PESADA bersama Tokoh Adat Perempuan dan Tokoh Agama

Pertemuan Tokoh Adat Perempuan di Kepulauan Nias, terlaksana 4 kali di Kepulauan Nias yakni:  Tgl 21 Agustus 2024 di Nias Utara, 22 Agustus 2024 di Nias Selatan, 26 Agustus 2024 Kabupaten Nias dan 28 Agustus 2024 di Kabupaten Nias Barat untuk pertemuan Tokoh Agama terlaksana di Nias Utara tanggal 21 Agustus 2024 di Balai Desa Hilidundra.

  • Pertemuan Tokoh Adat memebahas :

Tahapan pernikahan adat Nias yang harus dilaksanakan adalah :

  • Fame’eli/lamaran
  • Tukar Cincin
  • Fangoto Bongi/ kunjungan pertama laki laki setelah tukar cincin
  • Famozi aramba/ pukul gong
  • Femanga mbawi nisila hulu/ pesta tahap pertama
  • Fame’e bawi/ mengantar babi
  • Fa’aekhu badano/ pesta pernikahan

 

Semua tahapan di atas, berbeda waktu dan butuh biaya yang banyak. Dalam diskusi tokoh adat tersebut,sepakat adanya penyederhanaan adat contohnya rangkaian adat bisa digabungkan dan dilaksanakan dalam waktu terbatas/satu hari. Penentuan besaran jujuran tinggi karena  kebutuhan yang di gunakan mulai dari tahap awal sampai akhir, termasuk kebutuhan pengantin-nya, Uwu/untuk paman, saudara ( saudara ayah, saudara pengantin laki- laki), selain itu, pendidikan pekerjaan Perempuan dan adat itu sendiri. Hal ini berdampak terhadap Perempuan misalnya menjadi korban KDRT, tidak memperdulikan pendidikan anak – anak, pernikahan tidak bahagia, terlilit utang dan bahkan ada perempuan bunuh diri (kasus di Nias Utara). Tokoh Adat perempuan melihat adanya ketidakadilan kepada perempuan khususnya karena jujuran, sehingga ini penting dibicarakan dan dipahami oleh tokoh – tokoh adat lainnya.  Peserta juga identifikasi nasihat – nasihat perkawinan di Nias,  peserta sepakat ketika memberikan nasihat kepada pengantin tidak memberikan nasehat berbeda kepada pengantin perempuan dan pengantin laki laki karena dalam pernikahan kedua pengantin yang akan menjalaninya. Peserta juga mendapat buku pegangan yang dibuat PESADA tentang Buku Nasehat Sangowalu Ni’owalu yang sensitif gender, sehingga memudahkan perempuan untuk memberikan nasehat kepada pengantin yang baru menikah.

dalam rangkaian kegiatan tersebut, tokoh agama dan tokoh adat memahami bersama tentang GEDSI kepada 10 orang perempuan Tokoh Agama yang di undang. Melalui pengenalan identitas yang melekat pada setiap individu masing2 yakni : Nama lengkap, nama adat dan nama setelah memiliki anak, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, suku, daerah asal, daerah tempat tinggal, status perkawinan, status sosial dan disabilitas.  melalui itu peserta paham dari 11 identitas tersebut ada yang menguntungkan, merugikan dan kadang – kadang menguntungkan dan merugikan khususnya sebagai perempuan. Peserta juga memetakan bentuk ketidakadilan yang dialami oleh perempuan : Perempuan korban KDRT, KTA, KDP, bully (status, Disabilitas), tidak bisa menjadi pemimpin. Pelaku dan Lokasi Kejadian dikeluarga inti, diperkumpulan keluarga, Adat Nias, perempuan ibu  mertua, suami (Laki-laki), Ipar. Dalam pertemuan ini peserta juga mengidentifikasi apa penyebab perkawinan usia di bawah 19 tahun dan apa dampak negatifnya. (JS)

Pertemuan Pengelola OSS&L di PUSKESMAS dari Kabupaten Dairi, Pakpak Bharat, Humbang Hasundutan Dampingan PESADA

Dalam point 3.7 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/SDG’s disebutkan Memastikan akses universal terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi, termasuk untuk perencanaan, informasi, dan pendidikan keluarga, dan mengintegrasikan kesehatan reproduksi, kedalam strategi dan program nasional.

Dengan kebijakan diatas, melalui pengelolaan OSS&L perempuan (One Stop Service and Learning), sebuah inovasi PERMAMPU, dalam rangka pemenuhan dan perlindungan hak kesehatan seksual & reproduksi.

