hak reproduksi merupakan hak asasi manusia yang telah diakui oleh hukum nasional, hukum internasional, serta dokumen dan perjanjian internasional. Maka HKSR adalah hak semua orang untuk bebas dari pemaksaan, diskriminasi dan kekerasan secara seksual, dan pengakuan hak-hak dasar bagi pasangan dan individu untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab terkait aktifitasnya dalam bereproduksi.

Kemudian Tanti Herida – Manager Program LP2M memperkenalkan UU no. 4 tahun 2024 mengenai Kesejahteraan Ibu dan Anak dan arah advokasi PERMAMPU untuk turunan UU tersebut. Presentasi dimulai dengan memaknai kesejahteraan sebagai sesuatu yang universal, terintegrasi, terjangkau, inklusif, memperhatikan akomodasi yang layak, dan konstitusional. Tetapi makna kesejahteraan ibu dan anak dalam kebijakan ini masih dipertanyakan, sementara pengaturan sangat spesifik apakah artinya pengecilan batasan/ cakupan kesejahteraan yang malah lebih membingungkan, seperti sedang merespon masalah stunting. Ada  5 temuan di dalam UU 4 tahun 2024 yang menjadi perdebatan yaitu 1) Pasal 1 ayat 5 pengertian keluarga yang agak sempit dan tidak sesuai kenyataan di lapang, 2) Tumpang tindih kebijakan UU No 4 tahun 2024 pasal 12 mengenai kewajiban perempuan untuk memberikan ASI eksklusif dengan UU Undang-Undang Kesehatan nomor 17 tahun 2023, Kesejahteraan ibu dan anak. 3) Pembatasan Tubuh Perempuan di atur dalam pasal 4 point 4 UU KIA tentang jaminan cuti melahirkan bagi perempuan sebanyak 6 bulan dan cuti pendamping bagi ayah atau keluarga 40 hari. 4) Peran domestik perempuan yang cenderung semakin membakukan peran domestik perempuan. 5) UU No 4 tahun 2024 (KIA) lebih condong pada pengaturan hak cuti melahirkan dan cuti mendampingi yang hanya berlaku bagi pekerja di sektor formal.

 

Pemantik diskusi ke 3, Ramida Sinaga, Deputy Direktur PESADA yang merupakan Host  Konsorsium PERMAMPU menyampaikan tentang strategi PERMAMPU dalam membangun strategi daerah (strada) untuk pencegahan perkawinan anak & usia <19 tahun yang mengacu pada 5 arahan Presiden untuk KemenPPA dan isu strategi nasional PPA meliputi optimalisasi kapasitas anak; lingkungan yang mendukung pencegahan perkawinan anak; aksesibilitas dan perluasan layanan; penguatan regulasi dan kelembagaan; serta penguatan koordinasi pemangku kepentingan.

 

Dalam diskusi yang difasilitasi Direktur dan Koordinator program di 8 propinsi tergali bahwa negara masih memposisikan ibu sebagai pihak yang paling bertanggungjawab pada anak, yang melanggengkan konsep ibuisme yang menempatkan perempuan sebagai pekerja domestik dan pengasuhan. Juga paling banyak bertanggungjawab bagi kesehatan dan tumbuh kembang anak. Harusnya ada dukungan penuh dari keluarga (ayah dan Ibu) dalam menjaga dan pengasuhan anak dan keluarga. Negara juga harus melindungi kesehatan seksual dan reproduksi Perempuan sebagaimana tugas pemenuhan HAM tersebut sebelumnya. Negara masih cenderung melakukan pengawasan dan pengontrolan terhadap fungsi reproduksi perempuan, belum melindungi hak kesehatan reproduksi dan gizi bagi perempuan. Sementara pengawasan terhadap kebijakan HKSR  dirasa tidak maksimal.

 

Kemudian berdasarkan issue gender dan Perempuan di dalam UU No 4 Tahun 2024 di atas, dampingan PERMAMPU mendiskusikan berbagai persoalan yang berdampak berbeda terhadap perempuan yang bekerja dan semakin membakukan peran domestik.

 

Oleh karenanya seluruh peserta menyetujui pentingnya membangun nilai dan pendidikan keluarga yang ditanggungjawabi oleh seluruh anggota keluarga  yang mencakup pendidikan HKSR, penanaman nilai-nilai agama, kepemimpinan perempuan, pentingnya pendidikan yang setara bagi perempuan dan laki-laki, membangun komunikasi terbuka dalam keluarga mengenai seks dan gender, saling menghargai dan melindungi, serta diskusi kritis untuk pencegahan perkawinan anak < 19 tahun dan dampaknya.

