Uncategorized
Pelaksanaan FGD untuk Penelitian Perubahan Trend Perkawinan Usia di bawah ≤19 tahun Kabupaten Langkat
Sejak Oktober 2023 PESADA tengah mengadakan penelitian yang bertema : “Identifikasi Perubahan Trend Perkawinan usia di bawah ≤19 tahun Paska UU No.16/2019 dan di masa Covid-19 di Pedesaan dan Miskin Kota, serta di Daerah 3 T di Pulau Sumatera”. Adapun penelitian ini dilakukan serentak di 8 Provinsi di Pulau Sumatera yang berada dalam lingkup PERMAMPU. Metode penelitian yang digunakan adalah Feminist Partisipatory Action Research atau Penelitian Aksi Partisipatif Feminis, yang dimana peneliti melibatkan dan mendengar suara dan cerita dari perempuan korban perkawinan usia di bawah ≤19 tahun.
Wilayah Penelitian PESADA sendiri berada di salah satu Kabupaten Langkat, yang secara terfokus diadakan di Desa Jati Sari, Kecamatan Padang Tualang. Hingga saat ini telah terlaksana tiga sesi diskusi terfokus di kelompok perempuan dewasa dan tiga sesi diskusi terfokus di kelompok perempuan muda. Adapun tiap sesi berupaya menggali informasi terkait terjadinya perkawinan usia di bawah ≤19 tahun di Desa Jati Sari. Sesi pertama menggali informasi mengenai pemahaman dan penyegaran kembali tentang konsep gender dan ketidakadilan gender, orientasi seksual, kekerasan terhadap perempuan. Beberapa hal yang digali adalah pengetahuan dan pemahaman peserta mengenai konsep gender, bentuk ketidakadilan gender, dan bentuk kekerasan yang terjadi pada perempuan. Peserta juga paham bahwa perkawinan usia di bawah ≤19 tahun merupakan bentuk kekerasan karena seringkali perempuan menjadi korban atas ketidaktahuan dan situasi yang terpaksa.
Dibuatnya sesi terpisah antara perempuan muda dan perempuan dewasa bertujuan untuk melihat seberapa jauh perubahan kehidupan muda mudi pada masa dulu dan masa kini. Dari dua sesi tersebut dapat dilihat model berpacaran perempuan muda saat ini jarang yang memiliki rencana jangka panjang dan terkesan hanya sebagai motivasi dalam menjalani keseharian belaka. Bahkan dalam hubungan perempuan muda saat ini, ada istilah “Hubungan Tanpa Status” dan ”FWB : Friend With Benefit” di mana terdapat dua orang yang bertindak seolah-olah membangun hubungan, dan hanya sebatas mencari keuntungan atau sekedar memenuhi kebutuhan belaka tanpa ada ikatan dan komitmen yang jelas. Tentu istilah yang menggambarkan situasi dari gaya berpacaran ini menonjolkan situasi pergaulan yang bebas tanpa arah, dimana perempuan seringkali dimanfaatkan dan terjebak oleh trend yang merugikan dirinya.
Penelitian ini juga melibatkan pandangan dari salah satu Tokoh Agama dari Desa Jati Sari, yaitu Bapak Mislo. Bapak Mislo sendiri selaku Tokoh Agama Desa Jati Sari tidak sepakat dengan terjadinya perkawinan usia di bawah ≤19 tahun, dalam hal ini Beliau sangat menyayangkan kebijakan pihak Pengadilan Agama yang memberikan dispensasi perkawinan bagi pasangan yang menikah di bawah ≤19 tahun. Ibu Rahmayanti Hasibuan, selaku Penyusun Administrasi Kepenghuluan dari Kantor Urusan Agama, melihat sangat penting diadakan kerjasama antar sector pemerintahan, dalam hal ini KUA akan merujuk pasangan yang menikah di bawah usia ≤19 Tahun untuk mendapatkan pengetahuan dari Puskesmas dalam menjaga kesehatan reproduksi, kesehatan saat mengandung, dan kesehatan bayi. KUA juga mengharapkan bisa bekerjasama dengan Dinas Sosial untuk membuat pelatihan yang menambah keterampilan pasangan yang menikah dibawah usia ≤19 tahun, agar dapat menghasilkan uang atau pendapatan demi ketahanan ekonomi keluarga mereka yang rentan tidak stabil dan sulit di usia mereka. (TH)
Pemerintah Desa Jati Sari yang dalam hal ini diwakilkan oleh Bapak Bayu selaku KASI Pemerintah Desa mengatakan bahwa pengaruh dari media social dan perkembangan teknologi yang tidak dibatasi dan dipantau oleh orangtua sangat mempengaruhi pola perilaku dari remaja dan anak muda di Desa Jati Sari.
Dari hasil wawancara dengan Dr. Novida Zuliaty dari Puskesmas Padang Tualang, beliau membenarkan bahwa perkawinan usia dibawah ≤19 tahun sangat rentan terhadap kematian ibu dan bayi, bayi stunting, dan pendarahan usai melahirkan. Hal ini disebabkan kondisi rahim yang masih lemah dan belum matang secara sempurna. Beliau mengatakan usia yang matang bagi rahim untuk dibuahi adalah kisaran usia 20 tahun keatas bagi perempuan. Adapun serangkaian penelitian ini, masih berjalan hingga saat ini. -KH.