Pengelolaan OSS&L telah berjalan mulai tahun 2017, terlaksana di Pakpak Bharat, Dairi, Humbang Hasundutan & Langkat. Dalam pengelolaan OSS&L, hasilnya memberikan masukan untuk perbaikan layanan kesehatan seksual dan reproduksi perempuan sesuai SPM Kesehatan di Puskesmas dan rujukan korban Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP). Salah satu upaya yang dilakukan PESADA sebagai lembaga yang peduli dengan persoalan perempuan khususnya mengenai kesehatan Seksual & Reproduksi adalah Pengelolaan Pusat Informasi layanan dan pembelajaran HKSR (One Stop Service & Learning/OSS & L) yang dikelola oleh perwakilan kader dari dampingan PESADA yang telah terlatih.

Pengelola OSS&L dalam proses perjalanan banyak pengalaman dan pembelajaran, selain itu beberapa permasalahan yang ditemukan, dimana petugas OSS&L kurang percaya diri. Hal ini kurang paham bahwa kesehatan adalah bagaian dari hak dasar yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Sedangkan dari pihak pengakses OSS&L perempuan enggan/ragu meberikan umpan balik/masukan atas layanan kesehatan yang diterima, terkesan perempuan takut dan menganggap menyalahkan petugas kesehatan, dimana tidak biasa memberikan umpan balik atas pelayanan pemerintah.

Oleh sebab itu pada tanggal 27 Mei 2024 PESADA melakukan peningkatan kapasitas kepada semua petugas pengelola OSS&L di Pusdipra Sidikalang, dengan jumlah peserta 13 orang untuk semakin memperkuat pandangan bahwa kesehatan adalah salah satu bagian hak yang harus diterima masyarakat khususnya bagi perempuan.

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan ini:

  1. Pemperdalam Pemahaman PEKA GEDSI dalam pengelolaan OSS&L dan Dampak pernikahan usia di bawah 19 tahun

  2. Sharing pengalaman perkembangan OSS&L, permasalahan dan rekomendasi perbaikan pengelolaan OSS&L di Puskesmas

  3. Meningkatnya ketrampilan dalam pengelolaan OSS&L yang peka GEDSI

  4. Adanya perbaikan format pengelolaan OSS&L

KONSORSIUM PERMAMPU KRITISI PERATURAN & CARA PANDANG PENGUASA/ PENGAMBIL KEPUTUSAN UNTUK PENCEGAHAN PERKAWINAN ANAK DAN PEREMPUAN USIA <19 TAHUN

Siaran Pers

186/C.6/K.Permampu/Pesada-Mdn/VII/2024

Konsorsium PERMAMPU bersama 8 LSM Perempuan anggota PERMAMPU (Flower Aceh-Aceh, PESADA-Sumatera Utara, PPSW Riau-Riau, LP2M Sumatera Barat, APM-Jambi, CP WCC Bengkulu, WCC Palembang-Sumatera Selatan dan Perkumpulan DAMAR-Lampung) menggelar perayaan Hari Anak 23 Juli sekaligus Hari keluarga 26 Juni  untuk penguatan keluarga sebagai institusi utama pencegahan perkawinan usia anak dan <19 tahun secara hybrid – Zoom pada 12 Juli 2024. Strategi ini dipilih oleh Konsorsium PERMAMPU sejak awal berdasarkan analisis terhadap ekosistem yang kurang mampu mencegah perubahan umur perkawinan pertama. Meskipun UU no.16 tahun 2019 telah menetapkan usia 19 tahun adalah usia minimum perkawinan, tetapi penelitian Konsosium PERMAMPU yang dilaksanakan di periode September 2023 s/d Januari 2024 menunjukkan tingginya angka perkawinan < 19tahun.

Kegiatan ini melibatkan 403 orang dari  300 orang yang ditargetkan yang mewakili 26 Kabupaten dampingan PERMAMPU di 8 provinsi pulau Sumatera terdiri dari;  46 orang (7 diantaranya laki-laki) Keluarga Pembaharu dan/atau Keluarga HKSR; 76 orang Anggota Forum Perempuan Muda (8/provinsi); 37 orang (4 orang diantaranya laki-laki) Tokoh Adat dan Agama; 146 orang Anggota dan Pengurus FKPAR Kabupaten, Provinsi dan Sumatera, serta 96 orang (5 orang diantaranya adalah laki-laki) Personil Lembaga anggota Konsorsium PERMAMPU.

 

Sebelum dimulai diskusi kritis, Dina Lumbantobing – Koordinator Konsorsium PERMAMPU  memberi pengantar terkait tugas Negara & Perlindungan HKSR Perempuan. Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia adalah tanggung jawab pemerintah (pasal 8 UU HAM). Hak seksual & hak reproduksi merupakan hak asasi manusia yang telah diakui oleh hukum nasional, hukum internasional, serta dokumen dan perjanjian internasional. Maka HKSR adalah hak semua orang untuk bebas dari pemaksaan, diskriminasi dan kekerasan secara seksual, dan pengakuan hak-hak dasar bagi pasangan dan individu untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab terkait aktifitasnya dalam bereproduksi.