 

Komitmen Konsorsium PERMAMPU  adalah bersama Keluarga Pembaharu, Keluarga HKSR, Forum Multi Stakeholder, Forum Perempuan Muda dan Forum Multi Stakeholder, Forum Komunitas Perempuan Akar Rumput dan seluruh dampingan untuk bersama bekerja pencegahan perkawinan usia anak dan usia kurang dari 19 tahun. Konsorsium PERMAMPU bersama dampingan dan jaringannya siap mengadvokasi lahirnya Strada (Strategi Daerah) dan terus mengadakan penyadaran mengenai HKSR Perempuan khususnya dalam konteks perkawinan usia anak dan usia <19 tahun.

 

 

Catatan Akhir Tahun PERMAMPU Dalam Pendidikan Politik di Hari Pergerakan Perempuan untuk PEMILU Inklusif

No 331/C.2/Koord./PERMAMPU/XII/2023

Di tanggal 22 Desember 2023, PERMAMPU merayakan Hari Pergerakan Perempuan secara hybrid dengan melaksanakan  Pendidikan Politik untuk Pemilihan Umum (PEMILU) Inklusif yang mengusung tema “Tidak seorangpun perempuan, kelompok marginal & rentan tertinggal  dalam PEMILU”. Perayaan ini yang sekaligus merupakan Pertemuan Akhir Tahun PERMAMPU dihadiri 159 peserta yang terdiri dari 20 perempuan muda, 136 perempuan dewasa; 5 diantaranya adalah perempuan dengan disabilitas; dan 3 orang laki-laki pendukung Gerakan Perempuan akar rumput. Mereka adalah para anggota dan pengurus Forum Komunitas Perempuan Akar Rumput (FKPAR)  dampingan 8 LSM anggota PERMAMPU  dari 8 propinsi yaitu Aceh, SUMUT, Riau, SUMBAR, Jambi, Bengkulu, SUMSEL dan Lampung.

 

PERMAMPU merayakan Hari Ibu 22 Desember 2023 sebagai Hari Pergerakan Perempuan yang pada dasarnya adalah Gerakan politik Perempuan Indonesia. Sejarahnya berawal dari keputusan Presiden Sukarno yang menetapkan Hari Ibu lewat Dekrit Presiden No. 316 Tahun 1953 sebagai usaha mengabadikan peringatan tanggal pelaksanaan Kongres Perempuan Pertama tanggal 22-25 Desember 1928 di Mataram (sekarang disebut: Yogyakarta). Kongres tersebut adalah acara besar-besaran pertama para ibu yang selama ini bergerak memajukan bangsanya. Kurang lebih 30 organisasi perempuan hadir dalam Kongres tersebut untuk menyuarakan topik penting yang dihadapi perempuan saat itu, yaitu: persoalan perkawinan dan perceraian, tugas perempuan, serta kesetaraan kedudukan perempuan dengan laki-laki di dalam masyarakat.

 

Masalah di atas adalah wajah dari ketidak adilan gender yang dialami perempuan, yang hingga saat ini masih menjadi masalah yang menghambat kesetaraan perempuan dan laki-laki. Beratnya masalah ketidak adilan tidaklah sama bagi semua perempuan, mengingat identitas perempuan yang beragam. Banyak perempuan yang mempunyai idnetitas yang saling beririsan dan membuat posisi mereka menjadi Marginal, Rentan maupun Minoritas. Di Hari Pergerakan Perempuan ini, posisi tersebut disoroti dalam dunia politik yaitu partisipasi, representasi dan kepemimpinan mereka dalam pelaksanaan PEMILU,  khususnya bagaimana agar PEMILU inklusif. Oleh karenanya  Hari Pergerakan Perempuan  sekaligus menjadi ruang pendidikan politik bagi Perempuan Akar Rumput dampingan PERMAMPU.  PEMILU merupakan sarana kedaulatan rakyat yang merupakan indikator dari sebuah negara demokrasi, di mana PERMAMPU meyakini, tanpa partisipasi dan keterwakilan perempuan, maka Indonesia bukanlah negara demokrasi.

Maka PERMAMPU dalam diskusinya mengidentifikasi beberapa temuan yang menunjukkan masih terpinggirnya perempuan dan kelompok marginal lainnya dalam proses pelaksanaan PEMILU yang akan diadakan 14 Februari 2014 yang akan datang, a.l. :

  • Masih belum terpenuhinya keterwakilan 30% perempuan sebagai peserta PEMILU sebagaimana amanat UU No.7/2017. Berdasarkan DCT anggota DPD RI secara Nasional, dari sebanyak 668 calon untuk 38 dapil, hanya 133 perempuan (19,91%). DCT DPRD Propinsi di 3 Propinsi Pulau Sumatera juga menunjukkan masih ada beberapa partai yang tidak dapat memenuhi ketentuan minimal keterwakilan 30% perempuan. Misalnya di Propinsi Sumatera Barat yang merupakan wilayah dari suku Minang yang matrilineal, keterwakilan perempuan di GERINDRA 29,69%, Partai PKB hanya 29,23%, sementara PKN bahkan tidak mengusung calon perempuan sama sekali. Di Propinsi Riau, terdapat 4 partai yang tidak memenuhi quota, di antaranya; PKB (27,69%), Golkar (29,23%), PKS (29,23%), dan Partai Ummat (29,73%). Di Propinsi Aceh, 1 partai lokal tidak memenuhi quota yaitu Partai Aceh (29,17%)
  • Kehadiran perempuan sebagai peserta PEMILU masih bersifat angka (kuantitatif). Capaian minimal 30% keterwakilan perempuan di Pulau Sumatera belum semua Pada faktanya Pemilu 2019 menunjukkan keterwakilan perempuan di Lembaga Legislatif Nasional (DPR-RI) berada pada angka 20,8% atau 120 anggota legislatif perempuan dari 575 anggota DPR RI. Sementara DPD RI dari Pulau Sumatera menunjukkan data yang menarik. Dari Propinsi Aceh 4 anggota DPD RI semuanya laki-laki, Sumatera Utara 3 laki-laki dan 1 perempuan (25%), Sumatera Barat 3 laki-laki dan 1 perempuan (25%), Riau, Jambi, Bengkulu 2 laki-laki, 2 perempuan (50%), dan Lampung 3 laki-laki dan 1 perempuan (25%). Yang menarik dan pantas dibanggakan hanyalah Sumatera Selatan, dimana keempat DPD adalah perempuan.
  • Bahwa perempuan bukanlah angka, tetapi mahluk politik yang perlu dihitung secara utuh, bukan hitungan statistik. Dalam Buku Saku PEMILU Inklusif yang baru saja ditulis bersama oleh para mitra INKLUSI termasuk PERMAMPU juga disampaikan masalah penghitungan kuota Perempuan berdasarkan prosentase yang di bawah 50% dibulatkan ke bawah, sehingga semakin menurunkan jumlah perempuan di DCT. Keputusan ini sudah dianulir oleh MA melalui putusan perkara nomor 24 P/HUM/2024 yang diputus pada tanggal 29 Agustus 2023, tetapi tidak ada kejelasan mengenai implementasi dan adanya perubahan dalam prosentase perempuan di DCT.
  • Penyelenggaraan PEMILU hingga saat ini masih belum mampu mendekatkan dan memfasilitasi kelompok marginal dan kelompok rentan untuk melaksanakan hak politiknya baik sebagai pemilih maupun yang dipilih. Fasilitas surat suara yang disediakan masih terbatas pada Disabilitas Fisik/Sensorik/Daksa melalui penyediakan templete suara (braille) untuk disabilitas sensorik. Begitupun, template suara ini tidak dikenal, tidak pernah dilihat; bahkan sulit ditemukan di internet. Sedangkan kelompok marginal dan rentan lain seperti masyarakat adat yang tertinggal, terpencil, buta huruf, lansia, ibu hamil dan menyusui belum diberi perhatian khusus dan memperoleh tempat nyaman saat berada di Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Sensitifitas Penyelenggara Pemungutan Suara dalam memfasilitasi kelompok disabilitas rungu dan kelompok rentan lain di TPS masih kurang responsif. Lansia, perempuan hamil, perempuan yang mempunyai anak-anak kecil bahkan bayi, disabilitas dengan kursi roda atau kesulitan berjalan; semua membutuhkan tempat yang aman dan nyaman di TPS.