Kemudian Tanti Herida – Manager Program LP2M memperkenalkan UU no. 4 tahun 2024 mengenai Kesejahteraan Ibu dan Anak dan arah advokasi PERMAMPU untuk turunan UU tersebut. Presentasi dimulai dengan memaknai kesejahteraan sebagai sesuatu yang universal, terintegrasi, terjangkau, inklusif, memperhatikan akomodasi yang layak, dan konstitusional. Tetapi makna kesejahteraan ibu dan anak dalam kebijakan ini masih dipertanyakan, sementara pengaturan sangat spesifik apakah artinya pengecilan batasan/ cakupan kesejahteraan yang malah lebih membingungkan, seperti sedang merespon masalah stunting. Ada  5 temuan di dalam UU 4 tahun 2024 yang menjadi perdebatan yaitu 1) Pasal 1 ayat 5 pengertian keluarga yang agak sempit dan tidak sesuai kenyataan di lapang, 2) Tumpang tindih kebijakan UU No 4 tahun 2024 pasal 12 mengenai kewajiban perempuan untuk memberikan ASI eksklusif dengan UU Undang-Undang Kesehatan nomor 17 tahun 2023, Kesejahteraan ibu dan anak. 3) Pembatasan Tubuh Perempuan di atur dalam pasal 4 point 4 UU KIA tentang jaminan cuti melahirkan bagi perempuan sebanyak 6 bulan dan cuti pendamping bagi ayah atau keluarga 40 hari. 4) Peran domestik perempuan yang cenderung semakin membakukan peran domestik perempuan. 5) UU No 4 tahun 2024 (KIA) lebih condong pada pengaturan hak cuti melahirkan dan cuti mendampingi yang hanya berlaku bagi pekerja di sektor formal.

 

Pemantik diskusi ke 3, Ramida Sinaga, Deputy Direktur PESADA yang merupakan Host  Konsorsium PERMAMPU menyampaikan tentang strategi PERMAMPU dalam membangun strategi daerah (strada) untuk pencegahan perkawinan anak & usia <19 tahun yang mengacu pada 5 arahan Presiden untuk KemenPPA dan isu strategi nasional PPA meliputi optimalisasi kapasitas anak; lingkungan yang mendukung pencegahan perkawinan anak; aksesibilitas dan perluasan layanan; penguatan regulasi dan kelembagaan; serta penguatan koordinasi pemangku kepentingan.

 

Dalam diskusi yang difasilitasi Direktur dan Koordinator program di 8 propinsi tergali bahwa negara masih memposisikan ibu sebagai pihak yang paling bertanggungjawab pada anak, yang melanggengkan konsep ibuisme yang menempatkan perempuan sebagai pekerja domestik dan pengasuhan. Juga paling banyak bertanggungjawab bagi kesehatan dan tumbuh kembang anak. Harusnya ada dukungan penuh dari keluarga (ayah dan Ibu) dalam menjaga dan pengasuhan anak dan keluarga. Negara juga harus melindungi kesehatan seksual dan reproduksi Perempuan sebagaimana tugas pemenuhan HAM tersebut sebelumnya. Negara masih cenderung melakukan pengawasan dan pengontrolan terhadap fungsi reproduksi perempuan, belum melindungi hak kesehatan reproduksi dan gizi bagi perempuan. Sementara pengawasan terhadap kebijakan HKSR  dirasa tidak maksimal.

 

Kemudian berdasarkan issue gender dan Perempuan di dalam UU No 4 Tahun 2024 di atas, dampingan PERMAMPU mendiskusikan berbagai persoalan yang berdampak berbeda terhadap perempuan yang bekerja dan semakin membakukan peran domestik.

 

Oleh karenanya seluruh peserta menyetujui pentingnya membangun nilai dan pendidikan keluarga yang ditanggungjawabi oleh seluruh anggota keluarga  yang mencakup pendidikan HKSR, penanaman nilai-nilai agama, kepemimpinan perempuan, pentingnya pendidikan yang setara bagi perempuan dan laki-laki, membangun komunikasi terbuka dalam keluarga mengenai seks dan gender, saling menghargai dan melindungi, serta diskusi kritis untuk pencegahan perkawinan anak < 19 tahun dan dampaknya.

 

Komitmen Konsorsium PERMAMPU  adalah bersama Keluarga Pembaharu, Keluarga HKSR, Forum Multi Stakeholder, Forum Perempuan Muda dan Forum Multi Stakeholder, Forum Komunitas Perempuan Akar Rumput dan seluruh dampingan untuk bersama bekerja pencegahan perkawinan usia anak dan usia kurang dari 19 tahun. Konsorsium PERMAMPU bersama dampingan dan jaringannya siap mengadvokasi lahirnya Strada (Strategi Daerah) dan terus mengadakan penyadaran mengenai HKSR Perempuan khususnya dalam konteks perkawinan usia anak dan usia <19 tahun.