  • Demikian pula penjangkauan terhadap masyarakat di daerah terpencil belum menjamin penyediaan logistik PEMILU, maupun sosialisasi proses PEMILU dan monitoring pelaksanaan agar nantinya surat suara sampai di Kabupaten. Bahasa yang mudah dimengerti sangat dibutuhkan, khususnya di daerah 3 T (Tertinggal, Terdepan, Terluar).

 

Untuk itu, PERMAMPU bersama Forum Komunitas Perempuan Akar Rumput Sumatera mengeluarkan himbauan sbb.:

  1. Hendaknya Penyelenggara PEMILU berkomitmen dan bersungguh-sungguh melaksasanakan penyelenggaraan PEMILU yang inklusif melalui:
  • Penyediaan sarana dan prasarana yang ramah disabilitas dan kelompok rentan lain (lansia, perempuan hamil dan menyusui,  masyarakat adat yang tertinggal dan atau terpencil, buta huruf, pekerja migran di tempat pemungutan suara (TPS)
  • Melakukan sosialisasi dan pendidikan tehnis dalam pelaksanaan PEMILU yang inklusif kepada semua warga negara dan memantau pelaksanaan PEMILU untuk memastikan seluruh warga usia 17 tahun  khususnya perempuan berpartisipasi aktif dalam Pemilu 14 Februari 2024.
  1. Agar Kepengurusan Partai Politik lebih inklusif dengan agenda politik yang peka kelompok marginal, rentan maupun minoritas; yang mewakili berbagai latar belakang masyarakat, serta mematuhi kuota ataupun tindakan affirmasi agar  semua warga negara khususnya perempuan dan disabilitas dapat mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dan posisi kepemimpinan publik lainnya.
  2. Memastikan PERMAMPU bersama FKPAR Sumatera; serta bekerjasama dengan Organisasi Masyarakat Sipil/LSM, dan Perempuan Akar Rumput lainnya di Pulau Sumatera untuk terlibat aktif dan berkolaborasi dalam berbagai kegiatan penyelenggaraan PEMILU di lokasi masing-masing mulai dari memastikan masyarakat khususnya perempuan, disabilitas, lansia, pemilih pemula dan kelompok marginal lainnya telah tercatat di DCT, ikut dalam pemilihan penyelenggara PEMILU, ikut memilih ke TPS maupun ke tempat pemilihan yang telah ditentukan, dan monitoring pelaksanaan .

 

Demikian Catatan Politik Akhir Tahun 2023 PERMAMPU dan FKPAR Sumatera disampaikan,dengan berpegang pada slogan yang telah disepakati bersama:

 

PILIH PEREMPUAN, PEREMPUAN MENENTUKAN

 

 

Medan, 22 Desember 2023

Dina Lumbantobing – 082164666615

Koordinator PERMAMPU

Catatan PERMAMPU di Hari Anak Perempuan Internasional

Cegah dan Lindungi Perempuan usia ≤19 Tahun dari Perkawinan Anak & Dini

No. 255/C.2/Koord./PERMAMPU/X/2023

Tanggal 11 Oktober adalah Hari Anak Perempuan Internasional, yang  pertama kali diadakan pada tanggal 11 Oktober 2012, dan berfokus pada penghapusan pernikahan anak.Tetapi menurut UNFPA, sampai tahun ini atau 11 tahun kemudian, satu dari lima pernikahan masih melibatkan pengantin anak. Anak perempuan mempunyai risiko lebih besar untuk dipaksa  atau terpaksa melakukan pernikahan, yang sebenarnya merupakan salah satu bentuk perbudakan modern. Sementara itu Pandemi COVID-19 telah membuat anak Perempuan dan Perempuan muda semakin rentan untuk menikah dengan berbagai alasan.

PERMAMPU sebagai Konsorsium dari 8 Lembaga Penguatan Perempuan di pulau Sumatera telah sejak tahun 2013 mengedukasi dampingannya untuk tidak melakukan pernikahan di bawah usia 21 tahun, sesuai dengan anjuran BKKBN. Tetapi masyarakat masih melakukan pernikahan di usia anak dan di usia dini, bahkan meski UU no 16 tahun 2019 yang merupakan amandemen UU Perkawinan no 1 tahun 1974 telah mengatur bahwa usia perkawinan adalah minimum 19 tahun; perkawinan anak dan di bawah 19 masih tetap tinggi.

Dalam target RPJM Indonesia tahun 2020-2024, angka perkawinan <19 tahun harus turun menjadi 8,74%. Sementara menurut data KPPPA, angka perkawinan anak di Indonesia mencapai 11,21% di tahun 2017 dan turun ke angka 10,82% tahun 2019. Tetapi seperti tersebut di atas,  di masa Covid-19 angka perkawinan <19 tahun  justru meningkat tajam, seperti yang ditemukan oleh Komnas Perempuan tahun 2019, di mana terdapat 23.126 kasus pernikahan <19 tahun, dan di tahun 2020 jumlahnya naik tajam menjadi 64.211[1].

Data perkawinan anak dari lokasi anggota PERMAMPU juga menunjukkan pola yang sama. Mahkamah Syariyah Aceh menunjukkan data perkawinan anak yang meningkat sangat tajam (lebih dari 300%) sebelum dan sesudah Covid -19. Tahun 2019 ada 198 orang yang mengajukan dispensasi perkawinan anak, tahun 2020 melonjak menjadi 640 orang. Dispensasi perkawinan anak tahun 2020 di Pengadilan Agama Stabat Kabupaten Langkat -SUMUT menunjukkan angka 172 kasus dan meningkat di tahun 2021 menjadi 230 kasus. Susenas 2019 di provinsi Sumatera Barat menunjukkan bahwa sekitar 8 % perempuan melakukan perkawinan pertama di usia 16 tahun atau kurang. Susenas Maret 2021 menunjukkan bahwa data perkawinan pertama usia <19 tahun meningkat 3 kali lipat menjadi 24,49%.  BPS SUMBAR 2021 juga  menemukan tingkat pendidikan perempuan yang kawin pada usia <19 tahun didominasi oleh tidak tamat dan tamat SD sebesar 75,79 persen. Data dispensasi perkawinan anak dari Pengadilan Agama propinsi Bengkulu menunjukkan trend kenaikan; Tahun 2018 ada 13.489 kasus, tahun 2019 melonjak menjadi 23.145, tahun 2020 semakin melonjak ke 63.382 dan tahun 2021 mengalami sedikit penurunan menjadi 61.449 kasus. Data Pengadilan Tinggi Agama wilayah Bandar Lampung 2017- 2019 menunjukkan data perkawinan anak 233 kasus, tahun 2020 naik 3 kali lipat menjadi 714 pemohon dispensasi kawin dan tahun 2021 menurun sedikit ke angka 708 kasus.

Angka-angka di atas menunjukkan betapa seriusnya angka perkawinan anak dan dini di Sumatera, sehingga PERMAMPU merasa perlu melakukan Penelitian Kualitatip untuk mengetahui fenomena terkait dengan perkawinan anak yang dilakukan serentak di 8 propinsi yaitu: Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung sejak awal Oktober 2023, tepat di bulan perayaan Hari Anak Perempuan Internasional.

Hasil peneltian akan menjadi bahan penyadaran kritis masyarakat dan advokasi kebijakan untuk mendukung perbaikan implementasi kebijakan pencegahan perkawinan usia <19 tahun yang ada dan mendorong berkembangnya kebijakan tersebut sampai ke pedesaan  di 26  kabupaten yang berada di 8 Provinsi tersebut di atas.

Catatan ini diharapkan menjadi pengingat bagi masyarakat, keluarga, para tokoh masyarakat dan Pemerintah untuk menyadari adanya fakta mengenai masih maraknya perkawinan usia anak dan di bawah 19 tahun, yang dilakukan atas dasar kurangnya pengetahuan dan kesadaran mengenai akibat buruknya bagi kesehatan reproduksi, pendidikan  dan mental mereka, dan kerentanan terhadap kekerasan, pemiskinan dan berbagai bentuk diskriminasi.

 

Medan, 11 Oktober 2023

Dina Lumbantobing

Koordinator Konsorsium PERMAMPU

 

 

Perayaan Hari Anak Nasional PERMAMPU

“Usia Menikah sebaiknya usia 20 – 25 tahun”
(Suara Remaja Perempuan dan Laki-laki dampingan PERMAMPU)
No. 06/B/Siaran.Pers/PERMAMPU.Mdn/VII/2023

“Saya memiliki teman usia di bawah 19 tahun yang mengalami kehamilan tidak diinginkan dan menikah, dimana dia kemudian mengalami KDRT dan terjadi keributan. Usia 19 tahun laki-laki dan perempuan masih emosional”,
Hal ini diungkapkan oleh Wilda (19 tahun) perwakilan Perwakilan Forum Perempuan Muda (FPM), dampingan LP2M Sumbar, salah satu lembaga Anggota Konsorsium PERMAMPU pada Perayaan Hari Anak Nasional yang diselenggarakan oleh PERMAMPU 25 Juli 2023 lalu. Perayaan ini dilaksanakan secara hybrid dan berpusat di Medan, dengan melibatkan anggota Konsorsium yang tersebar di 8 provinsi, dari Aceh hingga Lampung.


Kegiatan ini mengusung tema “Ngobrol Kritis Anak Muda Sumatera; Perkawinan Di bawah 19 Tahun dari Sudut Pandang Anak Muda”, diikuti 129 peserta yang 90an di antaranya adalah perempuan muda berusia antara 15 s/d 25 tahun. Selebihnya adalah 2 laki-laki muda pendukung FPM, serta perwakilan Forum Komunitas Perempuan Akar Rumput (FKPAR) Sumatera dan personil 8 lembaga anggota PERMAMPU.
Perayaan ini mendengarkan pandangan 8 pembicara yang terdiri dari 7 perempuan dan 1 laki-laki dari perwakilan FPM dampingan Flower Aceh-Aceh, PESADA-Sumatera Utara, LP2M-Sumatera Barat, APM Jambi-Jambi, PPSW Riau-Pekanbaru, CP WCC Bengkulu-Bengkulu, WCC Palembang-Palembang dan DAMAR-Lampung. Menurut para pembicara, banyak dampak perkawinan di bawah 19 tahun yang dialami oleh temannya maupun yang terjadi di lingkungan mereka bertempat tinggal.

“Mana mungkin anak mengurus anak! Perkawinan anak berdampak pada masa depan, yaitu Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan perceraian. Umur 18 bahkan 19 tahun belum cukup dewasa untuk memperoleh pekerjaan, atau pendapatan. Umur 25 tahun adalah usia matang untuk rahim perempuan dibuahi”.

Kata Sasta Maria Lumbantobing (17th) yang merupakan pembicara perwakilan FPM dampingan PESADA. Senada dengan ini, Cici Piola (18 tahun) yang berasal dari FPM Riau berpendapat bahwa usia matang untuk menikah adalah usia 20 sampai 25 tahun. Pendapat ini juga menjadi pandangan umum dari para peserta perayaan. Menurut mereka, di usia itu pola pikir, pendidikan dan kondisi keuangan sudah cukup mampu untuk menghadapi masalah di rumah tangga. Perkawinan di bawah 19 tahun dapat memberi dampak yang bahkan bisa menyebabkan kematian di usia muda.
Suara perempuan muda dan para laki-laki muda pendukung semakin menguatkan Konsorsium PERMAMPU dengan dukungan program INKLUSI untuk fokus memperkuat Program Pencegahan dan Penanganan Perempuan Korban Perkawinan Usia <19 tahun melalui Revitalisasi One Stop Service & Learning (OSS&L) di Puskesmas, menggiatkan Gerakan Pembaharu Keluarga (GAHARU dan melanjutkan perjuangan Forum Perempuan Akar Rumput dalam gerakan perempuan yang Intergenerasional dan Inklusif.
Program PERMAMPU ini juga didasari data KPPPA, dimana angka perkawinan anak di Indonesia mencapai 11,21% di tahun 2017 dan meski pernah turun ke angka 10,82% tahun 2019; tetapi di masa Covid-19 angka perkawinan anak justru meningkat tajam. Hal ini ditemukan oleh Komnas Perempuan di tahun 2019,dimana terdapat 23.126 kasus pernikahan anak, dan di tahun 2020 jumlahnya naik tajam menjadi 64.211. Sementara target RPJM Indonesia tahun 2020-2024, seharusnya angka perkawinan anak harus turun menjadi 8,74%.
UU 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU 1 Tahun 1974 yang menyatakan usia 19 tahun sebagai usia perkawinan minimum, harus terus disosialisasikan dan diinternalisasikan di seluruh institusi, khususnya keluarga dan lembaga agama. PERMAMPU menghimbau agar menghindari segala bentuk dispensasi perkawinan d bawah usia 19 tahun dengan terus mengadakan pendidikan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) di semua institusi khususnya di keluarga, lembaga pendidikan, dan lembaga kesehatan.

Medan, 31 Juli 2023
Dina Lumbantobing
Koordinator Konsorsium PERMAMPU – 082164666615
Narahubung Sekretariat: Ana Pratiwi – 085267288586

Kontak Provinsi-Anggota PERMAMPU:
1. Riris Okinawa – 081360711800 (Direktur Flower Aceh)
2. Dinta Solin – 081298238224 (Direktur PESADA- Sumatera Utara)
3. Ramadhaniati – 081363936566 (Direktur LP2M-Sumatera Barat)
4. Herlia Santi – 085265694543 (Direktur PPSW Riau)
5. Marsiyam – 082280829567 (Direktur APM Jambi)
6. Tini Rahayu – 85221091654 (Direktur CP WCC Bengkulu)
7. Yesi Ariyani – 081367674757 (Direktur WCC Palembang)
8. Eka Tiara Chandrananda – 85840319819 (Direktur DAMAR-Lampung)

Penyuluhan Hukum di Sekolah

Untuk Pencegahan Kenakalan Dan Kriminalitas Anak Dengan Memahami Nilai
Pancasila Dalam Kehidupan Sehari-Hari

Perkumpulan Sada Ahmo (PESADA), sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal di Sumatera Utara; yang telah memperoleh akreditasi dari KEMENKUMHAM sebagai Organisasi Bantuan Hukum Golongan C, bergerak di bidang Penguatan
Perempuan dan Anak. Salah satu kegiatan adalah melakukan penyuluhan hukum di sekolah. Kegiatan ini dilaksanakan, sehubungan dengan maraknya tindak pidana yang terjadi di kalangan remaja saat ini, terlebih berstatus sebagai pelajar/siswa.
Maka Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) menyelenggarakan program kegiatan “BPHN Mengasuh” kegiatan ini dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia mulai tanggal 20 Maret hingga tanggal 14 April 2023 kepada seluruh pelajar di Tingkat Dasar, Menengah Pertama, dan Menengah Atas. Kegiatan ini dilakukan untuk memberikan pemahaman hukum dengan materi khusus Hukum dan Pancasila sebagai upaya pencegahan terjadinya tindak pidana.  Tema dan materi penyuluhan hukum ini langsung diberikan oleh KEMENTERIAN HUKUM dan HAM Republik Indonesia mengenai Pencegahan Kenakalan Dan Kriminalitas Anak Dengan Memahami Nilai Pancasila Dalam Kehidupan Sehari-Hari. PESADA melakukan kegiatan ini pada hari Senin, 20 Maret 2023 di 3 titik/tempat dengan jumlah peserta 95 orang (Pr 59 & Lk-lk 36), dari 3 sekolah yaitu :
Di SMA Negeri 1 Kerajaan Kab. Pakpak Bharat, jumlah peserta 30 orang (Pr
16 & Lk-lk 14).
Di SMK Swasta HKBP Sidikalang Kab. Dairi, jumlah peserta 30 orang (Pr 15 &
Lk-lk 15).
Di SMK Negeri 1 Dolok Sanggul Kab. Humbang Hasundutan, jumlah peserta
35 orang (Pr 28 & Lk-lk 7).
Penyuluhan hukum ini dilakukan oleh Paralegal PESADA (Sarma Sigalingging, Sartika
Sianipar & Jojor Siahaan). Penyuluhan di sekolah, Ibu & Bapak Kepala Sekolah tersebut menyambut baik begitu
juga siswa/i sangat antusias dan semangat mengikuti penyuluhan hukum ini. Peserta mendapat pengetahuan dan informasi mengenai perilaku agresif anak yang cenderung ingin menyerang dan melukai fisik maupun psikis orang lain. Peserta mengetahui pencegahan kekerasan terhadap anak, anak yang berhadapan dengan hukum (anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana & anak yang menjadi saksi tindak pidana) dan sanksi bagi anak yang melaku  kan tindak pidana. Tim PESADA berbagi pengalaman penanganan kasus terhadap anak yang menjadi korban dan pelaku. Meminta pandangan peserta terhadap kasus dan cara mencegah tindak kekerasan terhadap anak. Diharapakan dari penyuluhan ini anak-anak gerak bersama untuk melawan bentuk-bentuk kekerasan.